TWENTY SEVEN - Butterfly

178 20 6
                                    



Udah siap? ✌🏻


________________________________

Suara gelas berdenting memenuhi aula, membuat seluruh derak alat makan dan obrolan kompak berhenti. Raja dan Ratu berdiri dari meja bundarnya, sedangkan Alex dan Rosalie yang duduk di hadapannya tersenyum ke arah para tamu undangan.

"Ketika Irina dan aku bertemu tiga puluh lima tahun yang lalu, kami masih sangat muda dan naif. Dia sangat cantik dan merupakan atlet polo kebanggaan Norwind. Sebagai seorang lelaki, tentu aku tak ingin ada lelaki lain yang terpikir untuk mendekatinya jadi, 'kenapa tidak kunikahi saja?'"

Gemuruh tawa memenuhi aula.

"Tidak ada yang memperingatkanku pernikahan akan begitu berat, melelahkan dan pada satu titik—membosankan. Pada suatu hari aku terbangun dan menatap wajah istriku yang kelelahan karena Benjamin kecil terus merengek dan aku berpikir 'kemana perginya wanita cantik yang kunikahi dulu'. Itu adalah saat yang paling berat. Dunia kami berputar pada Alexander dan Benjamin. Cinta kami yang begitu besar kepada kedua malaikat kami, ternyata menggerus cinta kami sebagai suami istri." Raja Robert memandang istrinya sejenak, sebelum melanjutkan. "Tapi suatu hari aku sedang melakukan kunjungan ke Timur Tengah dan aku berada di pesawat kerajaan, bersama beberapa staf lain tapi entah kenapa saat itu aku merasa begitu... kesepian.

"Aku sadar aku membutuhkan Irina untuk membersamaiku setiap waktu. Aku membutuhkannya karena hanya dia yang mengerti betapa lelahnya aku menghadapi kehidupan ini. Aku membutuhkannya karena hanya dia yang dapat melihat kelebihan pada diriku, saat aku bahkan tak tahu akan menjadi Raja macam apa aku ini."

Raja menghadap ke arah Alex dan Rosalie.

"Untuk Pangeran Alex, cahaya pertama keluarga kami." Raja dan Ratu mengangkat gelas mereka, diikuti oleh seluruh tamu undangan yang turut mendoakan kedua calon pengantin. "Karena telah menemukan cintanya yang abadi, yang akan menemaninya dalam sehat dan sakit dalam membangun setiap asa. Kalian mendapatkan restuku. Semoga Tuhan memberkati kalian."

"Untuk kedua calon pengantin." seru Sang Raja.

"Untuk kedua calon pengantin."

Suara tamu undangan menggema di aula, kemudian diikuti dengan riuh tepuk tangan panjang.

Cassie menggamit lengan Lena, mengalihkan perhatiannya dari pidato Raja.

"Lena, bagaimana jika aku tampil begitu buruk?"

"Kau akan menakjubkan, Cassie. Kau sudah berlatih begitu keras selama ini."

"Tanganku dingin."

Lena meraih tangan Cassie yang sedingin es, menggosok-gosoknya dan menempelkan di lehernya, berulang-ulang hingga tangan Cassie kembali menghangat.

"Merasa lebih baik?"

Cassie mengangguk. Rona merah perlahan merayap ke pipinya.

"Bagaimana jika aku melakukan kesalahan?"

Lena menyingkir dari kursinya, berjongkok di hadapan Cassie, dengan tetap menggenggam tangannya. "Kau tidak akan menjadi hebat tanpa melakukan kesalahan, Cassie. Aku melihatmu latihan berkali-kali, dan aku melihat usahamu yang gigih untuk menampilkan yang terbaik. Saat seusiamu, aku hanya bisa merengek dan mengompol." Mereka berdua tertawa mendengarnya. "Bahkan jika kau melakukan kesalahan pun, aku akan tetap bertepuk tangan untukmu. Kau gadis hebat, Cassie. Aku sangat bangga padamu. Kami semua sangat bangga padamu."

Mata Cassie berbinar, ia nampak lebih bertekad dari sebelumnya. Dipeluknya Lena dengan erat.

"...dan putriku yang tercinta akan menampilkan sedikit keahlian baletnya untuk menghibur kita semua. Cassidy Anne Heimdall, cintaku, lantai dansa ini untukmu."

the Troublemaker PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang