Menjelang dinihari Raymond pulang ke rumah dan mendapati isterinya itu meringkuk sendiri di tempat tidurnya. Rasa bersalah yang menyelimutinya sepanjang jalan pulang membuncah ketika melihat wanita itu meringkuk dengan selimut tipis yang menyelimuti tubuh kurusnya. Meski begitu Ray ingat bahwa dia dari rumahsakit, tempat banyak sekali bakteri dan virus mungkin berterbangan, jadi dia memutuskan untuk membersihkan diri dan mengganti pakaiannya.
Setelah itu dia naik ke atas ranjang, beringsut mendekatkan tubuhnya ke tubuh isterinya dan melingkarkan lengannya ke perut Ranum. Wanita itu mungkin terlalu lelah menangisi keadaan hingga dia tidak merasa bahwa Ray memeluknya dari belakang.
***
Cahaya matahari pagi yang lembut membelai tirai jendela-jendela kamar Ray dan Ranum yang tinggi, menyelinap masuk membuat bayangan-bayangan setiap benda di kamar itu. Ranum menggeliat dan menyadari bahwa seseorang tengah memeluk dirinya.
Ranum berusaha membebaskan dirinya tapi Ray yang menyadari isterinya itu bergerak segera mempererat tangannya.
"Lepasin aku." Kata Ranum sambil berusaha membebaskan diri.
Raymond tetap mempertahankan posisinya. "Aku pengen ngomong."
"Aku nggak perlu penjelasan apa-apa." Ujarnya tak mempedulikan suaminya.
"Raras berusaha bunuh diri." Raymond tetap memberikan penjelasan meski Ranum tidak ingin mendengarnya.
"Terus harus kamu yang dateng ke sana?" Ranum mempertanyakan keputusan Ray datang kesana.
"Mamanya menghubungiku."
"Oh, terus karena mamanya yang menghubungi kamu terus kamu bisa pergi ke sana tanpa pamit ke isteri sah kamu. Aku isteri sah kamu mas."
"Aku tahu, karena itu begitu kamu telepon, aku langsung pulang."
"Kalau aku telepon, kalau aku nggak telepon kamu nggak pulang kan?" Ranum menarik tangan Ray dan menyibakannya, meski dia masih bergelung di tempat tidur dengan air mata yang mulai berderai, tapi Ranum tidak ingin Ray menyentuhnya lagi.
"Raras kritis sekarang." Ujar Ray dengan suara lirih disela hening diantara mereka.
Ranum mendengar itu dan jantungnya seperti berhenti berdetak sepersekian detik. Meski dia tidak menyukai wanita bernama Raras itu, tapi mendengar kondisinya kritis tentu bukan sesuatu yang baik. Apalagi Ranum adalah seorang dokter. Rahun meredakan tangisnya dan menghapus air matanya, dia berbalik menatap Ray.
Ray termangu menatap Ranum juga. "Gimana keadaannya?" Tanya Ranum ragu.
"Waktu aku pulang tadi dia belum siuman dan dokter mengatakan kondisinya masih kritis."
Ranum menghela nafas dalam. "Dia mencoba bunuh diri karena kamu mas?" Tanya Ranum, meski sejujurnya dia juga tidak yakin apakah dia benar-benar ingin mendengar jawaban Ray.
"Nggak ada yang tahu. Tapi mamanya bilang mungkin akumulasi masalah yang dia hadapi, hubungan kami yang berakhhir tiba-tiba, berita perceraian orang tuanya yang baru dia dengar kemarin sore."
Bibir Ranum mengerucut sekilas. "Aku mau besuk dia." Ujarnya dan alis Ray bertaut.
"Kamu serius?"
"Iya."
"Ok, aku akan antar kamu kalau memang mau besuk."
"Hari ini aku praktek pagi, jadi nanti sore aku akan besuk dia."
"Kamu mau aku temenin atau mau sendiri?"
"Sendiri juga nggak papa."
"Ok."
Pembahasan diantara mereka berakhir dengan cukup damai. Seperti itu lah rumahtangga. Terkadang didepan panas membara, tapi di akhir menjadi sejuk.

KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAH
RomanceKisah ini menguak tentang berbagai rasa dalam sebuah pernikahan. Berbagai rasa dalam sebuah pernikahan, ada asam, ada manis, ada asin, dan semua bikin gregetan, karena pasangan ini tidak saling mengenal secara dalam sebelum pernikahannya.