"Renjun, sebenarnya ada apa dengan Jaemin? Sebelumnya kalian terlihat begitu dekat, tapi kenapa sekarang terlihat begitu berbeda." Mama Huang bertanya bingung, apalagi tadi anaknya menangis sambil menatap Jaemin saat diberitau perjodohan.
Tak mau menjawab, Renjun menatap mamanya. "Ma, perjodohannya batal, kan?" Renjun harap tadi nyonya Na menerima jawabannya, tapi ia belum tau kesepakatan antara kedua wanita itu. Jadi sekarang ia bertanya.
Mamanya menghela napas, tangannya mengusap bahu Renjun lembut. "Renjun.."
Dari tatapan itu, Renjun tau kalau mamanya hendak membujuknya. Sebelum mamanya mengatakan kalimat bujukan, Renjun mendahuluinya untuk menolak kembali rencana yang tak Renjun sukai itu.
"Tidak mau, ma."
"Kenapa tidak mau menikah, Renjun?" Nyonya Huang terkejut saat tadi mendengar ucapan Renjun soal tidak adanya keinginan untuk menikah.
Karena sebelum-sebelumnya ia memang tak pernah menyinggung hal apapun soal pernikahan pada Renjun, rasanya masa depan anaknya bisa ditentukan oleh Renjun sendiri. Tapi beberapa waktu belakangan ia tertarik mengikat Renjun dengan putra temannya, setelah temannya mengusulkan hal itu. Namun Renjun memiliki rencana lain untuk masa depannya sendiri? Nyonya Huang tak tau itu. Jadi ia terkejut.
Dan ternyata ia merasa cukup kecewa, karena ia tak bisa melihat putranya menikah dan memiliki pasangan yang mau menemaninya setiap saat. Ia tak bisa menyaksikan putranya mengikat janji pernikahan dengan orang yang mencintainya.
"Ma..." Sebenarnya Renjun hanya spontan saat mengatakan tak memiliki rencana menikah, tadi ia hanya mengatakannya begitu saja. Mungkin juga karena didorong rasa kecewanya yang masih besar atas cintanya yang seolah tak berharga, rasa marahnya juga saat mendengar ternyata yang hendak dijodohkan dengannya adalah manusia yang membuatnya kecewa.
"Mama dan ayah apa banyak melarangmu ini itu sebelumnya? Apa kami menekanmu banyak hal?" Suara mamanya terdengar lebih tegas dari sebelumnya yang begitu lemah lembut, dan Renjun menunduk seketika.
"Tidak." Renjun ingat betul Mama dan ayahnya tak pernah seperti itu, mereka mendukung semua yang Renjun inginkan.
Nyonya Huang menarik Renjun dalam pelukannya, seolah ingin memberitau pada Renjun kalau keinginannya tulus untuk bahagia Renjun. "Mama hanya ingin kau memiliki pasangan hidup yang baik, yang mencintaimu."
Mendengar ucapan mamanya, Renjun tersenyum miris dalam pelukan sang mama. Dadanya berdenyut ngilu. "Ma, tapi Jaemin tidak."
Jaemin tak mencintainya, Jaemin hanya mendekatinya dan mau dekat dengannya untuk sebuah taruhan saja. Jaemin tak akan jadi pasangan yang baik, karena apa yang ia berikan pada Renjun hanya kebohongan. Semua ucapan cintanya hanya kepura-puraan.
"Atas dasar apa kau mengatakan hal demikian, mama mendengar sendiri dari mama Jaemin bagaimana ia menyayangimu." Ujar mama Renjun sambil mengelus punggung Renjun.
Rasanya Renjun ingin tertawa, entah kenapa itu terdengar begitu lucu. Tawa yang membuatnya sampai ingin menangis, menangis karena kenyataannya bukan Jaemin yang menyayanginya tapi Renjun yang menyayangi Jaemin namun tak berbalas. Renjun hanya jatuh cinta sendirian.
"Jaemin bukan orang yang bisa berbohong pada mamanya, Renjun."
Renjun pikir berbicara dengan mamanya sekarang tak akan benar, ini tak akan jadi percakapan yang baik juga untuknya. Ini akan jauh lebih melelahkan bagi Renjun, jadi ia hanya diam tak mau menyahut.
Mendengar suara Renjun yang memanggil namanya dengan lemah lewat telpon, Haechan langsung menoleh pada pintu apartemennya. Karena bertepatan dengan suara bel berbunyi.
"Renjun, kau kemari?" Tanya Haechan lewat telpon, dengan tangannya yang membuka pintu.
Dan Renjun benar disana, menatapnya dengan mata yang menyorot lelah. Jejak air mata dapat Haechan lihat di wajah itu.
"Aku menginap disini ya?" Renjun mendatangi apartemen Haechan malam-malam
Tepat setelah tadi ia banyak berbicara dengan mamanya, lebih tepatnya mama yang memaksanya menerima perjodohan dengan Jaemin. Renjun banyak menangis, tak suka akan permintaan mamanya yang begitu sulit. Jadi sekarang Renjun sedang ada di titik tak mau bertemu dulu dengan mamanya, ia agak kesal.
"Masuk, Renjun." Haechan segera menarik Renjun masuk.
Sebenarnya sudah beberapa hari ini Haechan tak berani menghubhngi Renjun, ia masih memikirkan soal kekasihnya yang tanpa disadari memang menjadi pembuka jalan bagi Jaemin untuk menemui Renjun.
Apalagi dengan akhir Renjun yang jadi seperti sekarang, Haechan merasa menyesal sebagai kekasih Mark. Renjun terlihat begitu kacau.
"Mama ingin menjodohkanku dengan Jaemin." Mendengar ini, Haechan pikir Renjun lebih dari kacau.
"Dari tadi mama terus membujukku agar mau dengan Jaemin, tapi aku tidak mau." Bisik Renjun, ia seolah tak memiliki tenaga untuk sekedar mengeluarkan suara juga.
Membayangkan kalau ia di posisi Renjun. Membuka hatinya untuk orang yang ternyata malah hanya mempermainkannya, mencoba melupakan perasaannya dengan susah payah. Tiba-tiba, orang itu datang lagi membawa maaf yang seolah nyata. Lalu dengan luas hati Renjun memaafkan orang brengsek itu. Kembali mencoba mencintai sosok itu, memberikan semua tulusnya kasih sayang yang dimilikinya. Tapi kenyataan membawa Renjun pada air mata lagi. Lukanya kembali dibuat terbuka. Cintanya seolah dijadikan bahan tertawaan.
Kemudian orangtuanya justru hendak memberikan Renjun pada si pemberi luka itu? Haechan meringis sedih, pantas Renjun terlihat begitu tak berdaya. Usahanya untuk lepas dari Jaemin tak juga terlaksana.
Renjun benar atas ucapannya sendiri, Renjun dan Jaemin adalah takdir.
Takdir yang buruk.