🌸31

4.9K 630 49
                                    

- A m i n u t e
O f h o p e –

Renjun pikir setelah apa yang dia lakukan pada Jeno, maka si pemuda akan menyerah dengan sendirinya lantas pergi dan merasa jengkel akan sikap yang Renjun tunjukan. Namun, alih-alih berhenti untuk datang ke rumah sakit Jeno justru tak pernah absen untuk mengunjunginya seperti apa yang si pemuda ucapkan saat awal-awal Renjun memintanya untuk tidak datang.

Entah apa yang sebenarnya Jeno inginkan Renjun benar-benar tidak paham. Apakah dia begitu menyedihkan sehingga Jeno merasa tidak tega dan memaksakan diri untuk datang kemari? Padahal Renjun sudah bilang bahwa dirinya tidak butuh simpati atau rasa kasihan Jeno. Belum lagi Renjun jelas masih ingat bahwa status Jeno kini telah menjadi kekasih dari sepupunya.

Renjun menepis tangan Jeno ketika si pemuda hendak menyodorkan sepotong buah yang telah dia kupas. Karena sering datang kemari, orang tua Renjun pun semakin mengenal Jeno, mereka bahkan mempercayakan Renjun pada Jeno tatkala mereka tidak bisa datang atau ada urusan yang mendesak.

Jeno tak mengatakan apa pun ketika dengan sengaja Renjun menepis tagannya hingga buah itu jatuh di lantai, “Kayaknya tangan gue licin deh, makanya jatoh.” Ungkap Jeno seolah apa yang Renjun lakukan tidak pernah terjadi.

Renjun tersenyum masam, kemudian di menoleh pada Jeno dengan mata yang menatapnya tajam. “Mau sampe kapan sih kamu disini? Kamu nggak ngerti ya sama apa yang aku omongin? Pergi Jeno, aku nggak butuh kamu disini!” Mungkin dulu ini adalah hal yang Renjun inginkan, mendapatkan seluruh afeksi dan atensi dari sang pujaan, tapi keadaan sudah berubah dan Renjun tidak menyukainya sama sekali.

Jeno tahu, sampai saat ini Renjun masih berpikir bahwa dirinya berada disini karena merasa kasihan pada Renjun, kendati Jeno telah menjelaskannya berulang kali, tetap saja Renjun tidak percaya.

“Gue nggak bisa pergi sekarang Renjun, disini nggak ada siapa pun, kalau terjadi apa-apa sama lo gimana?” Sekalipun disini ada orang lain, Jeno juga tidak akan pulang sebelum waktunya dia memang harus pulang.

“Aku bisa jaga diri aku sendiri, kamu pergi aja.”

“Nggak akan, mau lo ngusir gue kayak apa pun, gue nggak akan pergi sebelum bang Lucas atau orang tua lo balik kesini.”

Renjun menghela napas, tampaknya apapun yang dia katakan Jeno akan tetap tinggal mengingat si pemuda sangat keras kepala. Renjun tidak mengatakan apa pun lagi, dia lelah jika setiap bertemu dengan Jeno mereka hanya berdebat tentang hal yang sama.

Melihat Renjun yang kembali terdiam dengan mengalihkan atensi pada pemandangan di luar jendela, Jeno jadi berpikir apakah mungkin Renjun ingin berjalan-jalan ke luar, menikmati udara sore yang tenang di sekitar halaman rumah sakit yang luas.

“Kayaknya di luar sejuk ya, lo bilang paling suka sama senja kan? Gimana kalo gue bawa lo jalan-jalan ke luar sebentar?” Pancing Jeno.

Mendengar hal tersebut tentu Renjun tak dapat menutupi binar bahagia di mata lantaran beberapa hari hanya berbaring di dalam ruangan tanpa melakukan apa pun pastilah dia merasa bosan. Namun sebisa mungkin Renjun tidak menunjukkan hal tersebut secara gamblang pada Jeno.

“Kalau diem artinya setuju!” Ucap Jeno tiba-tiba lantas bergegas keluar guna mengambil kurs roda untuk Renjun, sekaligus meminta izin pada perawat yang hari ini bertugas memantau kondisi Renjun.

Jeno kembali dengan membawa kursi roda, si pemuda tampak tersenyum senang ketika berjalan menghampiri Renjun. Tatkala hendak turun, Jeno dengan sigap membantu akan tetapi langsung Renjun tepis.

A Minute of Hope ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang