🌱13

5.3K 763 61
                                    

- a m i n u t e o f h o p e -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- a m i n u t e o f h o p e -

Butuh waktu sekitar sepuluh detik untuk membuat Haechan dan Jaemin—yang kebetulan berangkat bersama—percaya bahwa apa yang kini mereka lihat itu nyata, dimana Renjun berangkat ke sekolah bersama dengan Jeno, hal yang keduanya yakini mustahil terjadi bahkan jika bulan terbelah menjadi dua.

“Ini gue nggak salah liat kan ya? Itu beneran Renjun, kan?” Haechan berujar dengan mata yang tak lepas memperhatikan Renjun yang berusaha turun dari motor Jeno seraya melepas helm yang menutupi kepala.

Jaemin mengangguk kecil, “Iya itu Renjun, asli gue kayak nggak percaya tapi ini tuh nyata, ngerti nggak sih lo..” Balas Jaemin dengan sedikit memberikan senggolan pada bahu Haechan.

“Gue butuh penjelasan dari Renjun nih!”

Saat Haechan hendak menghampiri Renjun, Jaemin segera menahan si pria tan. “Mau kemana lu? Minta penjelasannya di kelas aja, yok!” Ujar si gigi kelinci lantas menyeret Haechan agar tak mengganggu momen langka yang mungkin saja tak akan terjadi untuk kedua kalinya bagi si sahabat.

Sedang kini, Renjun tengah berusaha melepaskan pengait helm milik Jeno. Kenapa begitu susah? Padahal biasanya ia bisa dengan mudah melepaskan pengait helm saat sang kakak mengajaknya berangkat dengan naik motor.

Jeno yang melihat Renjun masih sibuk melepaskan pengait helm berdecak pelan lantas mengambil alih guna melepaskan pengaitnya.

Untuk sesaat Renjun harus menahan napas sebab posisi Jeno begitu dekat dengan dirinya, bahkan ia bisa mencium aroma parfum yang menguar dari tubuh si dominan.

“Udah, gitu aja nggak bisa.” Ujar Jeno.

“Bukannya nggak bisa, tapi emang pengaitnya aja yang nyangkut terus keras juga.” Si kecil menyuarakan pembelaan.

Selepas meletakan helm milik Jeno di motor si pria, Renjun segera menyusul Jeno yang melangkah lebih dulu menuju gedung sekolah.

“Nanti pulang sekolah Jeno sibuk nggak?” Tanya Renjun kala keduanya berjalan beriringan di koridor sekolah.

Jeno melirik Renjun lewat ekor mata, “Enggak, kenapa?” Tanya Jeno yang tahu pasti bahwa Renjun akan meminta sesuatu; ditemani jalan-jalan mungkin.

“Nanti anterin ke toko buku boleh? Aku mau cari novel sama buku refrensi buat tugas biologi.” Renjun tidak berharap bahwa Jeno akan bersedia menemani, tapi tidak ada salahnya kan bertanya? Siapa tahu keberuntungan masih berpihak pada Renjun.

“Boleh, cuma beli buku doang, kan?”Ujar Jeno yang sungguh diluar dugaan, Renjun sontak mengangguk dengan cepat sambil tersenyum lebar.

Perasaan Jeno tidak berubah, si dominan masih merasa bahwa Renjun itu menyebalkan sekaligus merepotkan, hanya saja dia sudah berjanji bahwa akan memperlakukan Renjun sebagai kekasih sungguhan selama sisa waktu kesepakatan masih berlangsung. Meskipun enggan, janji tetaplah janji, toh selama ini Renjun benar-benar membantunya agar dekat dengan sang sepupu, jadi anggap saja ini bayaran atas usaha Renjun selama ini.

A Minute of Hope ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang