25| Re Kuat Demi Varo

607 29 30
                                    

Seorang cowok meringkuk diatas tempat tidurnya sembari meremat perutnya dengan kuat, keringat mengalir dari tubuhnya serta wajahnya semakin memucat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang cowok meringkuk diatas tempat tidurnya sembari meremat perutnya dengan kuat, keringat mengalir dari tubuhnya serta wajahnya semakin memucat.

"Arghhh.."

Perlahan Andrean bangkit namun tangannya tak beralih dari perutnya. "Mama... sakit..." air mata Andrean sampai menetes karena tidak kuat.

Andrean dengan tiba-tiba membekam mulutnya dan bergegas berlari menuju toilet, saat merasakan sesuatu memberontak ingin keluar dari tenggorokanya.

"Awshhh... cukup tuhan... sakit..." tangan Andrean yang mencengkram erat sisi wastafel sampai gemetar, namun gejolak mual itu tak juga mereda . Meskipun tak ada yang ia muntahkan, belum lagi sakit di punggungnya terasa seperti terbakar.

"Tuhan cukup... A-atas kasih sayangnya.." desis Andrean, tanganya tergerak menyalakan kran air untuk membasuh mukanya. Senyum getir terukir di bibirnya yang pucat saat menatap pantulan dirinya di cermin.

"Lo gak boleh sakit Re, lo harus kuat.." meski begitu tak bisa dipungkiri bahwa Andrean sedang tidak baik-baik saja.

"Alvaro butuh lo, lo gak boleh sakit."

Setelah dirasa lebih baik Andrean segera kembali kekamar, tanganya mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Matanya memincing menatap salah satu pesan.

Om Hendra:
"Hasil tesnya sudah bisa diambil Andrean."

Helaan nafas berat terdengar, jantung cowok itu berdegup cepat takut akan hasil tesnya sendiri.

Me:
"Iya Om."
"Re ambil malam ya."
"Re lagi sibuk."

Tepat sedetik setelah pesan itu terkirim pintu kamarnya diketuk oleh seseorang, seorang wanita paruh baya masuk kekamar Andrean sembari membawa sebuah paper bag.

"Eh.. Bibi, maaf gak kedenger." Andrean berucap gugup sembari menyimpan ponselnya. Wanita paruh baya itu menatap intens kearah Andrean, tanganya tergerak menyentuh pipi Andrean yang pucat.

"Aden sakit? Kok pucat?" dengan segera Andrean meraih tangan Bi Ida lalu mengecupnya. Andrean sudah menganggap wanita itu seperti ibu kandungnya sendiri.

"Enggak kok Bi, cuman kecapean." mata Andrean terkunci pada paper bag yang ada di tangan Bi Ida.

"Hemm.. apaan nih buat Andrean ya Bi?" Bi Ida terkekeh pelan saat Andrean mengetuk pelan paper bag itu, ia tau Andrean berusaha mengalihlan pembicaraan. "Iya, ini dari Tuan, katanya buat nanti malam."

Andrean menghela nafas pelan, perlahan senyumnya luntur. Tangan wanita paruh baya itu tergerak mengusap pipi Andrean. "Kalau Aden sakit jangan sekolah. Istirahat di rumah."

Cowok itu hanya diam, dengan tiba-tiba ia memeluk Bi Ida dengan sangat erat. Cowok itu butuh ketenangan meski sebentar saja. "Bi... izin peluk ya.."

I'm Your Brother ✔| PROSES NASKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang