"Sometimes when I fall down low
And I got no where else to go
I hide myself, don't let it show
But you find me"[Broken -Jess Glynne]
***
Jaffan terlihat kaget ketika orang yang di hadapannya itu membentaknya balik, hal itu membuat kedua telinga Jaffan terasa ngilu bukan main terlebih bagian telinga kanannya yang sobek itu membuatnya meringis. Dan tanpa diundang, suara-suara aneh itu pun mulai terdengar kembali di dalam kepalanya. Seketika dia memejamkan kedua matanya.
“Lima puluh... empat puluh sembilan... empat puluh delapan... empat puluh tujuh," katanya dengan nada yang cepat masih setia memejamkan kedua matanya, membuat orang yang tadi menatapnya serius itu kini menatapnya dengan heran.
Selain mendengarkan musik dan membaca buku, Jaffan terkadang melakukan hal ini untuk menenangkan dirinya. Ya, dia akan berhitung mundur dari 50 sampai ke angka yang benar-benar sudah membuatnya tenang entah itu di 40, 30, atau bahkan 1.
“Empat puluh enam... empat puluh lima... empat puluh empat... empat puluh tiga. Huh, ya Tuhan," lanjutnya yang sepertinya sudah kembali tenang seperti semula walaupun telinganya masih sedikit berdegung dan suara-suara yang samar masih memenuhi isi kepalanya.
Dia menatap kembali orang yang baru saja dia selamatkan nyawanya itu. “Kalo lo gak gila, mungkin lo gak bakalan jalan kayak seorang balita yang baru bisa berjalan di tengah jalan kayak gitu, mana kayaknya lo kelihatan pasrah aja pas mau ditabrak sama truk tadi, atau mungkin lo dengan senang hati ditabrak sama truk itu. Itu apa lagi namanya kalo bukan gila?” Jaffan baru menanggapi kembali perkataan orang itu.
Orang itu tertawa kecil, terdengar sedikit menyedihkan. “Gue gak gila, hal itu terjadi karena gue sakit yang membuat gue kadang susah buat ngejaga keseimbangan tubuh gue pas lagi jalan, makanya kadang gue kalo lagi jalan emang suka kayak balita yang baru bisa jalan satu hari, mungkin itu terdengar sangat menyedihkan atau mungkin konyol tapi faktanya emang kayak gitu,” katanya masih dengan nada bicara yang datar, karena orang ini benar-benar tidak bisa berekpresi. “Dan masalah gue yang dengan senang hati ditabrak sama truk itu emang bener, gue ngelakuin itu cuman mau eksperimen aja,” lanjutnya yang sukses membuat kedua bola mata Jaffan membulat sempurna. Tentu saja dia kaget dengan penuturan orang itu, mungkin dia masih bisa menerima jika orang itu memang sakit, tapi dia tidak bisa percaya dengan perkataan terakhir dari orang itu, rasanya sulit dipercaya.
“Wah lo emang bener-bener ya. Orang mah eksperimen itu di lab, bukan di tengah jalan kayak gini. Lagian lo lagi eksperimen jadi apa sih? Eksperimen jadi Edward Cullen yang gak bakalan mati walaupun ketabrak truk? Atau jadi Spiderman yang bisa ngehancurin truk yang mau nabrak lo itu? Sumpah sih konyol banget kalo lo bilang iya,” komentar Jaffan yang mulai cerewet, padahal jarang-jarang Jaffan bertingkah seperti ini, apalagi terhadap orang yang baru saja dia temui.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNITY
Fanfiction"Enak kali, ya, kalo belajar di sekolah? Main bareng sama temen-temen di bawah sinar matahari ... ngebayanginnya aja udah seneng banget. Tapi gue yang dari lahir udah musuhan sama yang namanya matahari bisa apa?"-Bagas Rafardhan. "Jika gue terlahir...