17. Released

1.6K 218 29
                                    

Jaemin tengah berbicara dengan seorang pelanggan baru di restorannya, orang itu tengah bertanya bila ia pesan cathering untuk pesta. Saat Jaemin merasakan ponsel di saku celananya bergetar, ia melihat sekejap siapa yang menghubunginya. Nama Renjun yang tertera, dan senyum Jaemin sontak terulas di wajahnya. Ia meminta maaf pada pelanggannya itu untuk ia menjawab panggilan terlebih dahulu.

"Iya Renjun?" Jaemin senang karena akhir-akhir ini Renjun terlihat tak sedingin itu lagi, bahkan mulai berani menghubungi Jaemin terlebih dahulu.

Kemarin pun Renjun sempat mengalami masalah dengan mobilnya, hingga ia terjebak di tengah jalan tanpa bisa kemanapun dengan mobilnya. Dan Renjun ternyata menghubunginya untuk meminta bantuan, Jaemin merasa kalau Renjun mulai percaya lagi padanya. Dan bisa saja maafnya akan diterima dalam waktu dekat, lalu rasa bersalah Jaemin akan selesai ia rasakan.

📞 "Jaemin, apa kau sibuk hari ini?"

"Ada apa memangnya?" Tanya Jaemin, nanti setelah mendapat informasi ada apa Renjun menghubunginya baru Jaemin akan mempertimbangkan jawabannya.

📞 "Hari ini aku ada jadwal pergi ke teater untuk tampil mengisi drama musikalnya, aku ingin mengundangmu." Di akhir kalimatnya suara Renjun menyerupai bisikan, ia malu untuk mengatakan keinginannya mengundang Jaemin. Tapi sejak beberapa hari ini, Renjun kepikiran untuk mengundang Jaemin.

Mendengar hal itu, Jaemin mengangguk tanpa sadar. "Boleh, iya aku akan datang. Tapi mungkin akan telat, karena aku sekarang masih memiliki tamu."

📞 "Acaranya nanti malam, Jaemin." Ujar Renjun, ia sengaja memberitau sekarang agar tak terkesan mendadak.

"Ah, syukurlah. Iya, nanti aku akan datang." Kata Jaemin masih dengan senyum lebarnya, mendapat undangan dari Renjun untuk hadir di acara submisif itu agak membuatnya masih tak percaya. Tapi dengan ini juga Jaemin yakin kalau Renjun mulai memaafkannya.

"Mau berangkat bersama?" Jaemin menawarkan. Ia tau kalau mobil Renjun sudah baik-baik saja, tapi ia tetap ingin mencoba menawarkan hal ini siapa tau Renjun mau menerimanya.

📞 "Undanganmu pukul tujuh malam. Dan aku harus disana satu jam sebelumnya untuk persiapan, kau mungkin akan bosan kalau harus datang lebih awal dan menunggu acaranya dimulai."

Jaemin menggelengkan kepalanya rusuh, kalimat Renjun barusan menunjukkan sebuah kemauan untuk pergi bersamanya dan Jaemin tak mau menyia-nyiakan hal itu. "Tidak apa-apa, aku akan menjemputmu nanti kalau begitu ya."

📞 "Terimakasih Jaemin."

Sampai di gedung teater Jaemin sempat menawarkan untuk ke ruangan Renjun selagi menunggu acaranya di mulai, tapi Jaemin menolak ia akan menunggu di mobil saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sampai di gedung teater Jaemin sempat menawarkan untuk ke ruangan Renjun selagi menunggu acaranya di mulai, tapi Jaemin menolak ia akan menunggu di mobil saja. Perasaan Jaemin tak hentinya mendapat bahagia dengan sikap Renjun itu, ia sekarang seolah kembali menemui Renjun yang sama hangatnya seperti dulu. Membuatnya senang berteman dengan submisif itu.

Di beberapa menit sebelum di mulai, Jaemin sudah memasuki gedung dan duduk menanti penampilam dramanya. Selama pertunjukkan, Jaemin hanya menanti kemunculan Renjun. Memang tak banyak kemunculan Renjun dari drama itu, tapi Jaemin dapat melihat kemahiran Renjun dalam memainkan biola untuk yang kedua kalinya setelah tujuh tahun ia tak mendengar permainan itu.

"Bagaimana? Kau menikmati acaranya tidak?" Tanya Renjun begitu keduanya keluar dari gedung teater.

Jaemin mengangguk. "Aku menyukai tampilanmu."

"Aku hanya muncul beberapa kali." Renjun memang sebenarnya bukan pemain drama musikal, ia biasanya tampil di orchestra dengan teman-temannya. Tapi karena salah satu rekannya membutuhkan peran seorang violinist, Renjun tak keberatan membantunya.

"Tapi aku menyukainya, kau cocok dengan biola." Ujar Jaemin dengan senyum lembut.

Lalu tepat saat keduanya sudah didekat mobil Jaemin, Renjun hendak membuka pintu namun Jaemin menahannya. "Renjun, sebentar." Tangannya menahan lengan Renjun.

"Iya?"

"Maaf ya untuk sikapku dulu, aku benar-benar manusia brengsek yang menggunakan kesukaanmu sebagai alat untuk menarikmu dalam lubang jebakanku dan teman-temanku." Melihat permainan biola Renjun, Jaemin tersadar akan bagaimana jahatnya ia dulu sampai memanfaatkan kesukaan Renjun untuk taruhannya dengan teman-temannya.

"Maaf." Jaemin mengulang permintaan maafnya dengan suara yang lebih dalam, ingin memberi tau Renjun kalau ia sungguh tulus meminta maaf.

Renjun balas menatap tatapan Jaemin, mencari kebohongan disana. Tak ada. Tatapan Jaemin seolah meyakinkannya kalau ucapan maaf Jaemin benar adanya.

"Karena sikap brengsekku itu, aku menghilangkan senyummu." Rasanya masih segar diingatan Jaemin saat ciuman mereka terlepas dihari itu, senyum manis Renjun langsung lenyap. Dan Jaemin menyayangkan hal itu, pemandangan senyum Renjun lebih berharga dari taruhannya. Hal itu ia rasakan begitu Renjun pergi, dan sekarang ia harus susah payah ingin melihat senyum itu lagi.

Sekarang begitu ia mulai sering melihat senyum Renjun lagi, Jaemin bersyukur. Hatinya lega dapat senyum itu lagi dari Renjun.

Tangan Jaemin yang sejak tadi menahan lengan Renjun kini mengusapnya lembut. "Karena taruhan tak berguna itu, aku kehilangan orang yang menyenangkan."

"Aku kehilangan tawamu, aku juga kehilangan tatapan cantik ini." Jaemin menyentuh pelan ekor mata Renjun yang tengah menatapnya dengan binar cantiknya.

Lalu tangannya turun mengusap pipi lembut Renjun. "Aku kehilangan Huang Renjun." Ujarnya pelan.

Jaemin tak bohong kalau ia benar-benar kehilangan atas diri Renjun begitu ia menghilang dari kehidupannya, dan itu memperbesar rasa bersalahnya.

Renjun berdebar merasakan sentuhan kecil Jaemin pada wajahnya, ia juga hampir tak sanggup dengan tatapan Jaemin padanya. Tapi Renjun juga tak mau melewatkan satupun raut wajah Jaemin saat meminta maaf padanya.

Sementara Jaemin yang menunggu jawaban Renjun ikut tak tenang dengan diamnya Renjun saat ini. Ia ingin mendesak Renjun untuk membuka suara, tapi tak mungkin ia lakukan juga. Maka ia hanya bisa menunggu dengan tak tenang jawaban dari Renjun.

"Kalau kau benar tulus meminta maaf—" Renjun kembali terdiam setelah mengucapkan itu, ia bingung harus menjawab apa pada Jaemin.

"Aku maafkan." Pada akhirnya Renjun mengatakan itu, ia berpikir lama soal perasaan nyamannya lagi akan keberadaan Jaemin. Ini artinya ia sudah memaafkan Jaemin kan? Karena ia tak merasakan banyak kerisihan saat bertemu Jaemin seperti awal pertemuan mereka.

Apalagi beberapa minggu ia berinteraksi dengan Jaemin, ia benar-benar hanya mendapati sikap baik Jaemin saja. Tak ada hal menyebalkan yang ia dapat dari Jaemin lagi, Jaemin menepati janjinya untuk memperbaiki sikap padanya.

Dan ucapan permintaan maafnya juga barusan terdengar tulus.

Beberapa hari ini juga ia banyak melupakan kenyataan soal Jaemin yang pernah membohonginya. Renjun hanya merasa kalau ia tak perlu memikirkan itu lagi disaat Jaemin sudah menunjukkan rasa bersalahnya.

Setelah mendengar kalau Renjun memaafkannya, Jaemin tersenyum lebar. Ada perasaan lega yang memenuhi hatinya begitu Renjun langsung mengulas senyum juga setelah mengatakan itu. Apa yang Jaemin ingin dengar sejak lama akhirnya terwujud, rasa bersalahnya perlahan lepas.

Sekarang ia hanya perlu mengingat dengan jelas semua dampak yang ia dapat dari perbuatan brengseknya, agar ia tak mengulangi hal itu. Karena mendapat maaf Renjun bukanlah hal mudah, untuk melihat senyum tulus Renjun juga ia harus bersusah payah. Jaemin tak mau membuat kesalahan lagi pada Renjun.



Tapi ia tak sadar kalau ada hal penting yang ia lupakan. Hal yang bisa membawanya kembali pada kenelangsaan, seolah ia telah melakukan lagi kesalahan.


The Blue Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang