Saat itu Jaemin hanya tau kalau informasi soal Renjun dari teman-temannya saja, tanpa tau kalau mereka juga mendapatkannya dari Mark. Kalau saja Jaemin tau lebih awal ternyata Mark kekasih Haechan, ia akan memilih bertanya baik-baik pada Mark soal Renjun tanpa harus mengiyakan taruhannya hanya karena didesak rasa penasaran.
Sayangnya Jaemin baru tau kalau Mark kekasih Haechan saat ia bertemu kawan barunya itu ketika ia tengah mencari bangunan untuk dijadikan restoran baru miliknya di daerah yang dekat dengan rumah Renjun.
Mengenai taruhan ke duanya dengan teman-temannya itu, Jaemin benar-benar tak pernah menganggapnya. Ia sungguh melupakan itu saat ia telah bertemu kembali dengan Renjun, jadi semua yang ia katakan dan ia lakukan untuk Renjun memang nyata adanya dan bukan kebohongan semata.
Bahkan ia teringat atas taruhan tak sengaja itu dari Renjun yang menangis di malam itu, karena Jaemin benar-benar sudah lupa tadinya. Tapi karena Renjunlah ia ingat, kalau ia melakukan kesalahan diawal. Keberangkatannya menemui Renjun, diawali dengan persetujuan atas sebuah permainan. Walaupun itu tak Jaemin anggap, tapi tetap jadi pukulan sendiri untuknya saat Renjun mengetahuinya.
Maka begitu ia kembali kehilangan Renjun setelah kejadian malam itu, Jaemin keesokannya langsung menemui salah satu temannya yang dulu mengusulkan taruhan itu.
"Taruhan tentang Renjun aku tak mau melanjutkannya, ia kekasihku." Walau saat itu malam sebelumnya Jaemin baru saja diminta Renjun untuk tak menampakkan diri di hadapan Renjun. Jaemin tetap tak akan menganggap hubungan mereka berakhir, mereka tetaplah sepasang kekasih.
"Kau memainkan permainannya memakai hati sejak awal." Temannya tersenyum miring.
Jaemin tak peduli lagi. "Berhenti membahas lagi taruhan itu, aku akan mengaku kalah. Asal kalian tidak lagi menjadikan Renjun bahan taruhan, ia milikku."
"Aku akan transfer uang ganti ruginya, uang hasil tujuh tahun lalu aku juga akan kembalikan." Tukas Jaemin sebelum berlalu pergi.
Renjun menatap Jaemin, dari tadi ia memang tak beranjak dari tempatnya. Mendengarkan semua penjelasan Jaemin, tubuhnya seolah mengatakan padanya bahwa ia memang sejak awal mengharapkan sebuah penjelasan. Apalagi semalam ia juga mendengar cerita nyonya Na soal Jaemin yang katanya tulus mencintainya.
Sedikitnya, Renjun masih menyimpan harap ditengah rasa tidak percayanya pada Jaemin.
"Aku tak bermaksud menyanggupi taruhannya, aku saat itu mengiyakan menerima informasi tentangmu bukan mengiyakan taruhannya lagi." Jelas Jaemin.
"Dan kau pikir aku percaya?"
Jaemin mengangguk, tentu Renjun harus percaya. "Ya."
"Setelah sebelumnya aku sempat dibodohi?" Wajah Renjun menampilkan raut datar, tak ada emosi berarti di wajahnya.
Renjun sedang bingung. Antara menuruti lagi hatinya, tapi takut kembali dikecewakan. Takut ternyata ia tetap dipermainkan. Atau menuruti logikanya yang menolak percaya atas penjelasan Jaemin.
Jaemin mengusap wajahnya gusar. "Kalau begitu jangan membatalkan perjodohannya, Renjun. Tetap dengan rencana itu, lihat bagaimana aku serius atas rencana pernikahan kita kedepannya."
"Aku tak mungkin bermain dengan sebuah pernikahan." Ujar dominan itu, lagi pula kalau ia berani mempermainkan perjodohan mereka. Jaemin lebih dari manusia brengsek karena turut mempermainkan orangtuanya juga Renjun.
"Aku akan pulang." Renjun beranjak meninggalkan Jaemin.
"Aku antar." Jaemin berjalan di sisi Renjun.
"Tidak usah diantar." Tolak Renjun dengan ketus.
"Renjun, kalau kau tetap seperti ini bagaimana kau melihat kalau aku sungguh-sungguh mencintaimu? Semua afeksiku kau tolak tanpa ampun, lalu dari mana kau akan mulai mempercayaiku?" Jaemin sudah cukup muak mengikuti kemauan Renjun beberapa hari ini yang terus menghindarinya, kali ini ia tak akan mau mengalah.
Jaemin mau memberitau Renjun kalau ketulusannya itu memang ada.
Di dalam mobil, Jaemin melirik Renjun yang menolak berbicara padanya. "Aku sudah meminta maaf padamu, Renjun. Aku juga sudah menjelaskan semuanya, kenapa masih marah juga?"
Karena Renjun masih mencoba mencerna semuanya, mempertimbangkan kepercayaannya pada Jaemin yang tersisa sedikit ini harus diberikan lagi atau tidak.
"Aku lupa berterimakasih pada nyonya Na, sampaikan terimakasihku karena mau membiarkanku menginap semalam." Renjun mengatakannya sebelum turun dari mobil Jaemin.
Ia menolak membahas dulu soal hubungan mereka, tapi rasa marahnya pada Jaemin sedikit mulai hilang. Ketulusan Jaemin dapat Renjun lihat tadi, dan yang lebih membuatnya merasa kalau ia perlu memikirkan lagi keputusannnya kedepannya adalah tatapan putus asa Jaemin saat mencoba menjelaskan semuanya dengan baik pada Renjun. Seolah tak ingin ada yang tertinggal satu kata pun, seakan-akan ingin terus meyakinkannya kalau semua yang ia ucapkan bukan bualan belaka.
Renjun yang katanya susah didekati tetaplah sosok yang lemah jika itu tentang Jaemin, karena ia mulai goyah atas kemarahannya sendiri bahkan hanya dengan mendengar ucapan meyakinkan nyonya Na semalam kalau Jaemin benar mencintainya. Renjun ingin percaya itu.