32. Fault

1.7K 200 17
                                    

Jaemin langsung menuju rumah sang mama setelah mengetahui kalau Renjun berada disana, begitu sampai ia disambut tatapan datar mamanya.

"Ma, dulu iya aku melakukan taruhannya. Tapi aku menyesal, aku pindah kemari juga untuk meminta maaf pada Renjun. Alasan kepindahanku kemari itu untuk Renjun, untuk meminta maaf."

Mama Na kini menatapnya kecewa. "Kau mengulang kesalahan itu Jaemin."

"Aku hanya asal mengiyakan saat itu.." Dan Jaemin mulai menjelaskan segalanya pada sang mama.

"Tapi Renjun meminta pembatalan, ia tak mau menikah denganmu yang sudah dua kali memberinya sakit."

Jaemin panik mendengar ucapan sang mama. "Kau akan membatalkannya, ma?" Ia harap tidak.

"Hari ini jelaskan pada Renjun, dan lihat sendiri responnya. Kalau ia tetap ingin pembatalan mama akan mengabulkannya, berarti ia benar-benar sudah tak percaya lagi padamu."

Hati Jaemin mencelos mendengar itu, tapi ia juga membenarkan ucapan sang mama soal ketidak percayaan Renjun padanya. Sudah jelas sekali sekarang Renjun hanya akan menganggap semua yang Jaemin berikan padanya hanya bagian dari taruhan.

Jaemin menyesali semua kelakuan nakalnya dulu yang selalu membuat sebuah taruhan dengan teman-temannya, karena sekarang ia mendapat hukumannya sendiri.

Suara langkah seseorang membuat Jaemin menoleh, mendapati Renjun yang bahkan tak meliriknya sama sekali. Ia hanya berjalan pada mamanya untuk berpamitan.

"Renjun, biar aku antar pulang. Tapi dengar dulu." Jaemin menyusul langkah Renjun keluar rumah, tapi Renjun seolah tak mendengarnya.

Karena kesal, Jaemin dengan cepat meraih bahu Renjun untuk menariknya agar menghadap Jaemin. "Renjun, dengarkan dulu." Kata Jaemin penuh penekanan.

"Aku tidak mau." Tolak Renjun.

Jaemin menatap Renjun dalam. "Karena kau yang terus menolak berbicara dan mendengarku, permasalahan kita tak selesai-selesai Renjun."

"Permasalahannya tak akan selesai kalau kau masih dengan taruhan itu, Jaemin. Kalau kau tak mengulang lagi taruhan itu, permasalahan kita selesai saat aku mengatakan sudah memaafkanmu dulu." Ujar Renjun penuh emosi.

Mendengar nada bicara Jaemin yang seolah memojokkannya, mengatakan kalau ia yang jadi penyebab konflik mereka tak selesai-selesai membuat Renjun tak terima. Ia hanya melakukan hal yang bisa membuatnya terhindar lagi dari kekecewaan. Salah satunya menjauhi Jaemin.

"Aku sudah bilang, taruhannya selesai tujuh tahun lalu." Suara Jaemin agak meninggi, ia terpancing juga melihat tatapan marah Renjun.

Demi Tuhan, beberapa hari ini ia terus mengejar Renjun untuk meminta maaf, untuk menjelaskan kebenarannya. Tapi Renjun terus menghindarinya, dan hanya bisa menunjuknya sebagai orang brengsek tanpa mau mendengarnya sedikitpun. Jaemin juga ada lelahnya, karena ia merasa kalau kesalahannya sekarang bukanlah kemauannya sendiri.

"Lalu yang kemarin apa? Aku mendengar sendiri teman-temanmu membicarakanku, suara mereka lantang aku tak mungkin salah dengar." Renjun nyaris berteriak frustasi, tapi ia tahan karena sadar ini di rumah orang lain.

"Iya, makanya dengarkan! Kau akan tau semuanya, dan tak terus-terusan menganggap dirimu sendiri itu hanya bahan taruhan." Ujar Jaemin dengan suara yang cukup keras, namun beberapa saat kemudian ia menghela napasnya. Menatap Renjun lebih lembut.

"Aku tak berniat menjadikanmu bahan taruhan, aku mencintaimu itu kenyataan. Taruhannya aku iyakan tanpa sadar dan tanpa pikir panjang saat itu, karena aku ingin segera tau keberadaanmu."

"Jaemin, kau masih ingat Renjun?"

Mendengar nama orang yang jelas-jelas sampai saat ini masih dicarinya, membuatnya menoleh. Mengabaikan minuman yang tadinya hendak ia tegak.

"Kau masih tertarik tidak? Aku tau tempat tinggalnya sekarang."

Jaemin menegakkan duduknya. "Dimana? Katakan."

"Mau taruhan lagi? Kalau sudah bertemu dengannya, dapatkan lebih dari ciuman dulu. Nanti—

"Iya, sekarang cepat katakan dimana rumahnya?" Jaemin yang selalu menyempatkan diri mencari keberadaan Renjun, tapi tak pernah ketemu sekarang jelas antusias begitu mendengar temannya menawarkan informasi itu.

Sampai-sampai ia tak mencerna dengan benar semua ucapan kawannya itu.

Dan disinilah kesalahan Jaemin.

"Alamat rumahnya aku tak tau, tapi daerahnya aku tau. Dan menurut yang kudengar ia mengajar les biola, mudah menemukan tempat itu karena hanya ada beberapa di daerah itu."

Jaemin mengangguk. "Berikan informasinya."

"Okay, batas waktu taruhannya nanti aku beritau lewat pesan." Dan setelah itu teman Jaemin memberitaukan keberadaan Renjun padanya.

Keesokan harinya Jaemin segera pergi kesana, mencari beberapa tempat kursus biola. Sampai akhirnya menemukan Renjun.

Rasa lega langsung Jaemin rasakan begitu bisa melihat lagi sosok manis itu, meskipun ia disambut tatapan marah pun Jaemin tak apa-apa.

Sampai akhirnya ia memutuskan untuk ikut pindah saja ke daerah itu, agar ia lebih dekat dengan Renjun juga memudahkannya untuk mengupayakan mendapat maaf dari Renjun.



Sampai akhirnya ia memutuskan untuk ikut pindah saja ke daerah itu, agar ia lebih dekat dengan Renjun juga memudahkannya untuk mengupayakan mendapat maaf dari Renjun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


_______

Inimah bukan Jaemin yang bingung buat ngasih penjelasan ke Renjun, tapi aku yang bingung karena
takut  apa yang aku maksud gak tersampaikan dengan baik ke kalian. 😭

Semoga nangkep kolerasi antara Mark sama Jaemin, kalo gak ngerti boleh bilang. Nanti biar part selanjutnya aku usahakan untuk kasih tau lebih jelas.

The Blue Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang