13. New interactions

2K 249 10
                                    

Beberapa hari berlalu Renjun benar-benar tak mendapat kiriman lagi hadiah dari Jaemin, ia juga tak melihat keberadaan dominan itu seperti awal-awal ia meminta maaf padanya. Sampai Renjun mengira mungkin Jaemin sudah kembali ke rumahnya, sementara kemarin-kemarin hanya kebetulan ada disekitar tempat tinggal Renjun.

Hingga sore itu Renjun baru keluar dari rumah Esther setelah mengajar adiknya bermain biola dasar. Tiba-tiba ia mendapati sebuah mobil yang tadinya melaju, kini mundur untuk mendekatinya.

"Kau dari mana Renjun?" Jaemin menatap Renjun yang masih berdiri di samping mobilnya.

"Aku baru kembali dari mengajar seseorang bermain biola." Jawab Renjun sambil menunjuk rumah di belakangnya.

Jaemin mengangguk mengerti. Renjun yang heran juga melihat keberadaan Jaemin kini bertanya balik. "Kau sendiri kenapa ada disini Jaemin?"

"Aku baru saja dari restoran, dan hendak pulang. Rumahku tak jauh dari sini."

Dahi Renjun berkerut bingung. "Rumah? Kau pindah?"

"Ya. Bisnisku ada di sekitar sini, tak mungkin aku bolak balik dengan jarak yang cukup jauh." Jawab Jaemin.

"Tapi mama ku bilang nyonya Na kembali ke rumahnya, aku pikir denganmu." Apalagi dengan tidak adanya tanda-tanda Jaemin di sekitarnya, Renjun benar-benar berpikir Jaemin sudah pulang dengan mamanya.

Jaemin mengangguk membenarkan. "Mama pulang sendiri, aku juga pulang sendiri ke rumahku."

"Kau membawa mobil?" Tanya Jaemin kemudian.

"Iya." Renjun mengangguk, sambil menunjuk mobilnya.

"Kukira tidak, kalau tidak aku bisa memberimu tumpangan untuk pulang." Jaemin tersenyum masam begitu sadar kalau dulu pun Renjun begitu sulit ia ajak pulang bersama.

Renjun tersenyum kecil. "Aku tidak akan langsung pulang karena ada perlu setelah ini, terimakasih tawarannya." Ia sekarang merasa kalau sikapnya dengan Jaemin terasa lebih wajar, seperti bagaimana teman yang bertemu tak sengaja di perjalanan.

"Baiklah, aku pergi duluan." Jaemin kembali melajukan mobilnya setelah melihat Renjun pun hendak pulang.

Meskipun Jaemin masih asing akan interaksi mereka saat ini, karena demi Tuhan ini aneh mengingat sebelumnya mereka pernah begitu dekat. Tapi sekarang Jaemin memiliki rasa segan pada Renjun, ia merasakan sendiri tembok yang Renjun buat antara mereka.

Tapi Jaemin merasa lebih baik karena Renjun tak lagi menatapnya penuh kebencian ataupun menghindarinya,  Renjun tak lagi hanya mendiamkannya saat berbicara dan mulai menjawab dengan sewajarnya. Jaemin tau kalau semua itu Renjun lakukan tanpa melupakan sikap Jaemin padanya dulu, buktinya Jaemin masih bisa menangkap tatapan ragu Renjun padanya. Seolah Jaemin bisa menipunya kapan saja.

Dengan Renjun yang mau menerima usulnya untuk memulai hubungan mereka dari awal, Jaemim cukup senang atas hal itu. Karena artinya Renjun tak benar-benar menutup celah untuk ia bisa mendapat maaf dari Renjun, Jaemin akan sebisa mungkin berusaha mendengar sendiri kalau Renjun telah memaafkannya. Kapanpun itu, yang penting Renjun mau memaafkannya.

Jaemin sungguh-sungguh dengan semua keinginannya untuk dimaafkan oleh Renjun.

Renjun mengunjungi sebuah apartemen malam itu, temannya mengatakan untuk Renjun kemari setelah cukup lama mereka tak bertemu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun mengunjungi sebuah apartemen malam itu, temannya mengatakan untuk Renjun kemari setelah cukup lama mereka tak bertemu.

"Sumringah sekali." Kata Renjun sambil duduk di sofa yang terletak di dekat meja makan.

Pemilik apartemen itu mengangguk dengan wajah penuh kebahagiaan itu. "Tentu saja, kak Mark memutuskan akan pindah kemari dari Kanada."

Haechan kemudian memekik senang sambil memeluk lengan Renjun. "Akhirnya aku tak perlu menjalani lagi hubungan jarak jauh dengannya."

"Hampir dua tahun ini kau menjalani hubungan jarak jauh dan kalian baik-baik saja." Renjun tau betul bagaimana kekasih Haechan yang masih sering juga mengunjunginya walaupun hanya sebentar.

"Kan berbeda, biasanya aku hanya mendapat waktu sebentar untuk kencan dengannya dan kali ini aku bisa seenaknya minta bertemu kapanpun."

Renjun mendengus geli melihat kebahagiaan Haechan yang terlihat jelas dari cara bicaranya yang bersemangat. "Tetap saja kau tak bisa seenaknya, Haechan. Ia juga pasti memiliki kesibukan sendiri, ada waktunya sendiri untuk meladeni kemauanmu."

"Iya tau, tetap saja rasanya berbeda setelah ia pindah." Jawab Haechan.

Mengenai kepindahan, Renjun teringat Jaemin yang tadi sore mengatakan kalau ia pindah. Entah sejak kapan juga dominan itu pindah, Renjun lupa menanyakannya.

"Aku baru tau kalau Jaemin membuka bisnis restoran." Ujar Renjun saat keduanya tengah menikmati cemilan milik Haechan.

Haechan yang tengah memindah-mindahkan saluran televisi menoleh seketika. "Kau bertemu Jaemin?"

Renjun mengangguk. "Ia juga pindah, lebih dekat denganku dan berada di sekitarku." Mungkin ke depannya Renjun tak akan aneh lagi saat tak sengaja menemukan keberadaan Jaemin lebih sering lagi, saat Jaemin seolah memang berkeliaran di sekitarnya.

"Yang benar saja." Haechan berdecak tak percaya, tapi kemudian ia langsung menatap Renjun serius.

"Kau sudah benar-benar benci padanya kan? Jangan sampai kau masih mencintainya, Renjun." Haechan berujar khawatir, karena bagaimanapun ia yang tau bagaimana kecewa dan sedihnya Renjun hari itu disaat tau kalau ia hanya dijadikan bahan taruhan oleh orang yang dicintainya.

Haechan takut Renjun belum sepenuhnya menghilangkan perasaan itu untuk Jaemin, dan malah berakhir jatuh lagi pada tempat yang sama.

"Renjun tolong jangan mudah menerima keberadaannya lagi, atau kau akan jatuh lagi padanya. Kau tau sendiri ia seperti apa dulu."

"Tidak, aku juga tak mau mengulang kekecewaanku." Jawab Renjun tegas.

Anggukan Haechan berikan sebagai persetujuan atas ucapan Renjun barusan, Haechan tau betul tentang kejadian Jaemin yang selama sekolah mendekati Renjun itu hanya untuk sebuah taruhan. Haechan nyaris tak percaya mendengarnya, mengingat dulu ia bahkan sempat mengatakan kalau Jaemin terlihat tak cocok berteman dengan kawan-kawannya saat itu. Karena Haechan berpikir kalau Jaemin tak sebrengsek orang-orang disekitarnya.

Tapi hari itu...

Haechan yang mendengar getaran ponsel Renjun yang berada di tasnya dengan nama ayah Renjun yang tertera di layar. Haechan bingung harus bagaimana, takutnya ayah Renjun ternyata sudah menjemputnya. Dan Haechan yang tak seberani itu menjawab panggilan ayah Renjun dengan tanpa persetujuan, memilih menyusul saja keberadaan Renjun yang tadi mengatakan akan ke ruang musik.

Haechan mengernyit begitu melihat lewat jendela ruang musik ia melihat Renjun dan Jaemin yang berdiri berhadapan dengan ketegangan yang tak biasanya ia lihat antara kedua orang itu.

"Biasanya kau tak pernah mau ikut taruhan, tapi untuk Huang Renjun kau mau." Walau samar, tapi Haechan tetap bisa mendengarnya karena di sekitarnya sudah sepi mengingat sudah jam pulang sekolah.

Sosok Renjun yang keluar dengan raut terluka dan langkah gontai membuat Haechan juga semakin yakin dengan apa yang ia dengar adalah benar adanya. Pendengarannya tak salah.

"Renjun,," Haechan bingung ingin mengatakan apa, disaat Renjun berjalan menuju kelas.

Ingin membahas soal taruhan yang ia dengar tadi, tapi rasanya tak tepat mengingat Renjun yang terlihat sekali kecewa atas hal itu. Bagaimana tidak sedih, Haechan tau Renjun yang cukup sulit jatuh cinta tiba-tiba tak risih berdekatan dengan seseorang bahkan sampai membuatnya banyak tersenyum. Tapi ternyata sosok yang berhasil meluluhkan hati Renjun justru orang yang tak tulus.

"Ayahmu menelpon, Renjun." Akhirnya Haechan lebih memilih mengatakan itu.

"Iya, terimakasih." Suara lemah Renjun membuat Haechan meringis.

Semenjak hari itu ia tau kalau Jaemin dan teman-temannya itu memang cocok bersama, mereka sama-sama brengsek dengan segala tingkah mereka.

The Blue Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang