Part 12

630 48 0
                                    

10 Mei 2023

•••

Akan tetapi, Brendon tak mau bersuara, dia bungkam saja. "Gak papa, Mah."

"Nanti terima kasihlah sama dia."

"Hm ...." Brendon bergumam mengiyakan, meski enggan pastinya. "Dia di mana emangnya?" Brendon harap dia tak di sini.

"Halo, Tante." Mata Brendon membulat sempurna, suara itu ....

"Nah, tuh dia Sarahnya. Masuk, Sayang, Brendonnya udah siuman." Brendon langsung memejamkan mata erat-erat, tak mau melihat Sarah yang sepertinya melangkah masuk.

"Makasih, Tante." Sarah lebih mendekat, dia menatap Brendon yang memejamkan mata erat-erat.

"Brendon, jangan tidur mulu, ini Sarahnya dateng, nih." Ibunya menggoncang tubuh Brendon.

"Ngantuk Mah, masih pusing." Brendon berkata dengan suara parau, sengaja dia buat begitu agar lebih meyakinkan.

"Hah ...." Ibunya menghela napas pasrah. "Kamu bawa apa, Sarah?"

Sarah yang sedari tadi memandangi Brendon tersadar. "Oh, ini Tan, buah."

"Makasih udah ke sini, ya, Sayang. Dan Tante makasih banyak banget kamu bawa Brendon ke rumah sakit."

Sarah tersenyum manis. "Iya, Tan, sama-sama."

"Brendon, bilang apa tadi kata Mamah?" Ibunya berujar layaknya Brendon anak kecil.

Brendon menghela napas. "Makasih banyak, ya, Sar."

"Iya, Brendon." Pulanglah cepat, pikiran itu mulai kembali!

"Sarah, bisa kamu tungguin Brendon sebentar? Tante mau keluar ngurus administrasi." Oh kenapa sih?!

"Oh, baik, Tante." Kenapa juga setuju?!

"Makasih sekali lagi, ya, Sayang." Suara langkah menjauh, oh tidak tidak! Jangan tinggalkan ia berdua dengan Sarah!

Tidaaaak!

Sayang seribu sayang, Brendon kelu, ibunya kini pergi keluar, hanya ada ia dan Sarah sekarang.

"Brendon, gimana keadaan kamu sekarang?" tanya Sarah, basa-basi.

Brendon menarik selimut, menutupi diri, intens pula menutup matanya tak mau menatap sekitaran, tetapi tetap bayangan demi bayangan mulai mengganggunya. "Masih agak pusing, tapi gak papa. Lo kalo mau pulang, pulang aja, makasih buahnya."

"Gak papa, kok. Aku mau nungguin sampe Mamah kamu dateng." Ini bukan soal menyusahkan Sarah, tapi soal menyesakkan celana Brendon!

Tetap tenang, tetap tenang.

Namun tiba-tiba, Brendon merinding, karena tanpa disangka Sarah sepertinya membenarkan selimutnya yang menutup tak terlalu baik, Brendon mulai gelisah.

"Oh ya, aku ada bawa buah, apel, jeruk, lengkeng, pisang, anggur, kamu mau?" tawar Sarah. "Pisangnya gede banget, nih, Brendon." Sarah tertawa.

Kenapa ngomongin soal pisang?! Sini adu dengan punya Brendon!

Aarghh! Kenapa pikiran Brendon ini!

"Enggak, gue ... belum makan siang."

"Permisi." Baru disebut, nyatanya makan siang Brendon datang dibawakan seorang perawat. Sarah berdiri dan membiarkan sang perawat mengurus Brendon sejenak, sebelum akhirnya beranjak pergi sembari memberitahu kalau selesai makan, Brendon harus meminum obatnya.

"Brendon, ayo makan dulu."

"Lo ... bisa keluar aja? Gue bisa makan sendiri. Gue gak enak kalau makan sendirian diliatin." Brendon berdalih.

"Sungguh? Kamu bilang tadi kamu pusing?"

"Udah redaan, gue bisa makan sendiri."

"Oh, oke. Panggil aja aku di luar kalau ada apa-apa." Sarah menghargai pilihan Brendon, meski masih agak heran.

Brendon semakin aneh saja.

Sarah memilih diam dan keluar, lalu tampak Brendon mulai makan. Syukurlah Brendon kelihatan membaik.

"Lho, Sayang, kenapa kamu di luar?" tanya seseorang, Sarah menoleh dan menemukan ibunda Brendon ada di sana.

"Eh, Tante. Brendon katanya mau makan sendiri dan gak suka dilihatin."

"Oh begitu, Brendon memang gak suka diliatin kalau dia makan sendirian, maaf ngerepotin kamu, ya, Sayang."

Sarah menggeleng. "Enggak, kok, Tante."

"Kamu udah makan siang, Sayang? Tante ada bawa makan siang buat kita juga. Biar kita makan bareng sama Brendon di dalem. Ayo."

Oh, dia tak enak menolak penawaran itu.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

SEDIA ISTRI SEBELUM KAWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang