🌱12

5.5K 807 41
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bisakah kebahagiaan ini bertahan untuk selamanya?”

-

- a m i n u t e o f h o p e -

-

Selepas pulang dari acara jalan-jalan bersama dengan Yuna, entah kenapa Jeno merasa tak tenang, seolah-olah ada sesuatu yang salah dan terus mengusik pikiran. Apa ini karena Renjun? Apakah perasaan yang membuatnya tak nyaman adalah lantaran ia telah membohongi Renjun?

Jeno jelas masih ingat dengan baik, bagaimana sorot kecewa yang Renjun layangkan untuknya kala mata mereka bertemu di cafe tadi.

“Sial!” Gumam Jeno seraya mengusap surai hitamnya dengan kasar.

Jeno tahu, apa yang telah ia lakukan selama ini pada Renjun sudah sangat keterlaluan. Renjun menyukainya, namun dengan tidak tahu diri Jeno justru meminta Renjun menjadi perantara agar dirinya dekat dengan Yuna.

Awalnya Jeno pikir Renjun akan menyerah dan menjauh dengan sendirinya, tetapi anak itu sangat keras kepala bahkan sampai membuat kesepakatan untuk membuat Jeno menjadi pacar pura-pura.

Terkadang muncul perasaan bersalah dalam diri Jeno. Bagaimana tidak? Renjun terlihat begitu tulus, meski terlihat menyebalkan tapi ternyata anak itu tak seburuk seperti apa yang Jeno pikirkan, justru dia selalu punya cara untuk mencari topik pembicaraan guna mencairkan suasana bahkan terkadang dia bisa terlihat seperti seorang yang memiliki pikiran lebih dewasa dibandingkan dengan remaja pada umumnya.

Seolah dia telah melewati begitu banyak hal sulit dalam hidup hingga membuatnya memiliki pikiran yang lebih luas dan tahu bagaimana cara bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan untuknya.

“Ishh.. Kenapa gue terus mikirin Renjun sih?! Kan dia bukan siapa-siapa gue, lagian ini cuma pura-pura juga pacarannya!” Ujar Jeno lantas bangkit dari posisinya berbaring, lebih baik pergi mencari sesuatu yang bisa di makan guna menghilangkan pikirannya yang tengah kusut bak benang jahit.

Saat berada di dapur, Jeno bertemu dengan sang Mama yang tengah menyiapkan makan malam bersama dengan sang adik; Jisung.

“Jen, temen kamu yang waktu itu kok nggak ajak main kesini lagi sih?” Sang Mama menyuarakan tanya dengan tangan yang masih sibuk memotong sayuran.

Jisung yang tengah menikmati jus sontak menoleh ke arah sang kakak, “Lha, sejak kapan bang Jeno punya temen, Ma? Dia kan anti sosial.” Ujar Jisung dengan nada meledek, wajahnya pun begitu tengil.

“Heh, adek nggak boleh gitu.” Tegur Tiffany, kakak beradik itu tak pernah akur sekalinya akur jika sama-sama menginginkan sesuatu yang sama.

“Berisik lo.. Kayak lo punya banyak temen aja.” Balas Jeno setelah berhasil menemukan cemilan yang ada di dalam kulkas.

A Minute of Hope ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang