A. Anggota Baru

218 34 3
                                    

Hujan tak lagi turun dengan lebat, namun rintiknya masih terasa kerap.

Malam itu terasa begitu sunyi, hanya terdengar suara percikan dan aliran air yang deras. Pohon dan semak terendam banjir setinggi hampir dua meter, begitupun pemukiman warga ini.

Suasana di tempat itu gelap total, karena aliran listrik sengaja dipadamkan.

Namun terlihat beberapa cahaya lampu senter yang menyorot ke sekeliling dalam gelapnya malam. Sebuah perahu karet mengapung, perlahan menyusuri sela- sela rumah yang terendam hampir setinggi atap.

Hujan deras semenjak pagi membuat banjir kiriman menghantam daerah Malang Selatan. Lima kecamatan terdampak, sehingga BPBD beserta aparat gabungan segera dikerahkan untuk melakukan evakuasi dan pencarian.

Empat orang personel Tim Elang masih terus melakukan pencarian di sektor ini sedari petang tadi. Hampir tiga jam lamanya mereka memberi pertolongan kepada warga di bawah guyuran hujan.

"Kita periksa lokasi ini sekali lagi, lalu kita selesai," ujar Pak Pandu sambil melihat jam tangannya.

"Aku rasa kita tidak akan menemukan warga lagi Ndan," Helmi mendayung sambil menyorotkan cahaya senter di kepalanya. "Kita sudah mengevakuasi banyak tadi."

"Tapi kita belum memeriksa bagian sini. Kita tetap harus pastikan bahwa sektor kita clear," Pak Pandu mengamati keadaan di sekelilingnya. Di lokasi banjir seperti ini, mereka harus waspada.

Sebab tak ada yang tahu apa yang mengintai di dalam air keruh mengalir ini.

"Tapi kita sudah berjam- jam hujan- hujanan," Pak Broto membetulkan posisi topi rimbanya- melindungi wajah dari tetesan air. Ia juga ikut mengayuh dayung. "Aku sama Helmi sih tidak masalah, tapi-"

Seolah paham dengan maksud Pak Broto, Pak Pandu menoleh ke arah seseorang di belakangnya.

Adalah Rika, yang merupakan anggota tim Elang yang paling muda. Ia baru saja bergabung beberapa minggu lalu. Sebagai satu- satunya perempuan, dengan kemampuan menembak terbaik di antara mereka- menjadikan Rika sebagai aset berharga bagi Tim Elang.

"Kamu nggak apa?" Pak Pandu memiringkan kepalanya, mencoba melihat lebih jelas wajah Rika yang tertutup tudung mantel jaket.

"Nggak apa Pak," jawab Rika lirih. Walau ia berkata baik saja, namun bibir membiru dan tubuh yang sedikit gemetaran berkata hal sebaliknya.

"Kamu yakin?" Pak Pandu menyibak rambut basah yang menempel di dahi Rika. Membuat wajah cerah gadis itu sedikit memerah- karena dingin. Mungkin.

"Aneh deh," Hilmi mengibas- ngibaskan bajunya yang basah kuyup. "Padahal kita kehujanan dari tadi, tapi kenapa suasananya malah panas ya?"

"Aku sebagai anggota tim paling lama nggak pernah tuh digituin sama Pak Pandu," Pak Broto terkekeh.

"Emang bangke semua," Pak Pandu mendengus, berdecak sebal kepada dua anggotanya. "Sampe markas push up 100 kali kalian berdua."

"Serius amat sih Ndan?"

"..."

Rika hanya diam saja menunduk, mencuri pandang ke arah Pak Pandu dari balik tudung mantelnya.

Pak Pandu adalah sosok berusia 27 tahun lulusan akademi. Karena prestasi dan pencapaiannya, ia mampu menjadi komandan Tim Elang di usianya sekarang.

Berperawakan tinggi, dengan wajah tegas dan sedikit cuek. Membuat Rika sedikit bagaimana- ketika pertama kali bertemu dengannya saat bergabung dalam tim.

Dan Pak Broto bilang dia masih belum punya pasangan. Yah, informasi trivia untuk Rika sih.

"Kamu tahan bentar, kita balik sekarang," Pak Pandu kembali menoleh kepada Rika, memeriksa keningnya. Kemudian ia bergumam. "Nggak panas kok."

Pak Broto dan Helmi mengayuh perahu mengitari sudut atap rumah yang hampir terendam. Hendak berputar dan kembali menuju posko darurat.

"..."

"Kalian dengar?" tiba- tiba saja Helmi berujar. "Ada suara?"

Pak Broto, Pak Pandu dan Rika terdiam, menajamkan pendengaran. Mereka berusaha mendengarkan suara lain ditengah gemericik aliran banjir.

-DUG!! DUG!!

"Ada yang mukulin kayu ya?" Rika memastikan.

"Dari sana!" Pak Broto menyorotkan senter di kepalanya ke asal suara.

Yaitu sebuah rumah kecil yang berada tak jauh dari perahu mereka. Pantulan cahaya senter Pak Broto memperlihatkan jelas seseorang sedang memukul- mukulkan benda pada kusen jendela.

"Ada orang!" seru Pak Pandu.

Di dalam, terlihat sesosok kakek yang terjebak . Ia memukul- mukulkan patahan kursi untuk menarik perhatian tim Elang.

"Tolong Pak.." suara kakek itu terengar gemetar.

"Tunggu di sana Pak!" Pak Broto berseru kepada si kakek.

Tanpa membuang waktu, Pak Pandu dan Pak Broto segera melompat dari perahu karet. Kedalaman air sudah mencapai leher mereka.

Pak Pandu dan Pak Broto berjalan- setengah berenang- sambil membawa tali paracord yang diikat pada perahu. Mereka berpegangan pada tiang kayu rumah.

Lalu bersama- sama mencoba membuka pintu.

"Dorong!" Pak Pandu memberi aba- aba.

Pintu terasa sedikit berat karena ada tekanan air dari dalam, namun tidak menyulitkan keduanya. Perlahan pintu rumah itu terbuka.

"Kemari Pak!!" Pak Pandu segera menghampiri si kakek yang berdiri di atas meja. Ia memegangi orang tua itu, membantunya berenang dalam banjir.

"Pak Tolong.." si kakek terdengar lemah dan menggigil.

"Iya Pak, tenanglah," Pak Broto ikut membantu mereka menuju perahu karet. "Kami akan menolong Bapak dari sini."

Kedua polisi itu berpegangan pada tali paracord, membantu mereka berenang dalam arus. Helmi mengikat perahu karet pada pohon mangga di dekat rumah itu agar tidak ikut terseret banjir.

Sementara Rika membantu menarik tali Pak Pandu.

"Tolong.." si kakek terus saja merintih.

"Jangan bicara Pak!! Nanti ketelan air," Pak Pandu memegangi tali perahu dengan kuat.

Lalu saat sampai di perahu, empat anggota tim Elang bersama- sama membantu si kakek untuk naik. Tentunya mereka agak kesulitan karena permukaan air yang perlahan semakin tinggi.

"Tolong.." ujar si Kakek parau saat sudah di atas perahu. Ia duduk gemetaran saat Rika menyelimutinya dengan mantel.

"Tenang Mbah, samean sudah ditolong," ujar Rika lembut mencoba menenangkan orang tua itu. Mungkin dia merasa syok dengan kejadian ini.

" ..dalam.."

"Ya?"

"Cucu ku ada di dalam."

SRIKANDI. Mission: survive! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang