Chapter 19

384 12 2
                                    

Sejenak Melissa hanya menatapku dalam keheningan. Tampak kegelisahan dalam bola matanya, seakan berharap datangnya penjelasan dariku. Namun aku tetap diam, hanya membuat rasa penasaran semakin terpacu dalam dirinya.

Melissa tak dapat membendung rasa penasarannya lagi, dia lantas bertanya, "Itu bukan hasil dari yang macem-macem kan, Ram?"

Aku hanya diam, tak membantah ucapannya. Entah kenapa aku tak sanggup untuk berkata bohong. Walau aku tahu berbohong akan membuat Melissa lebih tenang, tapi rasanya diriku tak terima untuk melakukan itu. Aku merasa tak ada yang salah dalam pilihanku, jadi untuk apa aku berbohong.

"Mending kamu balikin uangnya sekarang, Ram, sebelum terlanjur masuk lebih dalam." Melissa memegang lenganku sembari memasang raut wajah yang tampak khawatir.

"Masalah uang bisa kita cari pelan-pelan, Ram. Sebanyak apa pun uang yang ditawarin, nyawa kamu jauh lebih penting dari itu semua."

"Ini udah jadi pilihanku, Mel."

Sekilas tampak kata-kata yang ingin keluar dari mulut Melissa tersendat. Matanya tak bisa berbohong, kalau saat itu dia sedang merasa takut dan khawatir.

"Gua bakal baik-baik aja, kok," ucapku sembari mengusap rambutnya. "Ga usah khawatir."

Dengan suara yang lirih Melissa berkata, "Aku ga mau kamu kenapa-napa, Ram. Please jangan lakuin hal yang bahayain diri kamu."

Aku menggelengkan kepalaku seraya berkata, "Aku ga bisa, Mel. Aku udah ada janji sama seseorang."

Melissa lantas menggempurku dengan kata yang bertubi-tubi. "Siapa orang itu? Apa dia ngejebak kamu? Sejak kapan kamu berhubungan sama orang itu? Aku ga bakal tenang kalo kamu ga jelasin semuanya ke aku, Ram."

Aku menghela nafasku lalu dengan perlahan menjawab, "Terlalu panjang untuk diceritain. Mungkin kamu juga ga bakal percaya sama apa yang kuomongin."

Belum sempat Melissa merespon, tiba-tiba muncul sosok Steven yang dengan cepat memasuki kamarku.

Dia berdiri di depanku lalu bertanya dengan suara yang berat. "Lo masih anggap gua temen atau nggak?"

Melissa langsung berdiri dan berusaha membungkam Steven. "Lo kenapa sih, Ven."

Steven menyingkirkan tangan Melissa yang mencoba menahannya sembari berkata, "Kenapa lo jadi ngehindarin kita berdua."

"Lo berdua udah cocok, gua ga perlu ganggu kalian lagi," jawabku dengan santai.

Steven langsung menarik kerahku. "Karena gua suka sama Melissa bukan berarti hubungan pertemanan kita harus retak."

"Hah! Memangnya siapa yang awalnya memulai?" sindirku sembari menatapnya sinis.

Steven lantas memperkuat cengkeraman tangannya. "Karena Melissa belakangan ini dekat sama gua, lo jadi cemburu gitu? Dunia ga selamanya berputar di lo doang!"

Emosiku seketika tersulut oleh ucapannya. Aku langsung menarik kerahnya juga. Tatapan tajam dari kedua mata kami kini terkunci pada satu sama lainnya.

"Karena gua diam, bukan berarti lo bisa seenaknya ngata-ngatain gua!" bentakku.

Melissa langsung berusaha melerai kami berdua. Namun tak satu pun dari kami melepaskan cengkeraman itu.

Steven tak mau kalah, dia lantas membentakku juga. "Faktanya emang lo ga terima kalo gua dekat sama Melissa. Padahal lo yang nyia-nyiain perasaan dia selama ini, bangsat!"

Aku lantas tertawa kecil mendengar ucapannya. "Terus kenapa lo mutusin Jessica? Cuma karena lo naksir sama Melissa doang? Terus kalo lo naksir cewe lain lagi, lo bakal putusin Melissa juga?"

AMURTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang