13

143 22 0
                                        

Usai kejadian tadi, Tamara langsung dibawa ke rumah sakit.

Orang tua Tamara sudah berada di dekat Hana, menunggu dokter keluar.

Ceklek!
Mereka semua menoleh, buru buru Mama Tamara menghampiri dokter tersebut, "bagaimana dengan putri saya dok? Tidak terjadi apa-apa kan? Jawab dok!"

"Ma," tegur papa Tamara.

"Jadi begini bu pak, anak kalian tidak kenapa napa, kalian bisa menjenguknya sekarang, dia memanggil mama nya terus dari tadi."

Mereka bergegas masuk, di ikuti Andra di belakang mereka.

"Sayang, ada yang sakit? Biar mama panggil dokter kesini lagi." Serobot mama Tamara.

Tamara melihat Andra sekilas, lalu ia menatap mama nya, "ma," lirih Tamara.

"Iya sayang, mau apa? Biar mama cari."

Tamara menggeleng pelan, "besok mama sama papa ke...."

"Owh iya ra, kita besok kan ada acara," potong Hana menggeleng ke arah Tamara.

Tamara tersenyum, "besok kalian datang ke sekolah, karena Tamara membuat kes......"

"Seperti nya, besok om dan tante tidak perlu datang ke sekolah, acara nya mau liat Tamara lomba pidato bahasa Inggris,  melihat kondisi Tamara seperti ini, sekolah mencari siswi lain untuk mengantikan Tamara." Potong Andra.

Kedua orang tua Tamara bernafas lega, mereka kira ada sesuatu yang penting sekali, "kenapa nggak bilang," gemes mama nya mencubit pipi Tamara.

"Ngomong ngomong, ini pacar kamu ya?" Tunjuk mama Tamara pada Andra.

"Bukan"

"Iya"

Dengan kesal Tamara menatap Andra, "dia guru di sekolah Tamara ma."

"Saya calon menantu Tante."

"Sudah sudah, Hana, kamu ikut om dan tante pulang, pasti mama kamu nyariin, dan untuk kamu tolong jagain anak saya sebentar, saya percaya kamu tidak akan berbuat aneh aneh kepada anak saya."

"Baik tante."

"Nggak bisa dong tan, nanti kalau Tamara di apa apain sama dia gimana?" Sewot Hana.

"Nggak akan, ayo," kata mama Tamara menarik tangan Hana.

"Awas lo," sengit Hana pada Andra sebelum benar benar keluar Hana memberikan jari tengah nya pada Andra.

Hana tidak peduli mau itu guru nya.

Sunyi, tidak ada percakapan antara Tamara dan Andra, rasanya Tamara tidak sudi berbicara dengan Andra, mengingat perkataan Andra waktu di ruang kepsek.

"Awww," ringis Tamara, inpus nya kesengol membuat tangannya berdarah.

Andra mengambil tangan Tamara, ia meniup nya, lalu membersihkan bekas darah dengan tisu.

"Hati hati, nanti kamu terluka."

"Saya sudah terluka pak," batin Tamara.

"Tahan ya, agak sedikit sakit," ucap Andra memasang infus itu di tangan Tamara.

Tamara sempat terbelalak, "bapak nggak takut?"

"Kenapa takut? Demi kamu tidak ada yang harus saya takuti."

Mudah sekali laki laki berkata manis lalu menyakiti, Tamara menatap Andra yang juga menatap dirinya.

"Kenapa? Masih marah?" Andra menarik turunkan alisnya.

"Kenapa saya harus marah? Bapak bukan siapa siapa saya juga," ketus Tamara.

"Mau bukti?" Andra mencium tangan Tamara. "Tamara mau kah kau menjadi kekasih ku?"

Jantung Tamara berdetak kencang, ia tidak boleh terperdaya dengan Andra yang bisa kapan saja menyakiti nya.

"Waktu saya cuma 4 hari lagi di sekolah."

Mata Tamara berkaca kaca, "bapak mau ninggalin sekolah yang berprestasi?"

Andra memeluk pinggang Tamara yang sedang berbaring, "bilang aja kamu keberatan," goda Andra.

Plak
Tamara mengeplak lengan Andra, "bapak jangan sembarang meluk anak orang dong," kesal Tamara.

"Baru juga di peluk, belum ehem," cuek Andra.

Tamara melotot, "nikah dulu pak, baru ehem!"

"Lampu hijau dong? Mau di nikahin sekarang? Biar bisa ehem, cepat banget nyambung nya kalau bicara soal rumah tangga." Goda Andra menjadi jadi.

Rasanya Tamara ingin menghilang saja, ia selalu terpesona dengan Andra saat sendang bercanda ataupun serius.






Tinggalkan jejak!

Teacher's Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang