🌱11

5.4K 819 102
                                    

“Padahal Renjun sudah terbiasa dengan semua rasa sakit yang selama ini ia alami, tapi kenapa? Kenapa rasanya masih menyesakkan seperti ini?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Padahal Renjun sudah terbiasa dengan semua rasa sakit yang selama ini ia alami, tapi kenapa? Kenapa rasanya masih menyesakkan seperti ini?”

-
– a m i n u t e
o f h o p e –
-




“Baba!!” Seru Renjun kala netra menemukan sang Ayah yang baru saja kembali ke rumah setelah nyaris berbulan-bulan sulit untuk ditemui. Tungkai berlari lebih cepat agar sampai di hadapan sang Ayah.

Di sana Chanyeol tersenyum lebar seraya melebarkan kedua tangan untuk menangkap sang putra yang telah ia rindukan lebih dari apapun di dunia ini.

Renjun jatuh ke dalam pelukan hangat sang Ayah, pelukan yang telah lama ia rindukan. Chanyeol mengulas senyum, memeluk putranya lebih erat seraya mengecup pucuk kepala si kecil dengan lembut.

“Baba, Injun rindu sama Baba, kenapa Baba lama banget sih pulangnya?” Protes si kecil yang masih nyaman dalam dekapan hangat sang Ayah. Rasanya, sudah begitu lama Renjun tak merasakan hangatnya pelukan Chanyeol sebab kesibukan yang pria ini geluti hingga membuatnya jarang berada di rumah.

Tidak. Sebenarnya ada alasan lain mengapa sang Ayah sulit untuk ditemui. Bukan hanya bekerja demi untuk menghidupi keluarga kecilnya, namun Chanyeol juga tengah berusaha untuk menerima, menerima sebuah fakta yang acap kali membuatnya gelisah. Fakta bahwa mungkin saja ia tak akan bisa melihat putra kesayangannya ini untuk waktu yang lama. Chanyeol takut, takut bila ia harus melihat putranya ini meregang nyawa seperti beberapa tahun yang lalu. Demi Tuhan, Chanyeol tak akan sanggup.

Pelukan keduanya terlepas, tangan Chanyeol tergerak untuk mengusap surai hitam sang anak. “Baba juga rindu dengan Injun, maaf ya pekerjaan Baba akhir-akhir ini lagi banyak banget.”

Renjun tahu, sorot mata yang tengah menatapnya itu penuh dengan kesedihan. Namun, Renjun tidak ingin membuat sang ayah semakin khawatir lantas menyalahkan diri akibat tak dapat melakukan sesuatu untuk mempertahankan Renjun lebih lama disisinya.

“Baba bakalan tetep di rumah terus kan? Nggak akan pergi-pergi lagi?”

Chanyeol tersenyum tipis, “Baba nggak bisa janji, soalnya—” Ucapan Chanyeol terhenti sebab melihat Renjun yang tengah mengembangkan kedua pipi, pertanda jika dirinya tengah merajuk. Kekehan pelan meluncur dari belahan bibir Chanyeol. Tangan Chanyeol kembali tergerak untuk mengacak rambut hitam Renjun gemas. “Iya deh Baba bakalan tinggal di rumah agak lama, supaya anak Baba ini nggak ngambek lagi.”

Mendengar hal itu, senyum cerah sehangat matahari terbit di wajah Renjun.

Kegiatan keduanya harus terhenti sebab makan malam telah siap. Renjun langsung menarik tangan sang ayah untuk duduk bergabung bersama ibu dan juga kakaknya yang sudah lebih dulu mengisi kursi-kursi kosong yang ada di ruang makan.

Malam semakin larut setelah puas menempel pada sang Ayah sembari menonton televisi, serangan kantuk yang datang tak dapat Renjun lawan membuat dirinya jatuh tertidur dengan bersandar pada bahu kokoh sang ayah yang tak benar-benar fokus memperhatikan televisi.

A Minute of Hope ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang