Menikah - Bab 18

881 92 6
                                    

-2 tahun kemudian-

Ranum dan Raymond duduk berhadapan di sebuah restoran, dengan seorang gadis kecil yang duduk dengan bangku tambahan.

"Belakangan kamu sibuk banget sepertinya?" Ranum membuka suara, sementara tangannya sibuk menyuapi sang anak.

"Ya gimana, jabatanku yang baru ini menuntut waktu lebih di kantor." Jawab Raymond sembari menulis sesuatu di ponselnya, sepertinya dia menjawab email atau pesan singkat. "Kalau sekiranya kamu butuh orang buat bantu di rumah, atau bantu ngasuh Raina, kita bisa cari asisten."

Ranum menghela nafas dalam. "Bukan masalah rumah, tapi kamu."

Raymond meletakkan ponselnya di meja. "Sayang, kalau mau jujur, aku juga capek banget kerja dari pagi sampai malem, belum macet di jalan, dan di rumah juga masih harus kebangun-bangun karena ikut ngurus Raina malem, tapi itu tanggungjawab kita sebagai pasangan. Weekend buat aku cuman pengen di rumah tidur, istirahat, tapi aku tahu kalau kamu juga butuh liburan, kamu butuh hiburan, jadi kamu ngajak jalan seperti ini, aku lakukan semua supaya rumahtangga kita bisa tetap berjalan." Ujar Raymond panjang lebar, sontak Ranum terdiam. Dia tampak menelan ludah kemudian menatap Raymond, matanya berkaca.

"Aku juga ninggalin karir aku ya demi bisa di rumah, ngurus Raina, ngurus kamu. Jangan kamu pikir kalau yang berjuang tu cuman kamu." Pidato Ranum di tutup dengan air mata yang berderai-derai.  Kelelahannya yang seolah mengulang segala sesuatu di rumah, mulai dari melek mata, mengerjakan semua pekerjaan rumah sampai mau menutup mata tapi seolah tak ada yang benar-benar selesai. Semua pekerjaan yang dilakukan di rumah entah sudah berapa kali membererskan rumah tetap saja saat Raymond pulang, rumah tetap berantakan.

Raymond menghela nafas dalam. "Aku nggak mau kita ribut di depan Raina, nanti aku urus buat cari asisten baru." Raymond bangkit berdiri, menggendong Raina kemudian berjalan untuk membayar. Sengaja dia berjalan ke kasir,  bermaksud memberi waktu bagi Ranum untuk membersihkan dirinya dari air mata.  Raymond bahkan sudah menenteng hampers yang berisi semua keperluan Raina.

Pernikahan memang seperti itu, jika saling menuntut, membandingkan dan ingin menang tentu pernikahan rasanya akan seperti persaingan. Siapa yang super power di dalamnya. Namun sejatinya dalam pernikahan semua berjuang, berlelah, demi berjalannya roda pernikahan itu. Seorang isteri entah bekerja atau tidak, toh pada akhirnya mereka bertanggung jawab untuk mengurus rumah dan anak-anak juga suaminya. Begitu juga suami, meskipun mereka lebih banyak di luar rumah, tapi toh dia juga tetap menjadikan isteri dan anak-anaknya sebagai prioritas.

Ranum, pribadi yang sabar di awal pernikahan, dalam prosesnya seolah kehilangan jatidirinya, karena pernikahan itu bukan hasil akhir, semuanya, sepanjang pernikahan adalah proses mengenal pribadi satu sama lain, mungkin tidak mudah, dan butuh banyak keributan untuk akhirnya sama-sama saling mengerti dan memahami.

___________________________--

Hai yang udah nunggu kisah ini aku lanjutkan, mohon berikan komentarnya ya apa yang kalian rasakan di part ini, setelah menunggu sekian lama.


MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang