Chapter 12

465 14 2
                                    

Melalui pandangan mata yang kabur, Sari menatap langit-langit kamar tanpa berkedip sekali pun. Raut wajah Sari tampak datar, sama dengan kondisi tubuhnya yang terbujur kaku, di atas kasur yang lebar.

Wajahnya yang pucat dan tirus kini menonjolkan lekukan tulangnya. Rambutnya tampak berantakan dan rontok, menyisakan helai-helai rambut yang berserakan di lantai.

Sosok Sari yang dulunya anggun dan menawan, kini tampak menua layaknya seperti orang penyakitan. Tubuhnya yang kurus kering seakan orang yang kurang gizi dan jarang diberi makan.

Namun, penyebab utama itu semua bukanlah karena penyakit medis. Melainkan penyakit yang disebabkan oleh makhluk gaib yang telah menculik sukmanya. Kini tubuh Sari bagai sebuah cangkang yang tak berisi. Jika dalam waktu panjang dibiarkan begitu saja, akan menemui ajalnya.

Darsa mencium kening Sari lalu perlahan berkata, "Terima kasih atas pengorbananmu, Dek. Abang gak akan pernah lupa."

Itu adalah kata-kata terakhir Darsa, sebelum memutuskan untuk mengorbankan Sari untuk menyingkirkan sasaran barunya, yaitu putri satu-satunya dari keluarga pesaingnya. Dia ingin menghancurkan keluarga pesaingnya, sebelum mencabut nyawa mereka satu persatu.

Santet pun dilancarkan oleh Darsa, dengan mengirimkan sosok algojo raksasa bermata satu. Dengan tujuan untuk merenggut sukma dari anak pesaingnya yang bernama Devi.

Pada setiap malam, Devi mengalami mimpi buruk akibat makhluk itu. Mimpi seperti dikejar-kejar non-stop. Mimpi melihat keluarganya dibunuh satu persatu. Mimpi di mana dia terjebak dan diserang oleh sosok-sosok menyeramkan.

Tidak sampai di situ saja, sosok itu juga meneror Devi dengan menampakkan wujudnya saat Devi mengalami ketindihan. Sosok itu juga mengeluarkan suara-suara menyeramkan dan menggerakkan barang-barang di sekitarnya.

Lama-kelamaan mental Devi pun terkuras karena gangguan itu. Devi lalu menceritakan apa yang dialaminya kepada kedua orangtuanya. Walau agak skeptis, Ayahnya mencoba untuk menerima ucapan Devi dan membawanya ke sosok seorang pemuka agama, yaitu seorang Ustadz.

Saat dibawa ke sana, Ustadz yang mereka temui hanya bisa geleng-geleng saat melihat kondisi Devi. Ustadz tersebut langsung mengkonfirmasi bahwa apa yang dialami Devi adalah benar gangguan gaib. Dengan persetujuan Ayah Devi, dilakukanlah pembersihan oleh sang Ustadz. Beliau mulai membacakan ayat-ayat suci sembari memegang ubun-ubun Devi.

Devi perlahan merasakan sekujur tubuhnya terasa sangat panas bagai sedang dipanggang. Air mata pun tak bisa dibendungnya, hingga terjatuh dengan derasnya.

Semakin lama prosesi pembersihan dilakukan, sakit yang timbul di badannya juga semakin bertambah drastis pula. Devi pun menjerit karena tak bisa membendung rasa sakit yang muncul.

Ayah dan Ibunya lantas memegangi dan berusaha menahan tubuhnya. Raut wajah mereka tampak panik dan cemas akan apa yang terjadi pada putrinya. Ibunya bahkan menangis karena tak tahan menyaksikan penderitaan yang dialami anaknya.

Beberapa saat kemudian, Devi berhenti menjerit dan menatap pemuka agama itu dengan tatapan tajam.

Suara berat bagai lelaki tulen tiba-tiba keluar dari mulut Devi. "Anak ini sudah menjadi milikku!"

Sosok Ustadz itu menggeleng seraya berkata, "Dia milik Allah. Jadi jangan ganggu anak ini lagi."

"Siapa itu Allah! Aku tak kenal!" bentak makhluk itu. "Seharusnya kau yang jangan menggangguku!"

Sosok Ustadz itu pun tampak menyerah untuk membujuk makhluk itu. Dia lantas mulai membacakan ayat-ayat suci untuk memaksa mengusirnya.

"PANAS!" Jerit Devi sembari mengerang kesakitan. Dia mencoba melepaskan tubuhnya dari pegangan kedua orangtuanya.

AMURTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang