47

1.7K 163 23
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****


"Iya, gue ke sekolah lagi sekarang. Pelupa, sih! Masa flashdisk tugas sampai ketinggalan!" Rara misuh-misuh pada orang yang di teleponnya.

Rara menuruni tangga rumahnya, raut gadis belia itu kesal luar biasa. Rara baru saja tiba di rumah, segaram bahkan masih melekat di tubuhnya, namun Rara harus kembali ke sekolah karena temannya lupa membawa flashdisk tugas mereka.

Blam!!

Rara terperanjat ketika pintu rumahnya dibuka lalu dibanting dengan keras.

"Abang! Kalau masuk tuh salam bukan—akh!" Rara meringis di akhir kalimatnya karena alih-alih menanggapi perkataannya, sang kakak malah menubruk bahunya hingga ia hampir terhuyung.

Rendi berjalan dengan tergesa-gesa menuju lantai dua rumah mereka. Rendi terlihat sangat marah, urat-urat leher pria itu tampak menonjol.

"Pasti ada masalah sama Kak Luna. Hih! Serem." Rara bergidik ngeri.

Daripada mengambil resiko, Rara memilih cepat-cepat keluar dari rumah. Abangnya akan sangat mengerikan saat sedang marah.

Baru Rara menutup pintu rumah dan hendak menuju garasi, sebuah motor vespa kuning masuk ke dalam halaman rumahnya. Sang empu terburu-buru turun dari motor itu dan tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Maaf, Rendi ada di dalam?" Tanya orang itu.

Rara mengerjap pelan, seolah tersihir oleh ketampanan pria di depannya. Kenapa Rendi gak pernah cerita kalau punya temen seganteng ini?!

"A-ada." Jawab Rara sedikit terbata.

"Saya temennya Rendi, boleh saya masuk? Ada yang harus saya bicarain sama dia." Ujar orang itu yang tak lain adalah Miftah.

"Iya, boleh, masuk aja." Jawab Rara tanpa pikir panjang.

Miftah tersenyum tipis, lalu berlari masuk ke dalam rumah itu. Miftah segera meniti anak tangga sebab ia tidak melihat ada pintu kamar di lantai satu.

"AGHR!"

Miftah langsung berlari menuju salah satu kamar tempat suara teriakan itu berasal.

Miftah pikir, Rendi tengah melakukan hal bodoh. Namun, nyatanya pemuda itu hanya duduk di pinggir tempat tidur sambil menjambak rambutnya terlihat sangat marah dan frustasi.

"Bisa-bisanya lo ngomong kayak gitu sama gue!" Rendi melepaskan pukulan pada kasur yang ia duduki untuk meluapkan kemarahannya.

"Istighfar, Ren, tenangin diri lo." Miftah menghampiri Rendi kemudian duduk di sampingnya.

Jadikan Aku Makmum, Mas!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang