Part 11

413 44 0
                                    

5 Mei 2023

•••


Brendon ingin pergi dari sini, tetapi tubuhnya tak bisa, kepalanya terlalu pusing, dia akan jatuh dikelilingi kunang-kunang. Sakit, sakit sekali.

Semua ini dikarenakan dia kesambet!

Namun, bukan kesambet setan, tetapi kesambet sebuah mimpi yang sangat dijauhinya tetapi nyatanya datang lagi dan lagi. Brendon sadar dia terlalu memikirkan hal tersebut hingga terus memimpikannya, mimpi jorok tak senonoh di luar nalar dan di luar jadwal tertata.

Karena mimpi itu, dia jadi kurang tidur, tak nyaman.

Karena mimpi itu, dia terus overthinking.

Dan karena mimpi itu, dia jadi melihat Sarah dengan sisi lain yang berbahaya, liar, tak boleh dilakukan.

Dikarenakan di mimpi itu, Sarahlah pemeran lainnya, ya dia ingat persis wajah wanita di dalam sana. Itu wajah yang sama dengan wajah yang dimiliki Sarah!

Bagaimana bisa?!

Kenapa bisa?!

Sialan memang, kenapa sih isi otaknya?!

Tiba-tiba, tiga hari berturut-turut, usai pernikahan sang kakak, Brendon mulai mimpi begituan.

Brendon memukul-mukul kepala, berusaha mengeluarkan pikiran itu dari kepalanya walau akibatnya rasa pening makin luar biasa. Ia tahu itu sia-sia, dia hanya ingin bebas dari jebakan aneh ini, tak seharusnya ada yang begitu.

Oke, Brendon, jangan pikirkan bunga tidur menyebalkan itu, kalau tak dipikirkan lama-kelamaan juga hilang. Dia mewanti diri sendiri.

Intinya, hindari Sarah dulu, dan amankan isi kepala dan isi celana. Nanti dia akan melewatinya dan aman, semuanya aman terkendali. Dia akan melihat Sarah biasa saja, oke? Mereka teman meski tak dekat.

Ugh, pusing ....

Rasanya, Brendon akan ....

"Astaga, Brendon!" Brendon sedikit terperanjat, saat tubuhnya akan jatuh dari kursi, seseorang menahannya.

Brendon menoleh, oh tidak tidak ....

Kenapa harus gadis cantik ini?

Ya udahlah, Brendon pingsan saja.

"Brendon! Tolong!" Suara Sarah mulai teredam seiring Brendon hilang kesadaran.

Saat terbangun, matanya masih begitu buram, Brendon tak tahu dia di mana tetapi dari aroma khas ini. Sepertinya rumah sakit. Dugaannya semakin kuat karena suasana ciri khas, serba putih, pastilah dia di sana.

Astaga ....

Brendon menghela napas, kepalanya terasa lebih baik, tetapi sepertinya tangannya tengah diinfus. Lalu, di sampingnya.

"Mamah?" Brendon memanggil, masih buram penglihatannya, jadi belum bisa memastikan siapa yang duduk di samping saat ini. Namun, gesturnya, rambut itu, perempuan.

Brendon mengerjap beberapa kali, hingga akhirnya makin jelas.

"Sayang, kamu gak papa, kan?" Suara ibunya.

Benar, itu ibunya. "Mah ...."

"Sayang, syukurlah kamu gak kenapa-kenapa. Kamu pingsan tadi di kampus, kamu terlalu menekan diri kamu sampai-sampai makan gak teratur, tidur juga gak teratur. Kamu harusnya santai saja, Sayang. Masa depan kamu masih panjang." Brendon santai, lho. Andai saja tak ada pikiran kotor mengganggu. Sungguh ia tak tahan dengan isi kepalanya.

Sekarang, dia lebih tenang, semoga seterusnya begini.

"Maaf, Mah." Hanya itu yang bisa Brendon katakan, dia malu dengan mimpinya sendiri. Dia bukan remaja puber lagi. "Aku janji gak bakal gitu lagi."

Sialan memang. Jangan pernah pokoknya.

"Iya, Sayang." Sang ibu mengusap keningnya.

"Tapi kenapa ke rumah sakit? Aku keknya pingsan biasa aja," komentar Brendon, ia berpikir paling mentok ke rumahnya sendiri.

"Oh, Sarah langsung menghubungi ambulans, memang sebaiknya di sini, kan?" Oh, sial, Sarah ....

Wajah Brendon memasam akan hal itu.

"Lho, kamu gak seharusnya marah, lho. Dia baik, udah nolongin kamu, kamu kenapa sih dari kemarin tingkahnya aneh banget di depan Sarah?" Sepertinya sang ibu menyadarinya.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

SEDIA ISTRI SEBELUM KAWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang