Mrs. Carlson sangat puas dengan pencapaian Lena. Jadi dengan bangga ia menyudahi latihan ini beberapa menit setelah Ben keluar dari pintu ruang balet.
Lelaki itu pasti belum jauh, sehingga dengan kaki yang masih amat sangat nyeri, Lena berlari di lorong berusaha mengejar Ben. Dengan satu tangan memegang baju kerjanya yang terlipat, ia melepaskan heelsnya dengan tangan yang bebas.
"Ben, tunggu!"
Ben berhenti mendadak, kemudian berbalik dan mengamati Lena yang tengah bertelanjang kaki dan mengenakan pakaian yang membuat Ben pusing. Ia berjalan cepat menghampirinya dan dengan kedua tangan di bahu, menggiringnya ke samping lalu memaksanya masuk ke dalam lemari sapu yang sempit. Lampu pijar menyiratkan warna kekuningan saat Ben mendelik ke arahnya.
"Apa yang kaupikirkan? Berkeliaran di lorong berpakaian seperti itu?"
"Oh... aku..."
Lena tidak berfikir saat mengejar Ben namun ketika menyadarinya, ia tampak sangat malu.
Ben benar. Ini tidak sopan. Jadi ia memutuskan untuk mengenakan pakaian kerjanya yang sangat merepotkan di atas tanktop dan leggingnya.
Mengenakan pakaian kerjanya tidak begitu susah, karena ia telah mengalami yang lebih susah saat harus melepaskannya di mobil Ben beberapa minggu lalu. Tapi dengan Ben memperhatikan setiap gerak-gerik dan ruangan yang hampir tak menyisakan ruang gerak untuk mereka berdua, dia bahkan kesulitan mengaitkan kancing depannya.
Ben meraih kancing teratas dan membantunya. Gerakannya sangat tangkas dan tepat. Seolah ia terganggu dengan kelambatan Lena dan ingin segera menuntaskan situasi yang tidak nyaman ini.
"Alex bercerita apa saja padamu?" Ben akhirnya berkata saat tangannya selesai mengait kancing terakhir.
Awalnya Lena ingin menutup mulut. Namun Alex memang tidak pernah memintanya untuk merahasiakannya. Dan melakukannya kini seperti sebuah upaya pengkhianatan pada Ben.
Jadi Lena menceritakan segala hal yang diceritakan Alex pada malam itu. Ben mendengarkan dengan seksama, tanpa interupsi dan tanpa emosi apapun di raut mukanya.
Ben menghela nafas panjang saat Lena selesai, seolah Lena berusaha untuk memonopoli seluruh asupan oksigen di ruang sempit nan apak ini.
"Aku penasaran mengapa Alex menceritakan segala hal kepadamu. Itu tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba."
"Well, semua orang butuh teman, Ben. Tidak hanya kau dan Cassie."
"Sekarang bukan saatnya untuk bersikap sok pahlawan."
"Aku tidak sok pahlawan! Astaga, kupikir kau akan senang mendengar kabar ini."
"Lena, aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak memikirkan Rosalie belakangan ini. Bukankah itu yang kau inginkan?"
"Awalnya begitu, tapi..."
"Tapi kau menemukan kesempatan untuk bersama dengan Alex. Jadi kau menyingkirkan Rosalie, begitu?" Mata Ben berkilat dengan amarah, membuat bulu kuduk Lena meremang.
"Astaga, Ben! Tidak!"
"Maka bersumpahlah padaku tidak ada apapun yang terjadi antara kau dan Alex."
"Itu bukan urusanmu."
"ITU JELAS URUSANKU!"
Tidak hanya Lena, Ben juga terkejut dengan intonasi suaranya yang tiba-tiba meninggi. Mereka menoleh ke arah ventilasi lemari sapu, memastikan tidak ada yang melintas.
Ketika yakin tidak ada yang mendengarkan, Lena berpaling ke arah Ben. Nafas lelaki itu memburu, wajahnya nampak kusut. Ia pasti sedang memikirkan banyak hal, mau tidak mau Lena berasumsi. Dan mendadak ia merasa bersalah karena membuat Ben merasa demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
the Troublemaker Prince
ChickLitPandemi Covid-19 membuat Lena Wyers harus berhenti bekerja sebagai waitress di salah satu restoran pizza. Satu-dua bulan, ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Padahal ia harus tetap membiayai biaya kesehatan ibudan biaya sekolah adiknya, Louisa. Se...