Chapter 2

1.2K 108 3
                                    

Kevin Maxwell tampak sibuk dengan tumpukan berkas di hadapannya. Raut wajahnya tampak serius, meneliti lembar demi lembar, sebelum mulai membubuhkan tanda tangan di berkas tersebut.

"Maaf, pak." Nadia, sekretaris Kevin, membuka pintu ruangan.

"Ada apa?" Kevin bertanya tanpa mengangkat wajahnya.

"Ada yang ingin bertemu dengan bapak, tapi belum membuat janji sama sekali. Saya menyarankan agar pertemuan diadakan sore hari, setelah pertemuan dengan vendor selesai, tapi tamunya maksa, katanya urgent, pak."

"Katakan saja, ikuti jadwal yang kita berikan atau tidak sama sekali." Kevin menghela nafas panjang, meletakkan balpoinnya, menyandarkan dirinya di kursi kebesarannya.

"Baik, pak." Nadia mengangguk, menutup pintu ruangan Kevin.

Kevin kembali meraih balpoinnya, memberi beberapa coretan di atas kertas, meletakkannya di tumpukan berkas yang terpisah.

Brak

"Anda tidak bisa seperti ini, pak." Suara Nadia terdengar marah, berusaha menarik paksa seorang pria yang tiba tiba mendobrak masuk ke dalam ruangan Kevin.

"Astaga, Vin. Kau benar benar susah ditemui." Mike, pria bertubuh tegap yang memakai jaket kulit hitam dan celana cargo senada itu mengerang frustasi.

"Mike?" Kevin mengarahkan pandangannya pada Nadia. "Kenapa gak bilang kalau tamunya Mike?"

"Maaf, pak." Nadia mencicit lirih. "Saya juga lupa menanyakannya ke bagian resepsionis." 

"Katakan ke lobi bawah, Mike mendapat akses khusus untuk menemuiku."

"Baik, pak."

"Dan aku tidak ingin diganggu, setidaknya sampai 30 menit ke depan." Suara Kevin terdengar tegas, tidak ingin dibantah.

"Baik, pak." Nadia mengangguk, mundur, keluar dan menutup rapat pintu ruangan Kevin.

"Kenapa tidak menghubungiku terlebih dahulu?" Kevin memberi kode agar Mike duduk.

"Aku sudah menghubungimu, panggilan pertama tidak dijawab, panggilan berikutnya tidak aktif." Mike mendengus.

"Really?" Kevin meraih ponselnya, sebelum terdengar helaan nafas panjang, "Sorry, lowbatt."

"Lupakanlah." Mike mengeluarkan amplop coklat dari balik jaket kulit hitam yang dikenakannya.

"Apa itu?" Kevin mengerutkan keningnya.

"Tugas yang kau minta aku kerjakan. I found her, at last."

"Really?" Kevin menegakkan duduknya, wajahnya tampak antusias.

"Salah satu alasanku terburu buru menemuimu." Mike mendorong amplop itu ke hadapan Kevin. "Karena aku tau, kau sangat menantikan hal ini."

Kevin meraih amplop dan mengeluarkan isinya dengan tergesa gesa. Kevin membaca berkas tersebut.

"Jadi...." Suara Kevin terdengar parau.

"Itu salah satu penyebab kita kehilangan dirinya. Setelah kematian kedua orang tuanya, dia langsung ikut keluarga, keluarga jauh dari pihak ayahnya, lalu pindah ke kota lain."

"Dia hanya lulus SMA?"

"Salah satu alasan kenapa kita sulit menemukannya, karena dia tidak melanjutkan pendidikannya, sedangkan kita sibuk meretas data pendidikan seluruh negara untuk menemukan datanya."

"Apa yang terjadi?" Kevin mendesah pelan.

"Kondisinya buruk. Dia tidak hidup dengan layak. Kau akan kaget jika melihat sendiri bagaimana keadaannya." Mike mengedikkan bahunya.

My Secret Guardian (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang