"Maaf karena menjadikanmu taruhan saat itu." Jaemin rasanya lemas mendengar ungkapan Renjun soal sakit hatinya atas kelakuan Jaemin dulu.
Renjun menghela napas. "Baru beberapa menit yang lalu aku mengatakan padamu untuk berhenti meminta maaf."
"Tapi aku benar-benar merasa bersalah." Ujar Jaemin.
"Kau memang salah." Kata Renjun ketus. "Tapi aku tak mau mendengar kata maafmu. Semuanya sudah terjadi, aku sudah benci padamu. Ingatanku soalmu hanya tentang kau yang adalah sosok brengsek."
"Kata maaf tak serasi bersanding denganmu, di kepalaku bahkan hanya ada kata taruhan yang muncul saat melihatmu." Lanjut Renjun sambil menatap Jaemin yang terdiam.
Mata Renjun kemudian melirik ke arah cafe yang dimasuki mamanya dan mama Jaemin, tadi kefua wanita itu mengatakan agar Jaemin dan Renjun menyusul kalau selesai membereskan belanjaan milik mama Renjun. Tapi sekarang Renjun tak mau kesana. "Aku tak mau ikut ke dalam, kalau mama menanyakanku katakan aku menunggu di mobil."
Pembahasan soal kejadian yang lalu cukup membuat Renjun kehabisan tenaga, lemas rasanya setiap mengingat kalau dirinya hanya dijadikan taruhan. Kekecewaannya masih besar.
Jaemin tertegun melihat tatapan Renjun padanya, membuat rasa bersalahnya semakin besar. Matanya menyorot kecewa, langkahnya saat meninggalkan Jaemin untuk memasuki mobil mengingatkan Jaemin pada langkah Renjun saat meninggalkannya hari itu di ruang musik.
Langkah tenang yang justru meninggalkan rasa bersalah di hatinya.
Sementara itu Renjun yang sudah duduk di dalam mobil, melirik Jaemin lewat kaca spion. Dominan itu terlihat menuju cafe yang dimasuki mamanya tadi.
"Berhenti mengacau, Jaemin." Ujar Renjun pada pantulan sosok Jaemin di kaca. Renjun berbicara dengan pandangan serius, seolah Jaemin bisa mendengar itu.
Setelah semua perasaan yang saat itu Renjun miliki untuk Jaemin, lalu ia tau kalau itu hanya lelucon bagi Jaemin. Pikiran Renjun tak segan mengatakan untuk membencinya, hatinya memaksa semua rasa yang ia miliki untuk Jaemin agar hilang.
Tapi pertemuannya dengan Jaemin setelah beberapa tahun malah membuat sekarang dirinya kacau. Ia benar-benar tak bisa menelaah semua yang ia rasakan di hatinya, meski yang mendominasi tetaplah sebuah rasa kecewa.
Mendapat lagi kebaikan Jaemin, Renjun kembali dihadapkan pada degupan persis dulu sebelum tau sifat asli Jaemin. Tapi degupan itu hilang dengan cepat begitu ingat alasan kebaikan Jaemin hanya untuk menariknya dalam kecewa.
Melihat lagi tatapan tulus Jaemin saat tersenyum padanya Renjun kembali merasakan kehangatan yang menyentuh hatinya. Tapi detik berikutnya ia merasakan emosinya memuncak mengingat senyuman itu yang membawanya dalam kebodohan sampai percaya pada sikap manis Jaemin.
Tak lama kemudian, Renjun mengerjap saat mendengar ketukan di kaca mobilnya. Saat menoleh ia mendapati orang yang sedang ia pikirkan juga, Jaemin mengangkat tangannya memperlihatkan satu cup latte.
Renjun menurunkan kaca mobilnya, menatap Jaemin dengan pandangan bertanya tanpa mau mengeluarkan suara.
"Mama mu bilang, tunggu sebentar lagi. Ia menyuruhku memberikan ini untukmu, selagi kau menunggunya minumlah." Kata Jaemin sambil menyodorkan latte tersebut.
"Ini benar-benar darinya." Jaemin meyakinkan saat melihat Renjun hanya menatapnya ragu, mungkin Renjun berpikir ini bukan dari mamanya.
Akhirnya Renjun menerima itu. Sampai tiba-tiba Jaemin juga menyodorkan satu bingkisan lain yang sejak tadi di pegangnya. "Ini baru dariku, dimakan ya?"