Di sebuah kamar, Tamara terbaring ditemani Hana, Andra and Ryan. Andra memutuskan membawa Tamara ke hotel tempat ia tinggal.
Hana menahan Andra untuk tidak membawa Tamara pulang ke rumah, yang ada mama Tamara drop.
Perlahan lahan mata Tamara terbuka, kepalanya masih agak sakit, "haus," lirih nya.
Andra membantu Tamara duduk, biar saat minum tidak keselek.
"Mama jangan di kasih tau ya han," melas nya.
"Selalu gitu setiap lo terkena musibah, sampai kapan lo mau sembunyi sembunyi ra?"
"Semuanya bakal tau, tunggu waktu." Tamara mengalihkan perhatian nya ke arah lain, Andra melihat dirinya terus seolah butuh penjelasan.
"Kalian jangan menyembunyikan sesuatu yang membuat kalian terbeban." Andra menyelimuti tubuh Tamara.
"Apa yang harus di sembunyikan? Bapak kan sekarang kekasih saya, kita harus saling terbuka agar tidak menyakiti satu sama lain."
Andra tersenyum hangat, ia beruntung sekali mencintai dan dicintai oleh perempuan seperti Tamara. Ingin sekali Andra menceritakan kesedihan nya saat ini, tapi ia harus mengerti keadaan Tamara yang saat ini sedang sakit.
"Cinta bisa menghancurkan salah satu perasaan seseorang," lirih Hana hanya terdengar oleh Ryan saja.
Tamara menggenggam erat tangan Andra, begitu juga Andra, "selalu bahagia,"
"Kamu juga," Andra mengecup tangan Tamara yang terasa dingin.
Mata Hana berkaca kaca menyaksikan kebahagiaan temannya, ia berharap temannya selalu bahagia.
"Kok jadi sad gini." Ryan mencairkan suasana.
Merusak momen saja, Hana menarik Ryan keluar, ia membiarkan Tamara dan Andra berduan sampai puas tanpa gangguan saiton yang ia tarik ke luar.
"Muka kamu pucat, pasti kamu kecapean ya?"
"Iya nih, mikirin bapak terus."
Andra terkekeh, perlahan rasa gelisah nya sirna, "besok kita kedokteran ya, buat di periksa."
Tamara langsung cemberut, "saya takut jarum pak, dokter suka banget bohong, katanya cuma periksa nggak taunya nyuntik juga."
"Berkelahi jago, pas mau di suntik takut," Andra mengejek.
"Suka banget ngejekin orang, nanti saya marah lohh pak," Tamara mengancam, bukan nya takut Andra malah tertawa lepas.
Tamara terpesona melihat Andra tertawa lepas ketampanan nya berkali-kali lipat. " Jangan ganteng ganteng banget pak, takutnya nanti saya tambah cinta,"
"Sekarang pintar gombal ya,"
"Seperti ini terus ya pak, selalu tertawa lepas di depan Tamara, nggak boleh di depan orang lain kecuali keluarga bapak,"
Andra menggenggam tangan Tamara yang semakin dingin, AC sudah ia matikan namun tidak membuat tangan Tamara menghangat. Andra beralih pada kaki Tamara yang lebih dingin dari tangan. Terakhir Andra melihat tubuh Tamara seperti kejang kejang.
"Ryan!" Andra berteriak keras, rasa khawatirnya kian merajalela dirinya.
Ryan dan Hana masuk, badan Hana lemas melihat Tamara kejang kejang.
Mereka bertiga menuju rumah sakit, Andra marah marah tidak karuan, ia sampai membentak dokter yang terlalu lama.
"Selamatkan dia! Dia lebih penting!"
Dokter itu langsung menyuruh para suster membawa Tamara ke ICU.
Setelah di tangani, Tamara langsung menahan lengan dokter yang membantu dirinya dari kejang kejang.
"Dok,"
"Bilang pada mereka, saya tidak apa-apa."
Dokter itu menggaguk pasrah, ia meninggalkan Tamara pada suster.
"Dok teman saya tidak apa-apa kan dok?" Hana sudah was wasan.
"Dia baik baik saja, dia terlalu lama menahan sakit yang membuat dirinya kejang kejang."
"Kalian bisa menjenguknya sebentar, sebelum dia dipindahkan ke ruang rawat."
Mereka bertiga menggaguk mengerti, mereka melihat Tamara yang tersenyum hangat walaupun bibir nya pucat.
"Sini, jangan di pintu, suster nya mau lewat." Tamara terkekeh.
Sontak membuat mereka berjalan menuju ranjang yang di tiduri Tamara.
"Muka lo pucat, sini biar gue kasih liptint," Hana menggambil liptint dalam saku rok sekolah nya, memoleskan nya pada bibir pucat Tamara, ia tidak suka melihat bibir pucat Tamara.
"Kan cantik,"
"Lo juga cantik,"
Hana memeluk tubuh Tamara penuh sayang, "biarin gue kasih tau Tante Selly ya ra," bujuk Hana berbisik.
"Lo sayang gue kan Han?"
Kalau sudah begini Hana tidak bisa berkutik lagi.
"Kalian bisik bisik apa sih, buat orang kepo aja," kata Ryan kepo.
"Diem lo upil, ganggu aja."
"Sekarang jam berapa Han?" Tamara bertanya.
"Jam satu."
"Kita pulang aja."
"Jangan," Andra dan Hana menyahut kompak.
"Pliss,"
Mereka berdua merasa iba dengan Tamara, akhirnya menggaguk. Andra membayar administrasi yang lain menunggu di mobil Tamara.
🤎🤎🤎
Tin tin tin
Selly mendengar klakson mobil buru buru ke luar rumah, tumben anaknya pulang cepat.Selly menghampiri putri nya sudah babak belur, "kamu kenapa sayang, muka kamu kenapa," air matanya tidak bisa dibendung, firasat nya benar.
Andra membawa Tamara ke dalam rumah di ikuti yang lainnya.
"Tante nggak suka kalian sembunyikan sesuatu dari Tante."
Hana menatap Tamara yang mengelengkan kepala, ia bingung harus bagaimana sekarang.
"Hana! Tatap mata Tante."
Perlahan Hana menatap mata mama Tamara, "Tamara habis dihajar orang gila Tante,"
Kepala Selly pusing, putrinya ini ada ada saja, "lain kali kalau mau berantem sama yang waras sayang."
Papa Tamara yang semula ingin memarahi Andra, mengurungkan niatnya setelah mendengar penjelasan dari Hana.
"Capek gue ra, harus bohong terus" batin Hana menatap Tamara sendu.
Tamara merasa bersalah pada Hana, karena dirinya Hana harus berbohong terus. Tidak ada jalan lain demi mama dan papa nya.
Tinggalkan jejak!
Vote!
KAMU SEDANG MEMBACA
Teacher's Love Story
Roman pour Adolescents"Tamara, sudah mengerjakan tugas?" "Belum pak, soalnya susah, yang di jelaskan apa yang dikasih soal apa." "Silahkan kamu keluar, berdiri di depan kelas sampai jam pelajaran saya habis." Perintah Andra. "Serius pak?" "Memang kamu mau saya seriusin...