Chapter 11

476 13 0
                                    

Gelapnya ruangan kamar itu, semakin memperjelas tatapan dari bola mata Darsa yang sekilas tampak berkilau merah. Mulutnya kian tersenyum menyeringai. Kedua tangannya mencengkeram erat tubuh dari ayam cemani tersebut.

Di sisi lain, Puspa tampak gelisah. Dia merasakan ada sesuatu yang bergejolak di batinnya. Namun dia tak bisa menolak perintah dari Darsa. Tanpa disadarinya, Dia sudah menyerahkan diri sepenuhnya kepada pria itu.

Dengan perasaan yang carut-marut, Puspa memberanikan diri untuk memegang leher ayam itu. Sentuhan bulu nan lebat pun terasa di antara jari jemari dan telapak tangannya. Diikuti dengan goncangan perlawanan dari sekujur tubuh ayam itu. Bagi seorang wanita yang kaya sejak lahir, itu adalah pertama kalinya Puspa menyentuh ayam dalam keadaan masih hidup.

Dengan tangan yang gemetaran, Puspa menatap sosok Darsa kembali. Namun pria itu hanya tersenyum sembari mengangguk, seakan memaklumi dan menyemangati dirinya. Puspa kini memejamkan kedua matanya, lalu dia mulai mencengkeram leher ayam itu dan mencoba untuk memutarnya. Ayam itu lantas berkokok dengan kerasnya seraya berusaha untuk melepaskan diri.

"AHHHHHHH!" Puspa lantas menggunakan kedua tangannya sembari berteriak bagai orang yang kesetanan.

"KREKK!"

Tak ada suara yang muncul dari Ayam cemani itu lagi, hanya ada keheningan yang tersisa. Sejenak kemudian, keheningan itu pun disingkirkan oleh Darsa, dengan sebuah tawa puas nan lepas.

"Hahahaha!"

Di sisi lain, Puspa mulai membuka kedua matanya dan menatap sosok Darsa yang sedang menggenggam pisau belati di salah satu tangannya. Mulut Darsa tampak menyeringai, dan tanpa basa-basi dia langsung menggorok leher ayam cemani hingga kepalanya terputus dan jatuh ke lantai. Darah pun mengucur deras hingga muncrat mengenai Puspa.

Puspa memegang kedua telapak tangannya yang kini berlumuran darah. Entah kenapa, batinnya bergejolak begitu kuat. Timbul sebuah keresahan yang menggerogoti jiwanya. Dia merasa gelisah layaknya telah berbuat suatu kesalahan.

Darsa menyadari itu, maka dia mencampakkan ayam cemani yang tak berkepala itu ke lantai. Dia lalu mengangkat tangan Puspa mendekat ke wajahnya. Sembari tersenyum dia menjilati darah segar di telapak tangan Puspa. Setelah puas, dia langsung melumat bibir Puspa dengan bibirnya yang merah belepotan.

Anehnya Puspa malah tampak menikmatinya, dia semakin liar membalasnya, menghisap serta menelan apa yang ada di mulut Darsa. Pergumulan itu kian berlanjut, hingga gelap tersingkir dan tergantikan oleh terang.

Menyadari itu, Puspa segera membenarkan pakaiannya dan berniat untuk bergegas pulang. Dia sadar, apa pun resikonya, dia harus segera pulang. Jika tidak, putrinya akan menggantikannya sebagai pelampiasan kekerasan dari suaminya.

Perasaan yang takut dan gelisah mengiringi perjalanannya menuju rumah. Siang itu, saat Puspa sudah dekat pada tujuannya, dia merasa ada sebuah kejanggalan. Dari kaca mobil, dia menyaksikan himpunan keramaian berada di sekitar rumahnya.

Saat dia turun dari taksi, matanya seketika membelalak, sebab dia melihat bendera kuning sudah berkibar di depan rumahnya. Puspa hanya diam membeku di depan gerbang rumahnya. Kakinya seakan menempel di tanah. Hingga sejenak kemudian, sosok Putri kesayangannya muncul dengan wajah yang pucat dan mata yang merah.

Sari perlahan berjalan menghampiri Puspa seraya berkata, "Ayah udah meninggal."

<><><>

Beberapa tahun setelah kematian Hendro, Puspa melaksanakan pernikahannya dengan Darsa. Hubungan yang dulunya gelap kini telah menjadi resmi. Puspa tak peduli akan semua ocehan dan gibahan para manusia di sekitarnya. Termasuk juga Sari, Putrinya yang telah ditikung oleh dirinya sendiri.

AMURTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang