25

78 12 0
                                    

Mereka makan dengan hikmat, sampai acara makan mereka selesai.

Tamara merasakan kepalanya berdenyut hebat, penglihatan nya sudah mulai buram, darah dari hidung nya tak kunjung berhenti.

Hana yang menyadari ada darah keluar dari hidung Tamara, bangkit dari duduknya membuat semua yang berada di meja makan melihat Tamara.

Betapa terkejutnya mereka, kondisi Tamara sudah mengenaskan, darah Tamara sudah berceceran di atas kaca meja makan.

Selly langsung drop, ia pingsan melihat putrinya.

Andra menyuruh satpam mengotong tubuh mama Tamara masuk ke dalam mobil, dibantu Hana dan bi Yem pembantu Tamara.

Saat Andra mengendong Tamara ala bridal style, wig rambut Tamara lepas, terlihat jelas rambut Tamara tinggal sedikit, ternyata ini penyebabnya Tamara tidak ingin rambutnya di sentuh.

Andra tidak bisa tenang, ia menyetir dengan pikiran kacau, banyak sekali pertanyaan di benak nya, apa yang sedang Tamara sembunyikan.

Para suster menyambut kedatangan Andra cepat cepat, dokter yang memeriksa Tamara menyuruh para suster cepat cepat menyediakan alat medis.

"Sudah cukup saya harus tidak tau apa apa selama ini, ceritakan semuanya apa yang terjadi pada Tamara!"

Hana tambah menangis di bentak Andra, ia tidak bisa di bentak saat pikiran nya kacau.

"Jelaskan Hana! Saya tidak butuh tangisan mu, saya butuh penjelasan!"

"Ta-ta-mara pu-nya riwayat pe-nya-kit ka-kanker otak stadium akhir," tangis Hana semakin pecah.

Andra merosot kebawah, badannya mati rasa, matanya memancarkan kekecewaan. Gadis nya menyembunyikan rahasia yang besar, selalu mendengarkan keluh kesah orang, tanpa memikirkan diri sendiri.

Hana begitu Sama, ia kacau, andai ia memberi tau dari awal, semuanya tidak akan seperti ini.

Saat itu Hana tidak sengaja melihat laci meja rias Tamara terbuka, ia melihat banyak obat tidur seperti di stok, dan membuat nya terkejut, di dalam plastik berwarna hitam terdapat banyak sekali rambut, belum sampai di situ saja, Hana sampai di kejutkan kembali dengan surat dari rumah sakit, bahwa Tamara mengindap penyakit kanker otak stadium akhir.

Selly sudah sadarkan diri, Hana segera menjenguk.

"Tamara mana?"

"Lagi di tangani oleh dokter, tante yang tenang oke,"

Ceklek
"Mama nggak apa-apa kan?" Cemas suaminya.

Selly menangis dalam pelukan suaminya, "anak kita pa."

"Tamara kenapa ma? Dia baik baik aja kan?"

Selly tak menjawab, mulutnya seolah terkunci.

Ramza mengusap wajah nya kasar, "papa keluar sebentar, kasian Andra menunggu sendirian."

Selly mencabut infus nya, ia cepat cepat keluar, Ramza yang melihatnya menjadi frustasi.

"Nak Andra, Tamara baik baik saja kan? Bilang sama Tante"

Andra tak tega, ia harus kuat, "kita berdoa, semoga Tamara tidak apa-apa."

"Dok," Selly berjalan ke arah dokter yang baru keluar.

"Ibu ikut saya sebentar,"

Selly mengiringi dokter tersebut, begitu juga Ramza sampai di ruangan dokter.

"Silahkan duduk pak Bu."

"Jadi begini, kemungkinan sangat kecil untuk Tamara bertahan, saran saya berdoa terus kita tidak tau kedepannya, hanya Allah yang tau, dan satu lagi. Turuti semua kemauan Tamara saat ia sudah sadar nanti, karena orang sakit pasti manja, selagi kalian mampu turuti." Jelas dokter Angga.

Selly kembali pingsan, Ramza menahan tubuh istrinya agar tidak jatuh.

"Kalau saya boleh tau, anak saya ada penyakit apa?"

Dokter menghela nafas, pasti Tamara tidak pernah menceritakan semuanya pada orang tua nya sendiri.

"Tamara mengindap penyakit kanker otak stadium akhir pak."

Kepala Ramza seolah tertusuk banyak duri, kepalanya sudah berdenyut denyut memikirkan keselamatan anaknya.

Dokter Angga menyarankan untuk membawa Selly ke ruang rawat kembali.

🤎🤎🤎

"Pinter banget nyembunyin sesuatu dari saya."

"Disini saya seperti orang bodoh yang tidak tau apa apa."

"Saya sudah langgar janji kamu untuk tidak cengeng," racau Andra melihat kondisi Tamara di balik kaca.

Banyak alat bantu melekat pada tubuh Tamara, begitu parah kondisi gadis nya saat ini.

Hana menatap lurus, tidak ada semangat di matanya, seolah dunia sedang menguji dirinya.

"Jangan lama-lama kalau tidur ra, gue kangen."

"Gue janji deh, setelah lo sadar gue bakal selalu kasih jawaban matematika terus."

"Payah lo, masa cuma gue sendirian di sekolah."

"Bentar lagi kita lulus, lo nggak mau ngerayain kelulusan kita nanti."

Hana seperti orang gila, ia berbicara sendiri sambil melihat Tamara dari balik kaca jendela.

Lelah berbicara sendiri, Hana berjalan gontai menuju taman belakang, ia melihat pesan masuk dari pembantu nya, bahwa papa nya sempat drop.

Hana pergi meninggalkan rumah sakit, ia mengirim pesan pada Andra bahwa dirinya pulang duluan dan Hana juga menitip salam pada Andra untuk kedua orang tua Tamara, karena papa nya pasti membutuhkan dirinya.






Tinggalkan jejak!

Teacher's Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang