🍂29

5.1K 702 39
                                    

- a m i n u t e
o f h o p e -

;

“Chan! Gimana keadaan Renjun?” Tanya Jeno ketika ia sampai di depan ruangan dimana Renjun di rawat, napasnya naik turun dengan tidak teratur sebab harus berlarian agar segera sampai kemari.

Haechan diam, melirik Jeno lewat ekor mata. Sungguh, demi apapun Haechan benar-benar kesal sekali dengan sikap tidak bertanggung jawab Jeno. Bagaimana jika Haechan datang sedikit lebih lambat? Oh tidak! Haechan tidak bisa membayangkannya, mungkin, mungkin saja Renjun tidak tertolong.

“Chan!” Jeno benar-benar panik, hatinya diliputi rasa bersalah sebab lagi-lagi mengecewakan Renjun, bahkan hampir membuat nyawanya melayang.

Haechan berdiri dari duduknya, menatap Jeno geram dan dengan sekali gerakan, Haechan mendaratkan sebuah pukulan yang amat keras di wajah Jeno, hingga mampu membuat Jeno jatuh tersungkur di atas lantai rumah sakit yang dingin. Padahal luka akibat pukulan yang Lucas berikan seminggu yang lalu belum sembuh benar dan sekarang malah di tambah lagi oleh Haechan.

“Nggak usah sok peduli sama Renjun, kalo itu bukan dari hati lo, brengsek!” Ujar Haechan sinis, lantas kembali duduk di depan ruangan Renjun.

Jeno berusaha untuk berdiri setelah jatuh tersungkur, “Gue beneran nggak maksud buat ninggalin Renjun sendirian, Chan.. Yuna lagi di ikutin sama orang dan dia chat gue, gue nggak punya pilihan lain selain jemput dia, gue langsung kesini kok setelah pastiin dia aman.”

“Lo nggak perlu jelasin apapun ke gue, Jen.. Nggak penting tau nggak? Lagian nih, emangnya dia nggak ada orang lain buat minta tolong? Dan elo? Harus banget elo yang nolongin dia?” Haechan tersenyum remeh, “Lo harus pilih salah satu, Jen, kalo elo emang masih ada rasa sama Yuna ya udah lepasin Renjun, biarin dia bahagia dengan cara dia sendiri. Tapi, kalo elo emang mau sama Renjun, itu artinya elo harus lepasin Yuna. Lo nggak bisa berlayar dengan dua perahu Jeno, yang ada lo nyakitin mereka berdua!” Setelah mengatakan kalimat tersebut, Haechan masuk ke dalam ruangan Renjun, menutup pintu dengan sedikit kasar seolah memberitahu pada Jeno bahwa kehadirannya tidak diinginkan disini.

Jeno geming, ucapan Haechan menusuk tepat di relung hatinya yang paling dalam. Meski sudah di usir oleh Haechan, namun Jeno tidak beranjak sedikitpun dari depan ruangan Renjun, dari balik kaca transparan yang ada di depan pintu, Jeno dapat melihat bagaimana situasi di dalam. Dalam sudut hatinya yang paling dalam, Jeno semakin merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk seseorang seperti Renjun, betapa Jeno sudah begitu jahat pada Renjun selama ini dan masih-kah dia pantas untuk dimaafkan?

Jeno tersenyum getir, “Rasa sakit di wajah gue ini nggak akan pernah sebanding sama rasa sakit yang selama ini udah gue kasih ke elo, Renjun.. Maafin gue.” Gumam Jeno dengan iris mata menatap sosok Renjun yang terbaring di dalam sana.

Haechan yang melihat bahwa Jeno tidak beranjak dari depan ruangan Renjun, tiba-tiba saja berdiri membawa tungkai menghampiri sang dominan.

Jeno mundur beberapa langkah ketika pintu ruangan Renjun terbuka dengan menampilkan Haechan yang berwajah masam menatapnya penuh kebencian.

“Ngapain lo masih disini? Pulang Jeno, lo nggak denger apa yang gue bilang?” Ujar Haechan dengan tangan yang terlipat di dada.

“Gue mau nungguin Renjun,” Terdengar tidak tahu diri memang, tapi Jeno sungguh ingin tetap berada disini.

Haechan berdecih dengan seringai kecil di wajah, “Buat apa? Lo disini juga nggak ada gunanya,” Ungkap Haechan dengan nada yang terdengar mengejek Jeno. Puas sekali rasanya melihat bagaimana wajah putus asa Jeno saat ini setelah apa yang dominan ini lakukan pada sahabat baiknya.

“Gue nggak akan masuk kok, Chan, gue bakal nunggu disini.. Ntar gue pasti pulang sendiri.” Jeno sangat mengerti mengapa Haechan bisa sebegitu benci padanya, ya lagi pula sikap Jeno selama ini sudah cukup untuk membuat Haechan muak, pria tan itu juga pasti telah begitu lama menahan diri untuk tidak memikulnya selama ini.

“Terserah,” Pada akhirnya Haechan kembali masuk ke dalam, entah dorongan dari mana dia keluar dan berbincang dengan Jeno, namun melihat pria itu terus mengintip ke dalam membuat Haechan jengkel.

