THREE - Locker Room

227 14 0
                                    




Greg menjemput Lena keesokan paginya usai sarapan dan berangkat ke Hurrington Palace menggunakan kereta bawah tanah. Greg menjelaskan bahwa dulu, sebelum pandemi, kereta tidak pernah sesepi ini pada jam sibuk.

"Kau gugup?"

"Tidak, aku hanya... berpikir."

"Apa yang kau pikirkan?" Greg memiringkan wajah menatap Lena, menyunggingkan senyum usilnya.

"Kira-kira apa yang akan mereka tanyakan, Greg?"

"Hanya pertanyaan umum. Tentang latar belakang pendidikan, keluarga, semacam itulah."

"Tentang sumpah kerahasiaan?"

"Kalau kau diterima, kau harus siap disumpah. Kau keberatan dengan itu?" Belum sempat Lena menjawab, Greg sudah menimpali sendiri, "Ah tidak mungkin, kau kan tidak suka bergosip."

"Aku hanya penasaran, apakah ada yang pernah melanggar?"

"Tidak pada saat aku mulai bekerja." jawabnya ragu, "Tapi aku pernah mendengar ada seseorang yang melakukannya."

"Apa yang terjadi padanya?"

Lena tidak berniat untuk membuat masalah di lingkungan istana, tapi tetap saja, ia penasaran tentang hal yang mungkin terjadi kepada seseorang yang melanggar sumpah kerahasiaan.

"Kau tidak ingin mendengarnya."

Betapapun Lena membujuk Greg, lelaki itu tidak berniat menjelaskan lebih jauh tentang hal itu, dan ini makin menambah beban pikirannya. Ia sudah cukup gugup sebelum menaiki kereta dan sekarang ketika kereta sudah hampir sampai di pemberhentiannya di stasiun St. John, kegugupannya bertambah berkali-kali lipat.

Berkali-kali ia mematut diri di kaca gerbong, memastikan kemeja putih dan celana hitamnya tidak kusut sedikitpun. Dan ketika ia menaiki tangga keluar stasiun dan berniat untuk berjalan lurus kemudian berbelok ke kiri menuju gerbang depan Hurrington Palace, tangan Greg mencengkeram kerah bajunya hingga ia mengerang.

"Kau tidak berpikir akan masuk lewat gerbang utama kan?"

Mulut Lena mengerucut, ingin menyangkal namun seperti itulah yang ia bayangkan tadi.

"Pegawai tidak masuk di tempat yang sama dengan anggota kerajaan, Nona."

Greg berkata sambil terkekeh dan menggiring Lena berbelok menuju lorong yang dihimpit bangunan tinggi berdinding batu. Bau busuk dari kontainer sampah di kiri-kanannya menusuk hidung Lena ketika ia baru lima langkah memasuki lorong itu. Greg nampak tak terpengaruh sedangkan Lena merasa sangat mual dan hampir memuntahkan pancake sarapannya tadi.

"Nanti kau akan terbiasa."

Greg seperti bisa membaca pikirannya. Namun Lena sudah tak mampu berpikir lagi, karena ia sibuk menjepit hidungnya dan berkonsentrasi untuk tidak membayangkan bagaimana bila ia pulang malam dan harus melewati lorong bau dan gelap disini.

Lena mendongak ke atas, memandang kaca-kaca gelap di bangunan sampingnya. Semua kaca itu gelap, nampak tak berpenghuni.

Mungkin bangunan-bangunan ini difungsikan sebagai gudang, pikirnya.

Setelah beberapa langkah memasuki gang sempit itu, ia segera dihadapkan ke pintu besi berwarna merah kusam. Greg merogoh saku celananya dan memasukkan kunci perak dengan gantungan kunci berbentuk bola basket yang dihadiahkan Lena saat ulang tahun Greg yang ke-10.

"Tidak menyangka kau masih menyimpannya."

"Tidak ada waktu untuk membeli yang lain. Lagipula, gantunganmu yang konyol ini memudahkanku mencari kunci berharga ini." sanggah Greg tak peduli.

the Troublemaker PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang