Menikah - BAB 1

3.7K 202 3
                                    

Aku bangun pagi dan sangat kaget ketika melihat seorang gadis meringkuk di sisiku dengan rambut terurai, dan wajah polos tanpa makeup, dia terlihat seperti malaikat yang begitu damai tertidur di hadapanku. Aku mengucek mataku untuk menjernihkan pandangan. Ini hari pertama aku membuka mata di pagi hari dengan sebutan sebagai "suami", tapi kurasa ini masih terlalu pagi, atau lebih tepatnya tengah malam lewat sedikit. Pantas saja dia masih tertidur pulas, dan sialnya adalah aku terbangun karena mimpi yang sama yang menghantuiku beberapa malam terakhir, terutama menjelang pernikahanku dengan Ranum. Apalagi kalau bukan mimpiku tetang Raras, gadis yang kutinggal pergi demi menikahi gadis asing ini.

Raras, yang sudah kukenal sejak kami sama-sama bekerja di sebuah bank dan bahkan sudah menjalin hubungan denganku lebih dari delapan tahun nyaris tanpa pertengkaran, yang entah mengapa saat ibuku memintaku menikahi anak sahabatnya, langsung aku iyakan tanpa pernah memikirkan nasib Raras setelah kepergianku dengan alasan, bagiku perintah ibuku adalah segalanya.

Ya . . . aku lahir dari rahimnya tanpa pernah tahu siapa Ayah kandungku. Sampai akhrinya ibuku menikah lagi dengan ayah tiriku dan melahirkan adikku Bramastya kemudian bercerai dengan suaminya itu. Ibuku yang begitu kuat dan tegar, bahkan di adalah wanita paling tangguh yang pernah kukenal di seluruh muka bumi, dia yang berjuang sendiri membesarkan kami, bekerja dan merawat kami tanpa kami pernah merasa kehilangan sosok ibu dalam hidup kami. Bagiku melukai hatinya adalah hal paling durhaka yang mungkin kulakukan sebagai anak, dan aku tidak ingin sama sekali mencoba melukainya.

Jadi saat kami bertemu dalam sebuah arisan besar dimana ibu dan teman-temannya berkumpul, beberapa mengajak anak-anaknya dan hari itu karena Bram sedang ada tugas kuliah di Bandung, terpaksa aku pulang lebih cepat dari kantor dan nganterin ibu ketemu temen-temennya. Disitu aku ketemu Ranum, kami ngobrol dan sangat nyambung. Satu hal yang tidak pernah kutemukan dari hubunganku dengan Raras, kutemukan ketika bersama dengan Ranum, sebuah kenyamanann yang tak bisa kugambarkan. Mungkin banyak wanita akan menganggapku bejat, sialan atau pria kejam, tapi itulah pria, kadang sulit untuk menggambarkan apa yang dirasakan.

Jadi sepulang acara itu, kami memang mampir ke daerah Kemang untuk nganterin Tante Tari dan Ranum puterinya, yang sekarang adalah mertuaku dan tentu saja Ranum adalah isteriku. Waktu itu ibu cuman bilang. "Mama pengen deh punya mantu seperti Ranum, anaknya lembut, sopan . . ." Seloroh ibu waktu itu. Aku sempat melirik dari spion di depan dan melihat senyum malu-malu gadis yang duduk tepat di balakangku, dan sejak saat itu rasanya hatiku terpaut padanya.

Brrrrttt Brrrtttt

Ponselku bergetar dan aku segera meraihnya dari meja sisi tempat tidurku, kulihat sebuah pesan masuk dari Raras, bahkan nama di kontak itu masih sama "HoneyBee" itu adalah nama yang dibuat sendiri oleh Raras karena dulu dia sempat protes namanya kutulis Raras Anggraini, seperti nama aslinya. "Kamu tu nggak ada romantis-romantisnya ya mas." Protesnya kala itu sambil mencubit hidungku.

"Ya emang nama kamu Raras Anggraini kan?" Jawabku.

"Iya  . . . tapi kamu kan bisa ganti pakai sayang, cinta, honney, apa kek gitu biar romantis." Protesnya lagi.

"Ya kamu masih bersyukur aku nggak ganti nama kamu jadi Bambang." Jawabku datar.

"Sini hp kamu, aku ganti aja sendiri." Katanya sambil meraih ponselku dan mengganti namanya menjadi "HonneyBee."

Oh . . . maaf karena masih belum bisa menghapus Raras dari ponsel dan dari hatiku. Bagaimanapun delapan tahun bersama bukan waktu yang singkat bagi kami. Terlalu banyak memori yang sudah terlanjur membekas.

Raras mengirim foto kami bersama terkahir kali, seminggu sebelum akhirnya aku mengatakan bahwa aku akan menikahi Ranum. Waktu itu kami merayakan ulang tahunku di salah satu restoran kecil, tempat kami sering menghabiskan waktu bersama.

MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang