Sore setelah praktek Ranum menunggu pesanan parsel buahnya datang. Dia memesan parsel buah itu untuk menjenguk Raras, mantan kekasih suaminya yang terbaring sakit di rumahsakit tempatnya juga berpraktik.
Seorang perawat yang bertugas di bangsal yang lorongnya dilewati Ranum tak sengaja berpapasan dengannya saat berjalan menuju tempat Raras dirawat. "Dok kok bawa parsel buah mau kemana?"
"Jenguk kenalan." Jawab Ranum dengan senyuman.
Ranum datang dan disambut oleh sang ibunda Raras, wanita berusia kurang lebih lima puluh tahun dengan rambut di cat coklat tanah.
"Siang tante." Ranum menghampiri wanita itu, sementara wanita itu tersenyum meski matanya jelas penuh dengan tanya. Siapa gadis yang ada di hadapannya itu? Dia tidak merasa mengenal wanita yang mengenakan terusan bermotif bunga dengan warna pastel itu.
"Saya Ranum, teman Raras."
"Oh. . . maaf, tante baru lihat soalnya." Senyum wanita itu dengan kantung mata bergelantungan yang sangat gelap. Pertanda dia sudah tidak tidur lebih dari duapuluh empat jam.
"Bagaimana keadaan Raras tante?" Ranum meletakkan parsel itu di kursi luar sementara dia memilih unduk duduk di sisi ibunda Raras.
Wanita itu menghela nafas dalam, seolah membayangkan betapa buruk keadaan puterinya di dalam ruangan tertutup itu.
"Dia shock sepertinya, dan tante juga nggak berpikir kalau dia melakukan hal sebodoh ini." Ujar wanita itu dengan mata berkaca-kaca.
Ranum menelan ludah, dia membayangkan kalau ibunya yang berada di posisi seperti itu. Sudah barang tentu bukan hal yang mudah.
"Saya sama papanya Raras sudah lama tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan pada akhrinya kami menyerah. Kami merasa anak-anak sudah besar dan sudah terlalu lama kami bersandiwara didepan mereka bahwa semua baik-baik saja. Bertahan dalam rumah tangga hanya akan saling menyakiti bagi kami, dan akhirnya kami memutuskan untuk bercerai." Tutur wanita itu berat. Dia sempat mengambil jeda kemudian melanjutkan lagi.
"Berkas sudah masuk di pengadian dan sidang mediasi sudah kami lewatkan, kami tidak menginginkan mediasi sama sekali. Akhirnya saya merasa sudah waktunya jujur ke Raras soal hubungan kami." Imbuhnya.
"Sore saya ngomong, tengah malam saya menemukan Raras sudah hampir kehabisan darah di dalam kamar mandinya."
Ranum menelan ludah, solah dia bisa membayangkan kejadian saat itu. Betapa hancurnya hati seorang ibu yang mendapati anaknya tiba-tiba tergeletak di kamar mandi dalam keadaan sekarat seperti itu.
"Saya turut prihatin tante." Ranum mengusap lengan wanita itu dan entah mengapa ibunda Raras justru memeluk Ranum dan menangis sesenggukan dalam pelukannya.
"Disaat saya hampir kehilangan puteri saya. Papanya tidak bisa di hubungi, dia sedang liburan ke luar negeri dengan wanita yang selama ini menjadi selingkuhannya. "Ujar wanita itu ditengah isakannya.
"Saya nggak tahu harus hubungin siapa . . . akhrinya saya hubungi Raymond." Wanita itu akhirnya menyampaikan apa yang benar-benar membuat Ranum penasaran, mengapa harus Raymond.
"Dia satu-satunya orang yang saya tahu akan bantu saya dalam keadaan apapun, meskipun dia dan Raras sudah tidak ada hubungan."
Ranum terus mengusap punggung wanita itu mencoba memberi support, hingga akhirnya ibunda Raras bisa mengendalikan dirinya.
"Tante yang sabar ya. Tante bisa hubungin aku kapan aja kok, aku praktek di rumahsakit ini juga." Ujar Ranum menguatkan.
"Raymond semalam cerita kalau dia sudah punya isteri. Saya turut senang, dan saya tahu siapapun isterinya pasti akan jadi wanita yang bahagia. Karena selama menjalin hubungan sama Raras, Raymond itu sangat baik. Sayang sekali mereka tidak berjodoh." Kenang wanita itu.
"Raymond bercerita banyak soal isterinya ke saya justru sebelum kejadian semalam. Beberapa hari lalu kami sempat ketemu nggak sengaja waktu lagi jam makan siang. Saya makan sama temen saya dan Raymond sepertinya lagi makan sama beberapa teman kantornya juga."
"Oh . . ." Ranum sedikit bingung mengapa yang jadi topik pembahasan sejak tadi justru Raymond.
"Kalau kamu teman Raras, kamu udah tahu dong mantan kekasih Raras yang bernama Raymond?" Tanya wanita itu tiba-tiba dan sontak membuat Ranum terperangah.
"Em . .. tante, maaf sebelumnya. Saya memang bukan teman dekat Raras." Ranum meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya erat. Matanya menatap mata wanita itu dalam, penuh dengan empaty.
"Saya Ranum tante, isterinya Raymond."
Wanita setengah baya itu menatap Ranum dengan tatapan bingung, kaget dan heran.
"Maafin saya ya . . ." Ujar wanita setengah baya itu dengan perasaaan sesal yang begitu jelas.
"Saya yang minta Raymond datang ke rumahsakit malam-malam demi bisa bantu saya ngurus semuanya di sini. Karena jujur, menyaksikan semuanya itu membuat saya kebingungan, saya nggak tahu harus hubungi siapa." Air matanya kembali berjatuhan.
"Nggak papa tante, Raymond sudah menceritakan semuanya ke saya. Saya bisa menerima itu dan sekarang saya datang ke sini dengan sangat tulus berempati, bersimpati pada keadaan tante dan Raras, saya juga berharap Raras bisa segera recovery. Bahkan kalau ada apa-apa, tante butuh apa-apa, saya pastikan saya dan Raymond ada untuk tante." Ranum memberikan support menuh pada wanita setengah baya itu.
"Terimakasih banyak. Tante nggak tahu harus bilang apa lagi selain terimakasih."
"Tante nggak perlu bilang apa-apa. Tante cukup tahu bahwa tante nggak sendiri." Ujar Ranum sembari kembali memeluk wanita setengah baya yang usianya mirip dengan usia ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAH
RomanceKisah ini menguak tentang berbagai rasa dalam sebuah pernikahan. Berbagai rasa dalam sebuah pernikahan, ada asam, ada manis, ada asin, dan semua bikin gregetan, karena pasangan ini tidak saling mengenal secara dalam sebelum pernikahannya.