Haechan bertanya-tanya atas hilangnya Renjun seperti yang Jaemin katakan, dan ia juga sulit menghubungi Renjun. Kemarin saja ia mendapati nomor Renjun aktif, hari ini anak itu kembali tak bisa dihubungi. Karena penasaran, Haechan memutuskan untuk pergi ke rumah Renjun. Mencari tau apa yang membuat Renjun menjauhi Jaemin lagi, apa pemicu pertengkaran mereka.
Dan begitu sampai di rumah Renjun, Haechan mengerutkan dahinya melihat Renjun yang melamun di kamarnya. Tadi nyonya Huang juga mengatakan untuk membantunya membujuk Renjun makan, karena sejak kemarin hanya makan sedikit. Dan lebih sering murung di kamar.
"Apa kau sakit?" Tanya Haechan sambil menghampiri Renjun yang duduk menatap halaman belakang rumahnya dari jendela kamar.
Renjun menoleh, melihat Haechan ingatannya terlempar saat kawannya itu sering bertanya padanya soal keputusannya memaafkan Jaemin itu adalah benar dan bukan karena didorong rasa cintanya saja?
Dan sekarang Renjun dapat jawaban dari itu, selama ini ternyata Renjun hanya menggunakan hatinya untuk memaafkan Jaemin. Tanpa berpikir ulang soal kemungkinan buruk yang bisa ia dapat.
Haechan juga sering memperingatkannya agar jangan sampai menyesal karena menerima Jaemin lagi di hidupnya. Dan sekarang ternyata benar, Renjun menyesali keputusan itu.
"Kenapa aku tak mendengar ucapanmu?" Renjun mengerang sedih pada Haechan yang langsung membalas pelukan lemah dari Renjun. Dari ucapan itu Haechan belum mengerti apapun, sampai ia mendengar Renjun kembali berbicara ditengah isakan pelannya.
"Jaemin melakukannya lagi, taruhan itu kenapa tidak selesai-selesai." Rintih Renjun dalam pelukannya.
Haechan membulatkan matanya, ia tak bisa langsung merespon ucapan Renjun dan hanya memberi usapan pelan pada punggungnya. "Aku- kehabisan kata-kata untuk memaki Jaemin."
Air mata Renjun terus mengalir, sedih rasanya mengingat ia ternyata tak pernah mendapat balasan cinta dari Jaemin.
Dan mengenai kesukarelaannya memberikan tubuhnya untuk dinikmati Jaemin, Renjun tak akan memberitau Haechan. Renjun tak mau semakin dipandang sebagai orang bodoh, karena malam itu ia hanya mencoba melakukan hal yang menurutnya bisa mempercepat terputusnya ikatan dengan Jaemin. Ia hanya berpikir cara untuk segera menjauhkan Jaemin darinya adalah dengan memberikan apa yang ia mau.
Haechan bingung ingin memberikan kalimat macam apa untuk Renjun yang sedang dalam keadaan seperti ini. Ia mungkin bisa sedikit merasakan kesedihan lewat pelukan erat Renjun diantara tangisannya. Ia juga bisa membayangkan bagaimana kecewa dan marahnya Renjun atas prilaku Jaemin. Tapi Haechan tak tau Renjun sekarang menginginkan apa untuk mengobati lukanya.
Suara ketukan pintu kamar Renjun membuat Haechan menoleh, baru saja ia hendak bertanya itu siapa. Suara diluar sana lebih dulu terdengar.
"Renjun, ini aku." Itu suara Jaemin.
"Aku kemari untuk meminta maaf-" Ucapan Jaemin tak begitu didengarkan oleh kedua irang yang berada di dalam kamar.
Haechan merasakan Renjun yang melepas pelukannya, maka ia menatapnya sambil bertanya. "Renjun, mama mu tau soal kalian?"
Renjun menggelengkan kepalanya. "Tidak." Itulah kenapa Jaemin masih dibolehkan masuk ke rumahnya.
"Kenapa tidak katakan saja pada mama mu?" Tanya Haechan sambil mengernyit risih karena Jaemin yang terus berbicara di luar sana. Sekarang rasanya kebencian Haechan pada Jaemin kembali muncul, dan bahkan tak suka hanya dengan mendengar suaranya saja. Apalagi Renjun, pikir Haechan.
"Nanti pertemanan mama dengan mama Jaemin malah jadi tak baik." Renjun tau bagaimana mamanya begitu senang atas pertemanan mereka.
Haechan berdecak. "Itu juga karena ulah anak dari keluarga Na sendiri."