"Renjun?"
Renjun yang baru datang untuk menjemput sang mama dapat mendengar jelas suara ragu itu. Maka ia menoleh, untuk menemukan nyonya Na yang berdiri di luar super market dengan beberapa barang belanjaan di dekatnya.
"Benar ya?" Wajah nyonya Na terlihat sumringah begitu melihat kalau tebakannya akan sosok Renjun adalah benar.
Melihat hal itu, Renjun tersenyum juga. "Iya, apa baru selesai belanja?" Tanya Renjun.
Nyonya Na mengangguk membenarkan. "Sekarang tinggal menunggu Jaemin menjemput." Ujarnya memberitau.
Renjun mengangguk mengerti. "Aku juga kemari untuk menjemput mama."
"Oh? Mama mu juga sedang belanja disini?" Nyonya Na menatap Renjun.
"Iya." Jawab Renjun. Saat tiba-tiba ia kembali mendengar seseorang menyebut namanya, kali ini terdengar keantusiasan disana.
"Renjun?" Jaemin tak bisa menyembunyikan senyum senangnya karena lagi-lagi dipertemukan dengan Renjun.
Sementara Renjun hanya bisa tersenyum kecil begitu melihat keberadaan Jaemin, walau inginnya berdecak saat melihat Jaemin. Karena tak sopan kalau misal ia membuang muka dari Jaemin saat di hadapannya jelas-jelas ada mama Jaemin.
"Sebentar ya Jaemin, mama ingin bertemu dulu dengan mama Renjun." Nyonya Na berkata demikian saat Jaemin hendak meraih belanjaan sang mama.
Jaemin sebenarnya ingin mengajak Renjun berbicara, tapi tujuan utama ia kemari untuk mamanya bukan untuk Renjun.
"Eh?" Renjun bingung saat mendengar ucapan nyonya Na. Ada urusan apa mama Jaemin ini dengan mamanya.
Nyonya Na menatap putranya. "Ya? Mama sepertinya familiar dengan mama Renjun." Sejak melihat sekilas sosok mama dari Renjun di rumah sakit kala itu, nyonya Na penasaran karena merasa tak asing.
Renjun mengerjap saat ponselnya bergetar, ternyata mamanya menelpon.
"Maaf ya, aku harus menemui mama." Pamit Renjun setelah mendapat titah dari sang mama untuk membantunya membawa belanjaan.
"Nanti katakan mama Jaemin ingin bertemu ya? Sebentar juga tidak apa-apa." Nyonya Na mengatakannya pada Renjun yang hendak menemui mamanya.
"Iya." Jawab Renjun.
Setelah Renjun menemui sang mama dan mengatakan pesan nyonya Na, mamanya benar mau bertemu dengan nyonya Na. Dan ternyata kedua ibu itu saling kenal, karena sempat satu tempat kerja sebelum sama-sama menikah.
"Kita harus berbicara lebih lama lagi." Ujar nyonya Nam
Mama Renjun mengikuti ajakan mama Jaemin untuk duduk dulu di sebuah cafe tak jauh dari sana, sementara Renjun kebagian membereskan belanjaan ke dalam mobil.
"Aku bantu." Tiba-tiba Jaemin sudah membantunya mengangkat salah satu barang ke dalam mobilnya. Renjun tadi melihat belanjaan milik nyonya Na sudah tak ada sejak ia dan mamanya menemui mama Jaemin, sepertinya sudah Jaemin bereskan saat Renjun menemui mamanya.
Sehingga sekarang Jaemin benar-benar di sisinya, membantunya membereskan barang.
"Terimakasih." Ujar Renjun tanpa menoleh.
Jaemin mengangguk sebagai jawaban, walau Renjun tak menatapnya Jaemin tetap tersenyum. Kelewat senang bisa bersama Renjun kali ini.
"Kau suka kue yang aku kirim?" Jaemin bertanya mengenai beragam dessert yang sering ia kirim untuk Renjun.
"Aku tak memakannya." Renjun menjawab jujur, semua makanan dari Jaemin selalu berakhir di Ayden atau beberapa murid di tempat kursusnya.
"Kenapa?" Sebenarnya Jaemin tau alasan besar Renjun tak sudi menerima pemberiannya, tapi ia tetap menanyakannya.
Renjun menoleh pada Jaemin dengan senyum sarkas. "Kau pikir kenapa?"
Jaemin seolah ditampar akan segala sikap brengseknya sendiri pada Renjun. "Maaf Renjun." Ucapnya.
Helaan napas Renjun terdengar. "Berhenti meminta maaf di setiap pertemuan kita Jaemin, aku jadi merasa kalau disini aku yang jahat." Renjun merasa ia yang jahat karena tak juga memaafkan Jaemin, padahal jelas-jelas marahnya ia beralasan.
"Padahal jelas jelas kau yang jahat." Renjun mengucapkannya.
Jaemin membenarkan dalam hati, matanya menatao wajah Renjun. Kembali mencoba berbicara.
"Renjun, aku bisa mendapat maafmu bukan?" Tanya Jaemin.
Renjun menatap mata Jaemin lama, seolah mencari sesuatu. "Kau ini meminta maaf untuk apa?"
Mendengar sebuah permintaan maaf dari Jaemin entah kenapa membuatnya penasaran, apa Jaemin benar-benar sadar salahnya dimana? Karena terkadang ada orang-orang yang meminta maaf disaat tak tau kesalahannya. Ia takutnya Jaemin hanya melakukan permohonan maaf karena janggal dengan kepergian Renjun yang tiba-tiba dulu, tanpa sadar alasan sebenarnya Renjun pergi itu apa dan siapa.
"Untuk sifat brengsekku yang tak memperlakukanmu dengan baik—
"Justru karena kau baik." Potong Renjun saat Jaemin mencoba merinci kesalahannya. "Karena kebaikanmu tak setulus itu. Disitulah letak brengsekmu, Na Jaemin."
Jaemin dan Renjun saling menatap. Jaemin tak menyangkal ucapan Renjun soal kebrengsekannya. "Kalau aku memperlakukanmu dengan baik, kau tak akan pergi dan memutuskan tak berada di sekitarku lagi."
"Artinya aku tak bisa memperlakukanmu dengan baik saat dulu." Kata Jaemin.
Renjun menelan salivanya, pembicaraan mengenai masa lalu adalah hal berat menurutnya. "Apa yang membuatku marah adalah kenyataan kalau aku begitu percaya padamu saat itu, aku percaya dengan seluruh perasaanku kalau kau memang memiliki perasaan cinta juga untukku."
"Tapi ternyata semua hal yang kau berikan padaku saat itu, semua sikapmu saat itu hanya sebuah kebohongan." Renjun tersenyum masam.
"Aku terlalu bodoh sampai tak menyadari sifat aslimu tak sehangat apa yang aku lihat biasanya."
"Dan hari itu, dimana aku mendapati kenyataannya aku benar kecewa atas semuanya. Hari itu, aku mulai membencimu."
"Aku marah atas kebohongan yang kau berikan padaku, aku sedih menyadari perasaanku yang nyatanya hanya hal sepele di matamu."