D. Siapa Ini?

162 33 0
                                    

"Fuuuh.."

Rika menghembuskan nafas panjang, mengosongkan paru- parunya. Headset di kepalanya meredam suara sekitar, membantunya fokus dalam keheningan.

Matanya membidik ke arah bukit kecil di seberang lapangan melalui optical zoom. Di mana berjajar beberapa papan dengan kertas target seukuran manusia, yang menjadi sasaran latihan tembak.

Rika merebahkan dirinya di rerumputan, menggunakan senapan runduk Cyclone LSR yang berada dalam dekapannya. Jarinya bersiap di pelatuk.

Latihan rutin ini harus ia lakukan untuk mengasah dan menjaga kemampuan sniper nya.

"Jarak 300 m, 95°, elevasi 5°," sebuah suara berat terdengar dari headset Rika.

Itu adalah suara Pak Pandu, yang mendampinginya sebagai spotter. Ia berbaring tepat di sebelah kiri Rika. Satu jarinya menyusuri kertas tabel pada papan triplek kecil. Tabel ini berisi hitungan jarak, sudut dan rumus trigonometri, untuk membantu bidikan sang sniper.

"..."

"Siap?" tanya Pak Pandu.

Rika tak menjawab. Sekilas ia melirik ke arah lengan Pak Pandu. Di mana terdapat bekas luka memanjang, sama seperti luka di bagian samping tubuhnya sendiri.

Ia kembali teringat saat di mana ia
terjebak di dalam rumah itu. Saat di mana ia hampir mati tenggelam, dan saat Pak Pandu menempelkan bibirnya untuk memberinya udara.

Ia bahkan seolah bisa merasakan hangatnya bibir Pak Pandu saat ini. Membuat jantungnya berdebar tak beraturan.

Dan wajahnya terasa panas.

"Tembak," ujar Pak Pandu datar.

"EH?" Rika seketika kembali kepada kenyataan. Dengan refleks ia menarik pelatuknya, membuat suara letusan keras yang menggema di lapangan.

-DOR!

Peluru menembus tanah di belakang target, membuat kepulan debu. Meleset beberapa centi.

"Fokus!" Pak Pandu menggeplak kepala Rika menggunakan papan triplek di tangannya.

"Dih, galak amat!" Rika menggerutu pelan sambil menarik kokang Cyclone- nya. Sebuah selongsong peluru terlempar keluar di rerumputan sisi kanan - berganti peluru baru masuk ke dalam chamber.

"Ngomong apa kamu?" Pak Pandu segera merentangkan tangan, mencubit pipi Rika.

"Siap, ampun Pak!" Rika meringis menepuk- nepuk tangan Pak Pandu.

"Same spot," ujar Pak Pandu kembali. "Jangan gagal lagi. Kamu penembak terbaik dalam tim."

Rika membuat dirinya sesantai mungkin. Kali ini ia sangat fokus. Lalu ia menarik pelatuk.

-DOR!

"Bull's eye!" Pak Pandu tersenyum saat melihat lubang di papan sasaran oleh peluru Rika. Satu tangannya mengacak- acak rambut gadis itu karena senang.

Tanpa menyadari bahwa yang ia lakukan membuat Rika seketika buyar konsentrasi. Padahal ia harus menyelesaikan empat tembakan lagi.

"Sebentar Pak," ujar Rika. Sejenak kemudian, ia merogoh sesuatu dari kantong cargo celana PDL hitam nya. Ia mengeluarkan sebuah smartphone dan membaca pesan masuk.

"Kenapa?"

"Bapak sama ibu ku, ada di pos depan," jawab Rika cepat.

"Bapak ibumu?" Pak Pandu meletakkan teropong spotternya.

"Kebetulan ada acara keluarga di daerah Kota, sekalian sebelum pulang mereka mampir kemari," Rika menoleh ke arah Pak Pandu. "Boleh aku temui mereka?

----

"Assalamualaikum," Rika mengucap salam dan segera mencium tangan kedua orang tuanya.

Beberapa anggota provos yang piket di pos jaga segera memberi hormat saat melihat Pak Pandu berjalan di belakang Rika- yang hanya ia balas dengan anggukan kecil.

"Mari Pak- Bu," Pak Pandu tersenyum, mengajak mereka menuju ruang tunggu yang terletak beberapa meter dari pos jaga. Ia berjalan di depan bersama Bapak, sementara Rika dan Ibu mengekor di belakang.

Ibu mengamati lekat Pak Pandu beberapa lama, lalu melempar sebuah pertanyaan yang di luar dugaan. "Itu siapa Rika? Pacarmu?"

Astaga! Ibu!

Rika seketika terbelalak panik mendengar celetukan ibunya. Semoga Pak Pandu tidak dengar. Rika melirik ke arah laki- laki itu yang nampak masih berbincang dengan Bapak.

"Bukan Bu!" jawab Rika- setengah berbisik. "Itu Pak Pandu. Dia komandan tim ku!"

" Ooh," ibu mengangguk- angguk pelan. "Beneran bukan pacar? Ibu mau kok punya mantu kayak dia."

"Ya ampun, ibu!" Rika menggeleng cepat. Ia benar- benar tegang. Tentu saja ia takut jika Pak Pandu mendengar omongan semacam itu.

Selama 20-30 menit Rika dan orang tuanya berbincang banyak mengenai kabar putri kesayangan mereka. Pak Pandu pun terlihat dengan ramahnya meladeni semua pertanyaan orang tua Rika.

Tak lama keduanya mengunjungi tempat itu. Mereka pun pamit dan kembali ke mobil kijang kapsul yang terparkir di dekat pos jaga.

Rika berdiri di luar gerbang, mengantar tamu istimewanya. Sementara Pak Pandu berdiri di samping menemaninya. Keduanya memandangi mobil tua itu berputar arah meninggalkan markas mereka.

Lalu sesuatu yang diluar dugaan Rika terjadi. "Loh Pak?"

Rika hanya bisa menatap kebingungan ke arah komandan tim nya. Sebab tiba- tiba saja, Pak Pandu melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.

"Ya?"

"Ini- ngapain?"

"Kenapa? Bukannya ibumu bilang aku pacarmu?" Pak Pandu tersenyum. Senyum ramah yang anehnya tidak terasa ramah sama sekali.

"Eh- anu."

"Turun kamu!" perintah Pak Pandu begitu mobil orang tua Rika menghilang dari pandangan.

"Aduh, ibu!"

Rika memejamkan matanya sebal. Dengan malas ia memposisikan dirinya sejajar dengan tanah di depan pos jaga.

"Push up 50 kali, lalu segera lari ke lapangan tembak. Aku tunggu lima menit lagi," ujar Pak Pandu sambil meninggalkan Rika.

"..." Rika menatap nyalang ke arah komandannya.

Pak Pandu menoleh ke arah para provost yang berjaga. "Kalian awasi dia push up!"

SRIKANDI. Mission: survive! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang