“Sekali ini saja, tolong biarkan aku percaya pada sebuah keajaiban. Meski pada akhirnya semua tak sesuai dengan harapan.”
—A Minute Of Hope.
Suara lonceng yang berbunyi manakala pintu terbuka di sebuah cafe menarik beberapa atensi para pengunjung yang singgah di dalam sana. Ada yang datang untuk sekedar melepas lelah sembari menikmati secangkir coklat panas ataupun lemon dingin, ada juga yang datang untuk mengerjakan tugas bersama rekan satu kelompoknya seraya bertukar canda tawa.
Renjun, lelaki dengan tubuh mungil itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Saat jam istirahat tadi, Yuna mengirim pesan untuk bertemu katanya ada sesuatu yang ingin ia berikan pada Renjun sebagai ucapan terimakasih lantaran dua hari yang lalu bersedia untuk mampir ke rumah dan membuat suasana hatinya menjadi lebih baik.
Seseorang melambaikan tangan pada Renjun, itu tak lain adalah Yuna yang sudah menunggu sejak lima menit yang lalu. Renjun mengulas senyum seraya membalas lambaian tangan Yuna.
Tadinya Renjun ingin mengajak Jeno, namun sayang sekali sebab si pria harus mengikuti latihan basket. Renjun tahu jika itu hanya alasan Jeno saja, lagi pula selama Renjun mengenal Jeno, dia tahu jelas bahwa si pria tidak pernah mengikuti ekstrakurikuler apapun dan tiba-tiba basket? Tck, bilang saja jika dia memang enggan mengantar Renjun. Toh, Renjun memang tidak mengatakan jika ia akan bertemu dengan Yuna.
“Maaf kak, Kakak nunggu lama ya?” Ujar Renjun setelah mendudukkan diri di kursi yang berada di depan Yuna.
Yuna tersenyum seraya mengibaskan tangan di udara, “Enggak kok, aku juga baru sampai, lihat pesanan aku aja juga belum dateng.” Balas Yuna. Si gadis mengambil sesuatu yang berada dibawah dekat dengan kakinya, sebuah bingkisan yang ia janjikan sebelumnya. “Nah, ini untukmu, terimakasih untuk yang waktu itu.”
Padahal Renjun sudah menolak dan mengatakan bahwa ia sama sekali tak keberatan, justru Renjun senang dapat berkunjung dan bertemu dengan Yohan, adik Yuna. Tapi memang pada dasarnya Yuna itu keras kepala dan terus memaksa Renjun, tidak ada cara lain selain menerima pemberian Yuna.
Renjun menerima bingkisan yang Yuna berikan, “Terimakasih kak, padahal nggak dikasih juga nggak papa lho, aku beneran seneng bisa main ke rumah kakak waktu itu.”
Yuna tersenyum senang rasanya memiliki adik sepupu seperti Renjun, tidak hanya baik tapi Renjun itu sangat manis. Sangat menyenangkan ketika mereka bersama seperti ini dan Renjun juga adalah tempat berbagi cerita yang sangat tepat.
“Gimana? Perasaan kakak udah lebih baik?” Tanya Renjun setelah menyesap coklat hangat yang datang sekitar 3 menit yang lalu.
“Ya, lagian buat apa mikirin cowok yang nggak bertanggung jawab kayak gitu? Aku udah baik-baik aja kok, Ren.”
KAMU SEDANG MEMBACA
A Minute of Hope ✔
Roman pour Adolescents[NOREN] Dia Huang Renjun, seorang yang selalu berharap suatu hari nanti entah kapan cintanya akan terbalaskan. Meskipun berulang kali harus menelan pil pahit sebuah penolakan, Renjun tak pernah sekalipun menyerah. Namun, bagaimana jika pada akhirny...