"Laura kenapa ya, pipinya kok merah apa dia sakit?" "Nanti aja gue tanya." Andrean lalu melanjutkan pekerjaanya.
Laura sama sekali tidak fokus saat melakukan pekerjaan, fikiranya melayang pada Andrean. "Gue kenapa sih?" Laura menepuk pipinya yang masih terasa hangat.
"Ternyata Andrean lebih tampan dari dekat." batinya. Bagaimana Laura tidak gugup saat cowok setampan Andrean menatapnya dengan tatapan teduh, membuat jantungnya berdegup cepat.
"Ra, lo kenapa sih?" tanya salah satu teman-nya. "I-itu g-gue.." "Karena Andrean?"
"Gak," jawabnya cepat lalu ia melangkah pergi hendak mengambil barang karena shift kerjanya sudah berakhir.
"Mau kemana?" Laura menatap Andrean yang menghalangi pintu dengan tanganya, "Bisa minggir gak?" Andrean tak menggubris.
"Lo belum jawab-" " Arghh.." erangnya pelan saat Laura memukul perutnya dan tanpa dosa cewek itu mengambil tasnya lalu pergi.
"Ra tunggu," Laura menatap Andrean. "Apa lagi?" "Tunggu gue didepan." Laura memutar bola mata malas lalu benar-benar pergi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Laura mulai sebal menunggu Andrean di taman depan kafe, 20 menit sudah berlalu tapi cowok itu tak kunjung datang. "Ish.. kemana tuh cowok,bkalau gak ganteng gue pukul," omelnya.