Mendengar ucapan penuh meyakinkan Jaemin tempo hari, Renjun mulai kepikiran. Apa Jaemin memang seingin itu meminta maaf padanya, padahal menurutnya Jaemin bisa saja melupakan kesalahannya sendiri dan tak pernah muncul lagi di hadapannya. Tapi bahkan Jaemin mau repot-repot pindah tempat tinggal dan beradaptasi dengan lingkungan baru demi maafnya yang diterima Renjun.
Ini agak diluar dugaan Renjun, tapi melihat cara Jaemin menjawab pertanyaannya saat itu begitu lugas, tanpa pikir panjang dan terkesan tulus. Entah Jaemin memang jujur, atau Renjun yang terlalu mudah percaya.
"Jaemin pindah kemari karenaku." Renjun mengatakan itu pada Haechan yang tengah berkunjung ke rumahnya.
"Kenapa karenamu? Ia menyadari kalau ternyata tak bisa jauh darimu?" Haechan rasanya ingin menertawakan Jaemin dengan keras, kalau sampai Jaemin mengatakan hal itu.
Renjun mengernyit mendengar ucapan Haechan. "Haechan, aku geli sendiri mendengarnya."
"Habisnya, kenapa alasannya harus kau segala."
"Aku tadinya berpikir karena bisnisnya yang mulai di sekitar sana.." Renjun mengatakan praduganya di awal.
Haechan memotong ucapannya. "Padahal bisnisnya yang lain juga setauku berjalan baik."
"Ucapanmu yang membuatku mulai percaya pada Jaemin kalau ia memang jujur dengan jawabannya saat itu." Padahal kemarin-kemarin Haechan sendiri yang mengatakan untuk tak usah percaya apapun yang diucapkan Jaemin.
Tapi sekarang dengan mendengar kalau bisnis Jaemin yang lain baik-baik saja tanpa harus membuka cabang baru, Renjun mulai percaya kalau alasan Jaemin kemari itu karenya.
Haechan pun sebenarnya bingung, di satu sisi ia tak menemukan alasan lain Jaemin kemari kalau bukan Renjun. Sisi lainnya ia juga tak mau mudah percaya pada Jaemin. "Renjun, aku jadi tak bisa mempercayai Jaemin semudah itu. Pemikiran buruk itu terus ada."
"Iya, sama." Jawab Renjun.
Tak lama kemudian ia mendapat pesan dari Jaemin kalau ia hendak kemari untuk mengantar barang dari nyonya Na untuk mama Renjun.
"Jaemin akan kemari." Kata Renjun pada Haechan.
Perhatian Haechan yang tadinya sempat terfokus pada ponselnya, kini menatap Renjun antusias. "Bagus, aku ingin melihat gelagatnya kali ini saat berhadapan denganmu." Ia ingin melihat apa Jaemin benar terlihat tulus pada Renjun atau sama saja seperti dulu.
Walau pun mungkin akan sulit karena Hechan tidak akan tau apa yang bisa saja disembunyikan Jaemin nantinya.
"Oh? Ada Haechan." Saat datang Jaemin tak menyangka ada Haechan, terakhir ia melihat keberadaan Haechan saat mereka masih kuliah dan Jaemin menanyakan Renjun tapi Haechan hanya menjawabnya dengan mengedikkan bahunya tak mau menjawab.
"Hmm. Ada apa kemari?" Tatapan malas Haechan persis terakhir kali Jaemin melihatnya.
Lagi pula Jaemin juga sadar alasan Haechan seperti itu karena sikapnya terhadap Renjun yang ikut mengecewakan Haechan juga. Bahkan dulu di awal-awal kepindahan Renjun, Haechan begitu sering memakinya mengatakan ia tak jauh berbeda dengan teman-temannya.
"Mamaku menyuruhku mengirim ini untuk mama Renjun." Jaemin menyimpan satu bingkisan di atas meja ruang tamu rumah Renjun.
"Mamaku sedang menjemput Ayden." Renjun memberitau Jaemin.
Jaemin mengangguk. "Iya tidak apa, mama juga bilang sudah memberitau mama mu."
"Kenapa tidak kirim dengan paket saja?" Tanya Renjun penasaran, karena menurutnya dari pada Jaemin harus meluangkan waktunya kemari bukankah lebih baik memakai jasa oranglain?