Lena menangis tersedu-sedu sepanjang koridor. Kakinya berjalan tanpa berpikir, tahu kemana akan melangkah.
Partisi kaca yang memisahkan bagian dapur dan koridor itu berkilau terkena matahari pagi. Lena mengetuknya sekali, membuat beberapa orang menoleh. Greg menoleh saat Malinda mendongakkan kepala ke arah Lena.
Melihat Lena bercucuran air mata, Greg melucuti apronnya dengan segera.
"Ada apa?" Greg nampak sangat khawatir hingga nyaris ikut menangis.
Lena tidak menjawab, malah menubruk badannya yang kurus. Sentuhan tangan Greg di punggung Lena terasa hangat, mengingatkannya akan rumah.
"Lena, kau baik-baik saja?"
Tangis Lena malah makin menjadi-jadi di dada Greg.
"Aku tidak mau disini." Lena bicara di sela isaknya.
"Ayo kita bicara di luar."
"Bukan. Aku tidak ingin bekerja disini."
Lena merasa dada Greg menegang dan ia bisa mendengar detak jantung Greg berdetak lebih kencang.
"Apakah sesuatu terjadi padamu, Lena?" Greg memeriksa Lena, mencari memar di wajah atau badannya.
Matanya sudah bengkak. Hidungnya sudah ingusan. Lena nampak berantakan di mata Greg. "Tidak." ia menjawab, menolehkan kepalanya untuk menghindari tatapan penuh kekhawatiran Greg.
Greg menggandeng dan mengajaknya beranjak dari sana, menghindarkannya dari tatapan penuh tanya pegawai dapur lainnya.
Ketika Greg membuka sebuah pintu kayu yang agak lapuk, angin menerpa wajah Lena, membuat air matanya lebih cepat kering. Itu hanya taman kecil berisi petak rumput yang dibatasi tembok istana di keempat sisinya. Beberapa karyawan istana berkumpul di sana, sekedar merokok atau mengobrol.
Greg membawanya ke pojokan terdekat yang jauh dari kerumunan karyawan lain.
"Kau mau cerita?"
Greg mendudukkan Lena di rumput lembut. Ia duduk bersimpuh, bersiap mendengarkan hal yang membuat Lena terlihat begitu sedih.
"Aku tidak bisa menceritakannya padamu, karena ini... ini..."
Greg nampak kecewa, "Ini soal rahasia kerajaan."
Lena mengangguk. "Hanya saja, ini sangat menyiksaku, Greg."
"Bertahanlah, Lena. Skandal dan rahasia sudah menjadi makanan sehari-hari anggota kerajaan." Greg menyentuh tangan Lena untuk menguatkan, "Semua akan baik-baik saja. Ingat alasan utamamu bekerja disini."
Bukannya semakin tenang, tangis Lena malah semakin menjadi-jadi. Greg kebingungan, berusaha mengelak dari tatapan para karyawan di sekitarnya.
"Dia mengancam akan mempersulit operasi Mom dan membuat Lou dikeluarkan dari sekolah." Lena berkata di sela-sela tangisnya.
"Pangeran mengancammu?"
Lena mengangguk dan Greg langsung paham tanpa bertanya pangeran yang mana. "Lena, sejauh apa kau terlibat dalam masalah ini?"
Greg langsung tahu bahwa Lena masuk begitu dalam saat ia melihat tatapan meminta belas kasihan perempuan itu. Hati Greg mencelos, tahu bahwa tidak ada yang bisa dia lakukan.
"Lena, dengarkan aku." Greg memegang kedua lengan Lena, berusaha menguatkannya, "Bertahanlah disini sebentar saja, selesaikan kontrakmu. Aku mendengar keadaan Donna sudah membaik dan dia akan bekerja tak lama lagi." Jempol Greg menghapus air mata yang turun di pipi Lena.
"Ketika kontrak selesai, aku akan membantumu mencari pekerjaan baru. Gajinya mungkin tidak tinggi, tapi jelas tak akan membuatmu menangis seperti ini."
Lena memeluknya erat sampai Greg merasa tercekik. Namun hati Greg menjadi tenang, melihat Lena punya harapan dan sesuatu untuk dituju. Ia sedih melihat Lena seperti ini. Ia perempuan kuat, mandiri dan tidak mudah mengeluh. Namun apabila sudah sepatah ini, ia bisa jadi seperti anak kecil yang rapuh, membutuhkan sandaran untuk menangis dan berkeluh.
KAMU SEDANG MEMBACA
the Troublemaker Prince
ChickLitPandemi Covid-19 membuat Lena Wyers harus berhenti bekerja sebagai waitress di salah satu restoran pizza. Satu-dua bulan, ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Padahal ia harus tetap membiayai biaya kesehatan ibudan biaya sekolah adiknya, Louisa. Se...