26

88 13 0
                                    

Andra pulang ke rumah sebentar, ingin membersihkan diri.

Sebelum pulang ke rumah ia berpesan pada bi Yem untuk menjaga Tamara sementara waktu sebelum ia kembali.

"Bagus, masih punya malu ke rumah saya? Tidak bisa membayar untuk tempat tinggal sendiri?"

Andra mengepalkan tangannya, jika bukan karena mama nya yang memaksa ia tidak sudi.

"Saya tidak ingin mencari masalah dengan anda!"

"Kasian sekali anak ku ini, di tinggal kekasih nya tidur, saya doakan semoga kekasih mu tidur untuk selama nya."

Bug
Andra membogem papa nya, "jaga mulut anda, selama ini saya diam karena anda orang tua saya!"

Jenderal tidak terima, ia membalas Bogeman Andra membabi buta, sampai membuat Andra tidak sadarkan diri, sebelum matanya tertutup ia melihat bayangan Tamara tersenyum ke arah nya, Andra membalas senyuman itu pada akhirnya ia pingsan.

Meyysca memeluk tubuh Andra, lalu menatap jenderal, "ceraikan aku mas."

"Tidak akan!"

Jenderal berlalu begitu saja, sebelum itu ia menegaskan, "kunci rapat rapat rumah ini, jangan sampai istri saya keluar, kalau anak tak tau diri itu biarkan saja mau keluar kapan saja!"

Pekerja di rumah jenderal menggaguk patuh, tidak ada yang berani melawan.

Kalian pasti pernah berfikir bahwa jadi orang kaya itu enak, tapi tidak semua orang kaya itu hidup nya tenang, dan juga tidak semua orang kaya itu keluarga nya harmonis.

Kehidupan itu tidak selamanya terasa manis, kehidupan juga bisa terasa pahit.

🤎🤎🤎

"Dok, dok, pasien mengalami kejang kejang."

"Tolong kalian untuk tidak terlalu panik."

Di dalam ruangan Tamara, semua para suster dan dokter merasa tegang, dokter berusaha sekuat tenaga, keriangat bercucuran membasahi dahinya.

Tubuh Tamara seolah menolak pertolongan dari alat bantu, Dokter Angga tetap berusaha.

Dokter yang lain membantu Dokter Angga, mereka terus berusaha, lima belas menit mereka lalui tidak ada perubahan dan pada akhirnya Tamara menghembuskan nafas terakhir.

Tittttttttttttttttttttt

"Inalillahi wa innailaihi rojiun, pada tanggal 20 November hari Rabu, pukul 11:01 telah berpulang atas nama Tamara." Ucap Dokter Angga.

Semua di dalam ruangan tersebut menunduk sedih, kepergian Tamara membuat mereka merasa kehilangan.

Banyak sekali kenangan yang di ciptakan Tamara di rumah sakit ini, Tamara tidak pernah sungkan bercerita pada suster suster maupun Dokter Dokter yang selalu menangani nya saat penyakit nya kambuh.

Suster menutup wajah Tamara dengan selimut, mereka semua keluar, di sana sudah ada kedua orang tua Tamara.

"Maaf anak kalian tidak tertolong."

Selly menerobos masuk, ia membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh Tamara, terlihat jelas wajah pucat Tamara.

"Sayang, bangun nak, kita belum wujudkan impian kamu mau ke Prancis, kata kamu mau sama sama perginya."

"Bangun nak, maafin mama belum bisa menjadi mama yang baik."

"Tamaraaaaaa!" Teriak Mama Tamara mengguncang tubuh Tamara.

Ramza mengusap air matanya dengan kasar, ia tidak boleh lemah, siapa lagi yang bisa menyemangati istrinya kalau bukan dia.

"Ikhlaskan ma, biar Tamara tenang di sana."

Selly menggeleng seperti orang gila, "papa tau sendiri kan? Tamara itu nggak suka sendirian, tidur aja harus mama temanin dulu baru tidur."

Ramza menarik istrinya dalam pelukannya, ia memberi tau pada bi Yem untuk segera memberi tau semua keluarga nya.

Jenazah Tamara dimasukkan ke dalam mobil ambulans, agar segera dimakamkan.

Mobil Ramza memimpin di depan, untuk menuju ke rumah nya.

Sirene ambulans terdengar memilukan, tetangga Tamara menyambut jenazah Tamara dengan pilu.

"Baru beberapa hari lalu saya ngobrol sama neng geulis, udah pergi aja,"

"Orang baik selalu cepat pergi nya,"

Banyak lagi ucapan baik dari tetangga Tamara, begitulah isi kompleks bagian dekat rumah Tamara, mereka sangat solidaritas, mengerti satu sama lain.

Tamara di masukkan ke dalam rumah, tangis pilu terdengar menggelar, Selly sudah mengamuk seperti orang kesurupan.

"Tamara."

"Bangun nak,"

Selly memeluk tubuh Tamara, mengoyang goyangkan nya, seolah Tamara akan hidup kembali.

Keluarga Selly maupun keluarga Ramza sudah berkumpul, mereka sama seperti Selly, menangis meraung raung, nenek kakek  Tamara sudah ada yang pingsan.

Sayangi, cintai, kasihi orang terdekat kalian, jika mereka sudah tiada maka akan ada rasa penyesalan mendalam.

Kepergian bukan lah hal yang diinginkan, namun kita tidak bisa menahan kehendak yang kuasa.

Disisi lain Hana mendapat kabar dari bi Yem, ia hampir saja jatuh dari tangga, ia menitipkan papa nya pada pembantunya. Ia tidak tega mengajak papa nya dengan kondisi tidak memungkinkan.

Hana juga mengabari Andra lewat WhatsApp, karena Andra susah di telpon.

Mata Hana melihat banyak pelayat datang, Hana berlari masuk, menerobos banyak orang.

"Tamara!" Hana memeluk tubuh Tamara yang dingin.

"Baru tadi kita makan bersama, sekarang lo ninggalin kita, semesta tidak adil ya ra?"

Hana merasa ini semua tidak adil, namun siapa yang tau kematian seseorang.

"Sebaiknya segera di mandikan, kasian jenazah." Kata ustadz angkat bicara.

Selly menurut setelah beberapa orang membujuk nya, ia ikut memandikan putrinya untuk terakhir kalinya.

Hana juga ikut memandikan Tamara, sampai di kafankan.

Selly memupuri wajah putri nya. "Anak mama cantik," setelah itu Selly mencium kening putrinya.

Keluarga mereka juga melakukan hal yang sama, saat Hana ingin mencium kening Tamara, ia di tegur salah satu warga.

"Air matanya jangan sampai kena jenazah neng,"

Lama Hana menghapus air matanya yang terus mengalir, ia harus kuat, lalu Hana mencium kening Tamara.




Tinggalkan jejak!

Teacher's Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang