Author POV
Moment tidur di kamar pada malam hari adalah moment paling wierd bagi Ray dan Ranum. Meski menyandang predikat suami isteri namun Ray belum berani menyentuh isterinya itu lantaran dirinya belum brsih seutuhnya dari masalalu. Dia tidak ingin Ranum menjadi bagian dari pelariannya dari Raras, sang mantan.
Ray berdehem saat Ranum bersiap untuk naik ke atas ranjang. Tapi wanita itu tampak cuek saja naik ke atas ranjang kemudian mematikan lampu utama dan menyisakan lampu tidur.
"Besok bareng aja ke rumahsakitnya." Kata Ray membukapembicaraan.
"Besok aku off mas, tapi ada janji sama Wina, temen di rumahsakit, dia lagi persiapan pernikahan jadi minta di temenin belanja keperluan pernikahannya."
"Oh, Wina yang dokter kandungan itu?"
"Yap, bener banget. Kita pernah ketemu dua atau tiga kali sama dia."
"OK kalau begitu."
Suasana menjadi hening lagi diantara mereka meski masing-masing jelas belum dapat menutup matanya.
"Soal Raras, aku harap kamu bersabar ya." Ray menoleh ke arah Ranum dan wanita itu tersenyum.
"Sedikit banyak aku memahami beberapa karakter orang dan Raras, dia sama seperti kebanyakan wanita yang patah hati, menganggap aku merebut kekasihnya, pelakor dan sejenisnya."
"Dia bilang begitu ke kamu?"
Ranum menyibakkan rambutnya dan membenahi posisi bantalnya kemudian memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Raymond"Aku rasa kalau aku di posisinya, aku mungkin akan mengatakan yang sama mas."
"Besok aku akan kasih tahu dia untuk nggak ganggu kamu lagi."
Ranum meraih tangan suaminya itu kemudian mengenggamnya, meski itu terlihat biasa bagi sepasang suami isteri, tapi ada getaran asing yang menjalari tubuh Raymond saat kulit lembut milik isterinya menyentuh miliknya.
"Kalau mas membuka peluang untuk terus ketemu dan komunikasi sama dia, situasinya justru nggak akan berkembang, atau malah akan semakin buruk."
Raymond berdehem. "Iya, nggak seharusnya aku bohong sama kamu dan diam-diam menemui Raras tadi sore."
Ranum beringsut mendekat ke suaminya dan bergelayut di lengan Ray, membuat pria itu kikuk antara ingin memeluk Ranum dan tidak, dia menjadi sangat bimbang justru saat Ranum sangat berani membuat manuver-manuver baru di atas ranjang semacam ini, sederhana tapi jelas ada pergerakan.
"Sebenernya buat aku nggak masalah mas, cuman jadi nggak enak sama ibu."
"Besok aku jelasin ke ibu."
"Dengan pipi merah seperti itu?" Alis Ranum bertaut menatap Raymond dan entah mengapa dorongan untuk memeluk Ranum semakin kuat, dan tanpa berpikir lagi Raymond memutar lengannya membuat Ranum masuk diantara sela lengan dan dadanya, memberikan ruang bagi Ranum untuk menyandarkan kepalanya di dada Ray.
Ranum memutar-mutar telunjuknya di atas dada Raymond menimbulkan sensasi geli, tapi lebih dari itu semua, keintiman seperti ini menyamankan dan menenangkan bagi Ray, dia bahkan merasa bahwa dia menemukan apa yang dia cari selama ini, sebuah kenyamanan memeluk seorang isteri.
Ranum menelan ludah sebelum membuka suaranya. "Aku tahu kalian menjalin hubungan delapan tahun dan itu bukan waktu yang singkat. Dan kita . . ." Ranum mengambil jeda. "Kita juga terkesan mendadak banget, kenal lima bulan dan langsung nikah. Wajar kalau semua orang beranggapan aku yang merusak hubungan kalian, termasuk Raras, mungkin dia merasa menjadi korban."
Raymond menarik nafas dalam. "Sebenernya aku dan Raras sudah tahu bahwa hubungan kami nggak akan kemana-mana karena bagaimanapun ibu nggak akan setuju kalau aku nikah sama dia dan Raras tahu betul soal itu."
"Tapi kalian tetap jalan bareng." Tukas Ranum.
"Iya, itu bagian dari ketidak tegasanku ke Raras."
Ranum menarik nafas dalam. "Harusnya mas menyudahi hubungan yang nggak akan berjalan kedepan, kasihan juga Raras harus membuang waktu sebegitu lama."
Raymond menarik nafas dalam. "Sebenarnya membahas masalaluku seperti ini membuatku nggak nyaman." Jujurnya.
Ranum mendongak. "Aku cuman pengen mas tahu, bahwa aku akan berusaha maklum untuk efek dari hubungan masalalu mas selama itu tidak memperngaruhi hubungan rumahtangga kita."
"Makasih ya." Raymond memeluk Ranum semakin erat, menggulungnya dalam kedua lengan kokohnya dan siapa yang tahu ternyata masing-masing dari mereka merasakan getaran yang sama.
Raymond menundukkan kepalanya dekat dengan pelipis Ranum, membuatnya mendongak menatap suaminya itu. Dengan perlahan namun pasti Raymon mendekatkan bibirnya ke bibir isterinya itu dan menyentuhnya lembut, tentu saja dengan sangat hati-hati. Ranum menutup matanya begitu bibir Ray menyentuh bibirnya lembut dan mulai melumatnya. Ada kenyamanan, ada gairah, ada darah yang berdesir kencang dan jantung yang denyutnya menjadi semakin kencang diantara ciuman mereka.
Mungkin memang malam-malam berlalu dengan seperti ini, tanpa bayang-bayang masalalu diantara mereka lagi.
______________
TBC . . .
yang penasaran pantengin terus yakkkkk
yang sedih karena sampai sekarang belum banyak yang komentarrrrr
hihihii
btw thanks banget buat yang selalu kasih vote di tiap partnya

KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAH
RomanceKisah ini menguak tentang berbagai rasa dalam sebuah pernikahan. Berbagai rasa dalam sebuah pernikahan, ada asam, ada manis, ada asin, dan semua bikin gregetan, karena pasangan ini tidak saling mengenal secara dalam sebelum pernikahannya.