NINE - Under Pressure

176 14 1
                                    

Ruang makan saat makan siang jauh lebih sepi dibanding sarapan, karena Ratu dan Alex biasanya memiliki agenda kerajaan yang harus dipenuhi, sehingga menyisakan Cassie seorang. Ruangan seukuran seperempat lapangan bola itu nampak lengang. Jendela-jendela lengkung panjang setinggi lima meter terpasang di satu sisi ruangan, menyinari lantai marmer dengan cahaya hangat musim semi. Alat makan berkelontangan, tidak lain berasal dari Cassie.

Ben masuk ke ruang makan tepat saat Cassie hendak menuju kelas balet.

"Disini kau rupanya." ujar Ben entah pada siapa.

Lena spontan membungkuk, yang dibalas Ben dengan, "Kau akan kemana?"

Cassie menoleh bolak-balik antara Lena dan Ben. "Ben, kau jangan nakal pada Lena." ujarnya memperingatkan.

"Aku tidak akan nakal padanya, Dik." jawab Ben sambil mengacak-acak rambut adiknya.

Cassie bersungut-sungut seraya berjalan ke arah cermin terdekat di ujung ruangan untuk merapikan penampilannya.

"Kau disini mendadak bisu atau bagaimana?"

Tercengang dengan pertanyaan Ben, Lena berbisik, "Aku tidak disini untuk menjawab keingintahuanmu."

"Masih galak dan tidak tahu sopan santun rupanya," Ben cengar-cengir, "Kau tampak menahan diri kemarin. Aku hampir salah mengenalimu."

Lena tidak menggubris, memfokuskan diri pada Cassie yang masih mematut diri di depan cermin.

"Kau sudah kenal Alex." itu bukan pertanyaan.

"Tentu saja."

"Dia baik sekali, kan. Lebih membela pengasuh sepertimu dibandingkan adiknya sendiri."

Badan Lena bagai tersengat listrik. Setiap kata yang keluar dari mulut Ben bagai penghinaan yang datang bertubi-tubi. Lena memang pengasuh, tapi cara Ben membandingkan dan raut mukanya yang penuh cela membuat Lena terbakar penuh emosi. Ia melotot ke arah Ben, bersiap memberikan serangan balasan ketika tangan mungil Cassie menggelayuti tangannya.

"Ayo, Lena. Aku hampir terlambat untuk kelas balet."

***

Lena berhenti bergumam dan menutup buku dongeng yang Cassie minta untuk dibacakan. Kepala bocah itu terkulai di lengannya, membuatnya kebas. Dengan perlahan ia menyingkirkan gumpalan rambut si putri dan membenarkan posisinya agar lebih nyaman. Setelah menarik selimut untuk melindungi tubuh mungilnya agar tidak kedinginan, Lena berjingkat-jingkat keluar ruangan.

Pintu ditutup dengan perlahan seakan setiap bunyi dapat membangunkan gadis kecil yang tengah tertidur di dalam.

"Mengendap-ngendap seperti tikus sepertinya memang menjadi keahlianmu ya."

Ben bersandar pada pintu seberang kamar Cassie, tangannya bersedekap dalam untaian jubah tidur. Lena menatapnya sekilas, sebelum kemudian membungkuk dan berjalan menjauh.

"Hei." seru pangeran.

Mudah sekali untuk merasa kesal dengan Ben. Tidak heran Ratu dibuat pusing tujuh keliling olehnya. Lena baru bertemu dengannya, tapi ia sudah cukup kewalahan dengan segala tindak tanduknya. Perkataannya tadi siang masih begitu membekas di hati Lena.

Ben menjajari langkah Lena, menarik lengannya hingga nyaris terjungkal.

"Jangan pergi ketika aku belum selesai bicara." geramnya.

"Apakah itu perintah, Yang Mulia?" tantang Lena tak kenal takut.

Ben menyeringai, "Sekali-kali kau memang perlu ikut kelas Mr. Burton, Nona."

the Troublemaker PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang