Raymond baru saja menuang kopi dari coffee maker dan berjalan ke ruang makan sementara Ranum baru saja selesai menyuapi Raina dan kini gadis kecil itu tengah dimandikan oleh babysisternya.
"Lagi ngga mood?" Tanya Ranum sembari mengoleskan selai kacang ke roti gandum yang ada di tangannya.
"Biasa aja." Jawab Raymond. Dia menarik bangku dan duduk di hadapan isterinya itu, lalu mulai membuka koran dan fokus pada koran ditangannya.
"Aku mau ngomong sebentar." Kata Ranum sembari menyodorkan piring kecil berisi roti selai kacang kesukaan Raymond untuk sarapan pagi.
"Kalau soal semalem, jangan sekarang." Raymond membalik koran ditangannya.
"Bukan." jawab Ranum,
Raymond melipat koran itu dan meletakannya di sisi kanan cangkir kopinya. "Soal apa?" Tanyanya sembari menatap Ranum.
"Hari ini aku mau ketemuan sama Hans." kata Ranum.
Alis Raymond berkerut, "Hans temen kuliah kamu dulu?" Tanya Ray.
"Iya, dia yang nawarin aku posisi di rumahsakit itu." Jawab Ranum.
Alis Raymond terangkat seketika, meski hanya sekilas, "Mau ngapain ketemuan?" Pertanyaan dengan nada interogatif dan beraroma kecemburuan jelas terbersit dari cara Raymond bertanya.
"Ya cuma ketemu aja, lagian kita teman lama dan dia ngajak ketemuan. Nggak ada yang spesial." Jawab Ranum. "Kamu kan suamiku, aku perlu ngasih tau kamu kemana aku mau pergi dan dengan siapa aku ketemu." Ranum menatap Raymon, "Bukannya kita sepakat soal ini ya?" Ranum balik bertanya.
"Ok." Raymond tampak menjawab singkat tanpa menatap mata isterinya. Meski sedikit jengkel, tapi Ranum tersenyum dalam hatinya, Raymond memang selalu begitu, jika dia sedang tidak enak hati, dia akan bersikap seperti landak yang memiliki bulu tajam, belum disentuh saja dia sudah akan menegakkan bulu-bulunya itu. Meski ada aroma kecemburuan, tentu ada sisi positif dari cemburu dengan kadar tak berlebihan, artinya pasangan kita takut kehilangan kita, dan Ranum menikmati menatap Raymond yang sedang cemburu itu.
"Kenapa ngelihatin kaya gitu?" Tanya Raymond merasa ditatap dalam oleh isterinya.
"Enggak." Geleng Ranum, "Kamu ganteng pakai kemeja maroon." Jawab Ranum.
Meski senang dengan pujian itu, tapi Raymon enggan menampakkannya, "Biasa aja." jawabnya.
"Aku ada meeting pagi." Kata Raymon sembari menyesap kopinya lalu bangkit berdiri dan menghampiri Ranum, mengecup kening isterinya itu lalu pergi.
"Hati-hati." Bisik Ranum saat suaminya itu mengecup keningnya.
Setelah Raymond pergi, Ranum mulai sibuk bersiap untuk berangkat ke rumahsakit. Meninggalkan Raina adalah bagian terberat setiap pagi, karena bocah lucu itu sedang begitu menggemaskan dan selalu berat melepaskannya saat Raina ingin ibunya tetap di rumah. Tapi toh anak tumbuh tergantung bagaimana keluarga membiasakannya, lambat laun Raina akan memahami bahwa ayah dan ibunya akan keluar rumah di pagi hari dan kembali ke rumah di sore hari untuk memberinya cinta yang penuh, meski hampir sepanjang hari tak bersama, itulah kehidupan.
***
Ranum memegangi cangkir berisi kopi sementara itu Hans, seorang dokter spesialis anak duduk di hadapannya, mereka memang membuat janji temu siang ini untuk membicarakan soal rencana Ranum pindah ke Jakarta International Hospital seperti yang ditawarkan Hans padanya.
"Jadi gimana?" Tanya Hans.
Ranum menaikkan alisnya, "Suamiku masih belum bisa di ajak ngobrol." jawan Ranum.
Hans tersenyum, "Harusnya suami kamu itu lihat potensi kamu, kamu masih muda, kamu lulusan terbaik angkatan kita dulu dan rumahsakit offering you scholarship buat ambil spesialis." Ujar Hans. "Itu kesempatan gede banget, Ran . . . come on, kita tahu lah ambil spesialis itu berapa duit." imbuhnya.
"Paham banget, cuman kan suamiku bukan background seperti kita. Buat dia ya aku itu isteri, ibu buat anaknya, dokter itu just for fun. Cuma buat aktualisasi diri biar nggak di bilang emak-emak ngurus anak di rumah doang, mungkin dia mikir seperti itu." Kata Ranum.
Hans menghela nafas dalam, "Ya, nggak bisa disalahin juga sih. Dia nggak pernah ngrasain berjuang mati-matian tiap hari demi bisa dapat grade yang bagus tiap kali ujian, ngrasain di lempar ke pedalaman demi ngejalanin koas, betapa terharunya pas kita di sumpah, dan menjalani kehidupan kita sehari-hari, nyembuhin orang."
Ranum tersenyum, "Iya, masih inget banget sih. Rasanya kaya baru kemarin." Kenangnya.
"By the way, yang udah join di rumahsakit bukan cuma aku, Peter sama Stevie juga udah gabung." Kata Hans.
"Kamu contact mereka juga?" Tanya Ranum.
"Kalau Stevie kan emang kita deket dari dulu, kalau Peter, dia baru balik dari German dan kemarin udah mulai praktek." kata Hans.
Ranum mengangguk, "Thanks ya udah hubungin aku juga, Hans. Tapi maaf, aku ngecewain kamu." Sesal Ranum.
"Easy Ran, kan keputusan suami kamu belum final. Kamu masih bisa lah bujuk-bujuk dia." kata Hans. "Aku bisa minta buat nunggu kok, kalau kamu mau usahain."
Ranum menyipitkan matanya pada Hans, "Aku cuma dokter umum Hans, kamu bisa dapet lulusan baru yang lebih qualified buat di ajak gabung ke rumahsakit." Kata Ranum.
"Aku tahu kualitas kamu Ran, . . ." Hans meyakinkan.
"Aku kabari lagi nanti." jawab Ranum.
"Aku masih tunggu sampai tiga hari ya," Kata Hans sembari melirik arlojinya. "Oh ya, sorry aku ada janji ketemu sama Prof Hermawan siang ini, kita lanjut lain kali ya."
"Sure." Angguk Ranum.
Hans bangkit berdiri dan bersiap memberikan pelukan singkat tapi Ranum menolak, "Sorry." Senyumnya.
"Lupa, jabat tangan aja kalau gitu." Seloroh Hans. "Aku nunggu kabar baik dari kamu ya." Katanya.
"Semoga." jawab Ranum.
Hans dan Ranum memang sempat sangat dekat sebagai teman saat itu. Hans memang menaruh perhatian lebih pada Ranum, tapi karena Ranum adalah mahasiswi dengan beasiswa, dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, dia terlalu fokus pada kuliah hingga melewatkan perhatian yang diberikan Hans. Meski sudah bertahun-tahun tidak pernah bertemu, dan Ranum tak lagi memiliki kontak Hans, mendadak Hans menghubunginya dan menawarkan pekerjaan ditengah rutinitas Ranum yang monoton. Seperti angin segar, tawaran yang diberikan Hans begitu membuat Ranum kembali bersemangat untuk mengejar mimpi yang sempat ditinggalkannya. Sayangnya Raymond berdiri kokoh seperti pintu gerbang yang enggan terbuka untuk Ranum berlari keluar dan mengejar mimpi-mimpi itu.
============================
hai . . . . maaf ya setelah beberapa temen DM ke aku WP nanya soal cerita yang gantung, aku mulai benahi satu-satu, semoga istiqomah yaaa. ehheeh ... makasih lho dukungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAH
RomanceKisah ini menguak tentang berbagai rasa dalam sebuah pernikahan. Berbagai rasa dalam sebuah pernikahan, ada asam, ada manis, ada asin, dan semua bikin gregetan, karena pasangan ini tidak saling mengenal secara dalam sebelum pernikahannya.