Aroma yang begitu lezat nan menggiurkan membangunkan Lena dari tidur. Wajahnya terkulai pada benda solid dan membutuhkan beberapa detik baginya untuk mengumpulkan seluruh kesadaran. Tiga hal pertama yang disadari Lena secara bersamaan adalah, ia masih berada di dalam mobil yang berjalan dan hal ini cukup melegakan. Kedua, indera penciumannya menghirup aroma daging dan kentang. Dan ketiga, ia tidak menyadari dimana Ben berada hingga suara lelaki itu tepat berada di telinganya.
"Aku tidak bermaksud membangunkanmu."
Lena tersentak dan tubuhnya merespon dengan mengambil jarak sejauh mungkin. Kesadarannya pulih dengan mendadak hingga membuatnya pening. Ia menoleh bolak-balik antara tempat semula ia tidur—dekat pintu—dengan tempatnya terbangun—pundak Ben. Ia menolak memercayai bahwa ia bergerak terlalu banyak dalam tidur, tapi kenyataan itu begitu tak terbantahkan hingga membuatnya tak bisa mencari alasan yang lebih masuk akal.
"Maaf, aku—"
"Makanlah, sebelum kita sampai di istana." Ben nampak tak terganggu dengan apapun yang dilakukan Lena sebelumnya. Ia menatap ke arah luar jendela, ke lampu-lampu perkotaan yang membias di wajahnya yang bak malaikat.
"Terima kasih."
Lena terkejut mendengar suaranya karena terdengar seperti suara tikus terjepit, bahkan di telinganya sendiri.
"Aku tidak tahu kau vegetarian atau tidak, jadi aku membeli beberapa."
Lena meraih kantung Shake Shack dan mengambil SmokeShack, melahapnya bergantian dengan kentang goreng dan diet coke. Ben memperhatikannya makan seperti orang rakus, tapi tak berkata apa-apa.
Lena selesai menggigit potongan terakhir burger dan meminum diet coke-nya saat mobil berbelok memasuki pagar istana. Istana pada malam hari nampak berbeda dibanding siang hari. Saat siang hari, istana begitu angkuh dan kokoh. Namun saat malam, dengan pendar lampu dan cahaya yang keluar dari masing-masing jendela, membuat istana nampak begitu serius namun juga romantis. Ia tak pernah bosan memandang istana dari sudut manapun, menebak-nebak ruangan mana yang pernah ia masuki dari jendela-jendela yang menyala.
Mobil berhenti tepat di depan undakan tempat Felix menunggu saat mereka berangkat tadi pagi. Lena mengemas bekas makanan dan pakaiannya yang basah, saat Ben mengajukan permohonan di luar perkiraan Lena.
"Biarkan Felix mengurusnya. Kau temani aku bertemu mereka."
'Mereka' yang dimaksud Ben tentu adalah Ratu, Alex dan Rosalie. Meski mengetahui, Lena tak yakin apakah keinginan lelaki itu pantas dituruti.
"Aku rasa itu bukan ide bagus."
"Oh, itu benar-benar ide yang bagus, Lena." Ben memutar duduknya menghadap Lena. "Aku butuh kau disana agar aku punya cukup keberanian untuk mengucapkan selamat kepada Alex dan Rose."
Lena terkejut sekaligus bersyukur atas perubahan keputusan Ben. Bagaimanapun, Ben memang harus mundur dan membiarkan Alex dan Rosalie menggapai kebahagiaan mereka.
"Aku akan melepaskannya."
Kalimat itu begitu final. Dan meski Ben mengungkapkannya dengan tanpa ekspresi, Lena yakin jauh di dalam lubuk hati lelaki itu, ia hancur berkeping-keping.
"Kau baik-baik saja?" Lena menatap Ben yang memandangnya dengan tatapan kosong.
Ben mengangguk, "Mungkin aku harus menghabiskan beberapa tahun di luar negeri untuk melupakannya. Tapi, ya, pada akhirnya aku akan baik-baik saja, bukan begitu? Dia hanya orang yang sangat kusukai selama bertahun-tahun, ya kan?"
"Oh, Ben..."
Lena melihat mata Ben berkaca-kaca dan mau tak mau ia menghambur memeluk Ben. Ia teringat saat Greg terjatuh dari pohon di depan kamarnya karena ia bersikeras mengajak Lena bermain saat hujan, juga saat Greg mengalami mogok makan berkepanjangan lantaran putus dengan pacarnya. Kali ini, rasanya sama persis dengan saat-saat bersama Greg. Hanya saja, pria yang di hadapannya ini bukanlah pria jangkung berambut keriting dengan mata hijau, namun seorang pangeran berambut cokelat dengan rupa seperti Dewa Yunani.
![](https://img.wattpad.com/cover/335986660-288-k857292.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
the Troublemaker Prince
ChickLitPandemi Covid-19 membuat Lena Wyers harus berhenti bekerja sebagai waitress di salah satu restoran pizza. Satu-dua bulan, ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Padahal ia harus tetap membiayai biaya kesehatan ibudan biaya sekolah adiknya, Louisa. Se...