Sepeninggal Haechan, Jeno memilih untuk duduk di depan ruangan Renjun. Sekalipun dia tidak dibolehkan masuk ke dalam setidaknya dia tetap disini dan menjaga Renjun dengan caranya.

Ditengah keheningan yang menyelimuti Jeno, tiba-tiba pintu ruangan Renjun kembali terbuka dan tenti Haechan-lah pelaku yang membuka pintu tersebut. Mulanya Jeno sudah khawatir jika ada sesuatu yang terjadi lagi pada Renjun, namun sepertinya dugaannya salah.

“Masuk lo,” Ujar Haechan terdengar acuh tak acuh.

Jeno tampak kebingungan, apakah Haechan sedang berbicara dengan dirinya atau orang lain? Tapi disini kan hanya ada dirinya jadi Jeno anggap bahwa ucapan itu ditunjukkan untuknya.

“Beneran gue boleh masuk?” Tanya Jeno memastikan bahwa Haechan memang mengizinkannya masuk ke dalam.

Haechan berdecak, “Gue aslinya ogah banget minta tolong sama lo, tapi disini cuma ada lo doang yang bisa gue mintain tolong. Bang Lucas masih ada kelas, orang tua Renjun lagi otw dan gue tiba-tiba ada urusan, jadi lo jagain Renjun.”

Mendengar hal itu membuat binar pada mata Jeno kembali cerah, “Iya Chan, gue pasti bakal jagain Renjun!” Ujar Jeno menggebu.

Haechan menatap tajam sosok Jeno seolah memberikan  peringatan lewat tatapan matanya, “Ini kesempatan terakhir, Lee Jeno, kalo lo ngelakuin kesalahan lagi, jangan harap bisa ketemu sama Renjun!” Peringat Haechan, dia tidak sedang bermain-main sebab ini menyangkut nyawa sahabat baiknya.

“Iya Chan, gue tahu, gue nggak akan ninggalin Renjun sendirian lagi.”

“Awas aja lo, gue bakal pantau lo sekalipun gue nggak disini.”

Haechan menatap sinis pada Jeno sebelum pergi meninggalkan si dominan. Kali ini saja, Haechan akan mencoba percaya pada Jeno, namun jika lelaki ini kembali melakukan kesalahan dan menyakiti Renjun, maka Haechan benar-benar tidak akan memberikan Jeno bertemu lagi dengan Renjun.

Jeno masuk ke dalam ruangan Renjun setelah kepergian Haechan, ia mengambil posisi duduk tepat di sebelah ranjang Renjun, matanya memperhatikan Renjun yang masih juga belum membuka kedua mata.

“Hai Ren, gue yakin lo bisa denger suara gue. Hari ini gue dateng lagi, tadi Haechan nonjok gue, tapi nggak papa karena gue emang pantes dapetin itu. Maafin gue karena nggak dateng tepat waktu..” Jeno menggenggam jemari Renjun yang di hiasi selang infus, mengusapnya pelan, “Ayo Ren bangun, gue kangen sama lo, gue kangen lo yang bawel dan selalu kasih nasehat ke gue, gue kangen masakan elo, gue kangen makan berdua di roftoop sama elo, gue kangen semuanya.. Maafin gue, maafin gue karena sering nyakitin elo, gue bodoh Renjun... Ayo bangun biar gue bisa nebus kesalahan gue ke elo, biar gue bisa bikin lo bahagia..” Ujar Jeno, tanpa sadar air matanya mengalir membasahi wajah. Belakang Jeno semakin lemah ketika berbicara tentang Renjun.

Ini semua salahnya, Renjun jadi seperti ini karena dirinya. Jika saja, dulu Jeno tidak begitu keras hati dan bersikap kasar pada Renjun dan mau membuka hatinya sedikit saja untuk Renjun, mungkin semua tidak akan jadi seperti ini, pun dia tak akan semenyesal ini. Namun, mau disesali seperti apapun nyatanya Jeno tidak bisa memutar waktu dan mengembalikan keadaan seperti semula.

Mungkin benar jikalau orang yang tidak sadar bisa mendengar suara orang lain dari alam bawah sadarnya. Jeno tersentak kaget ketika jari tangan Renjun yang sedang ia genggam bergerak pelan, sontak Jeno berdiri dan mengamati Renjun dadi dekat.

“Renjun, lo bisa denger gue kan? Gue Jeno, gue udah dateng buat lo, gue disini.” Ujar Jeno dengan harapan bahwa Renjun mendengar suaranya sehingga dia bisa lekas membuka mata.

Benar saja, kedua kelopak mata Renjun perlahan-lahan terbuka di susul dengan bunyi nyaring mesin pendeteksi jantung di samping Renjun. Jeno yang panik segera menekan tombol darurat agar sang dokter segera datang memeriksa keadaan Renjun.

Tak berapa lama beberapa perawat dan dokter masuk ke dalam ruangan Renjun, Jeno terpaksa harus keluar dari dalam supaya tidak mengganggu jalannya pemeriksaan. Sebelumnya, Jeno jelas melihat bahwa kedua mata Renjun terbuka, dia harap ini adalah pertanda baik bahwa Renjun telah benar-benar keluar dari masa kritisnya.

t o b e
c o n t i n u e . . .

A Minute of Hope ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang