Lisa dan Jennie sampai di mansion setelah beberapa saat lamanya perjalan balik ke tempat tinggal mereka. Dara melihat semua itu. Bagaimana Lisa seperti sudah hilang akal terus memohon pada Jennie yang hanya meresponnya sesekali.
Dara hanya menggelengkan kepalanya. Dia sudah mempunyai firasat hal ini akan terjadi. Dan dia sudah tau jika Lisa, anaknya sendiri lah yang menjadi penyebab utama.
"Sebaiknya aku tidak ikut campur dan segera membantu Jennie mempersiapkan semua kebutuhannya sebelum berangkat lusa."
---
Kepala Jennie berdenyut. Dia segera mencari obat pereda sakit kepala. Saat ingin memakannya. Dia teringat jika sedang hamil dan tidak boleh mengkonsumsi obat sembarangan.
"Sayang... kamu masih marah?" Lisa duduk di bawah kaki Jennie. Tapi dirinya tidak perduli.
"Ambilkan aku air hangat Lisa. Kepala ku sakit." Lisa segera berdiri dan tersenyum. Dia langsung melaksanakan apa yang di perintahkan Jennie. Baginya jika Jennie sudah mau menyuruhnya, berarti kesalahannya sudah sedikit termaafkan.
"Ne sayang. Aku ambilkan. Tunggu sebentar." Lisa tersenyum-senyum sendiri sambil keluar dari kamar mereka. Jennie melihat Lisa yang seperti itu sebenarnya tidak tega. Tapi dia sudah terlanjur sakit hati dan tidak akan membatalkan apa yang sudah dia rencanakan.
Dia berencana menggunakan hari terakhir miliknya di Korea esok untuk pergi check up ke dokter kandungan bersama Lisa. Mau tidak mau dia harus berlaku baik-baik saja sekarang seperti tidak ada kejadian apapun di antara mereka.
Ceklek
"Sayang. Ini air hangat nya." Lisa tersenyum sambil menghampiri Jennie. Istrinya itu memaksakan diri untuk tersenyum agar Lisa merasa bahwa semua nya sudah lebih membaik dari sebelumnya.
"Thanks Lisa." Lisa tersenyum dengan menampakan garis giginya. Dia senang saat Jennie memberinya senyuman lagi.
"Sayang... maafkan aku. Aku janji sama kamu. Aku akan ikuti apa yang kamu mau. Kamu mau kita hanya berdua. Maka kita akan berdua. Kita akan membuat plan kedepannya. Di mulai dari besok. Kamu mau kita kemana? Aku akan ikut." Jennie menundukan kepalanya. Dia sebenarnya enggan untuk menjawab. Tapi dia harus berlagak seperti tidak ada kejadian.
"Besok aku mau check up baby kita. Ini sudah masuk bulan ke dua." Lisa tersenyum dan mengangguk. Dia mengusap lembut perut Jennie dan memberikannya kecupan.
"Baby nya daddy. Besok kita pergi bersama yah. Terus lusanya kita manjakan mommy. Trus esok nya lagi kita pergi berjalan-jalan. Kita akan ikuti kemana mommy pergi." Gumam Lisa yang berbicara pada perut Jennie.
Jennie hanya menatap Lisa dengan rasa sakit. Tapi dia terpaksa. Karena rasa kepercayaannya pada Lisa benar-benar hilang. Dia tidak tau harus percaya omongan Lisa yang mana sekarang. Dia pergi hanya untuk mempersiapkan hatinya kembali. Dengan menjadi seorang Jennie yang baru. Yang bisa lebih kuat dan tegar. Mandiri dan dapat membangun segalanya sendiri. Lalu membuat semua ada di dalam genggamannya, termasuk suaminya sendiri.