Saat tatapan kami bertemu, buto ijo itu lantas berlari menuju arahku sembari menyeret gada emasnya di lantai. Menyadari itu, aku bergerak mundur sembari memusatkan energiku pada satu titik hingga membentuk sebuah cakram. Setelah terbentuk dengan sempurna, aku langsung melayangkannya ke arah buto tersebut.
Namun makhluk itu tak memperdulikannya, dia tetap berlari ke arahku tanpa memasang pertahanan. Cakram yang kulempar lantas mengenai tubuhnya, tetapi tak berdampak apa pun. Hanya menyisakan goresan tipis bagai besi yang terkena benda tajam.
Jeda tersebut berhasil memperkecil jarak di antara kami berdua. Buto ijo itu lantas mengayunkan gadanya yang seukuran tubuhku. Untungnya aku masih sempat memasang perisai pertahanan di depanku. Di saat gada itu bersentuhan dengan lapisan perisai yang terbuat dari api hitam, terdengar sebuah dentuman keras yang secara bersamaan berhasil menghempaskanku akibat ledakannya.
Tak berhenti di situ saja, buto tersebut langsung mengejarku dan mengayunkan gadanya kembali. Menyadari bahwa perisai yang kupasang tak kuat untuk menahan serangannya, aku lantas memilih untuk menghindar.
Pukulan demi pukulan dilayangkannya, namun aku berhasil menghindarinya dengan tipis. Dalam jeda serangan itu, aku lantas membalas serangannya dengan api hitamku. Dengan melempar cakram dan bola api ke berbagai bagian tubuhnya. Namun seranganku tampaknya tak memberikan efek apa-apa baginya.
Sosok buto itu kian mengingatkanku pada sosok khodam raksasa bermata satu milik Darsa. Walau perawakannya mirip, intensitas energinya sangat berbeda jauh. Lantaran kemampuan buto ijo ini jauh lebih mumpuni dari perkiraanku.
Aku mengingat pertarunganku dengan khodam milik Darsa. Ada suatu kesamaan dari kedua makhluk ini, yaitu kecepatan mereka tak sehebat dari daya kekuatan pukulan mereka. Aku mulai mengingat momen di mana khodam Darsa berhasil kutaklukkan.
"Bocah tengik! Kau hanya sanggup berlari saja!" teriak buto ijo tersebut dengan penuh murka.
Aku lantas meresponnya dengan tawa. "Salahmu sendiri, kenapa kau lambat seperti keong."
Buto ijo kian menjadi murka. Dia mulai mengayunkan gada di tangannya dengan semakin liar tanpa memberikan jeda. Dia tak henti-hentinya berkoar sembari membatasi area pergerakanku. Aku lantas memanfaatkan kemarahannya. Dengan tanpa disadarinya, aku telah menanamkan sesuatu di bawah kakinya.
Saat dia ingin melangkah untuk mengejarku, tiba-tiba muncul bayangan bagai akar pohon yang meliuk-liuk lalu melilit kedua kakinya. Langkahnya seketika terhambat hingga membuat keseimbangannya menjadi goyah.
Saat dia mencoba melepaskan bayangan yang membelenggu kakinya, muncul bayangan-bayangan lain yang langsung menyambar kedua tangannya. Tak menyia-nyiakan kesempatan itu, aku meniatkan dan mengendalikan bayangan itu untuk menariknya hingga terjatuh. Seketika terjadi gempa di ruangan itu.
Dengan posisi tengkurap, buto ijo tersebut berusaha untuk bangkit berdiri. Namun usahanya sia-sia, sebab aku telah mengerahkan segala tenagaku untuk menahannya dengan bayangan bercampur api yang membara. Aku melayang tepat di atas kepalanya dengan posisi dua telapak tangan yang menempel.
Tak sampai di situ saja, aku mulai menggerakkan bayangan itu menuju lubang mulut dan telinganya. Buto ijo itu lantas mencoba memberontak dengan sekuat tenaganya sembari mengerang kesakitan. Saking kuatnya perlawanan yang dilakukannya, membuat ruangan sekaligus bayangan yang membelenggunya bergetar dengan hebat. Kedua telapak tanganku yang menempel perlahan terbuka memperbesar jarak.
"Arghhhhhhh!" Bersamaan dengan suara menggelegar yang dikeluarkannya, bayangan yang mengikat seluruh tubuhnya terlepas secara sekaligus. Sementara itu, aku langsung menghindar mengambil jarak menjauhinya.
"Manusia biadab! Lenyaplah kau!" Buto ijo itu langsung bergerak menghampiriku kembali.
Aku hanya tersenyum lalu mengulurkan salah satu telapak tanganku ke depan. Saat buto ijo itu hanya terpaut beberapa langkah dariku, aku langsung mengepalkan tanganku layaknya meremukkan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMURTI
ParanormalSequel dari Awakening : Sixth Sense Di saat Rama telah pulih kembali dari kecelakaan yang menimpanya, semesta seakan belum puas untuk menguji dirinya. Masalah yang baru satu-persatu menghampiri dan menghantamnya secara bertubi-tubi. Menimbulkan kere...