Chapter 20 : Breathe

486 50 29
                                    


" keep your heartbeat beatin', go on go on, breath in' "

<< Breathe - Mackenzie >>

<< Breathe - Mackenzie >>

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Sekitar pukul setengah dua belas malam, Harsa memutuskan untuk mendatangi kamar Adiknya karena dia tidak kunjung memejamkan kedua matanya.

"Dek?" panggil Harsa pelan setelah menutup pintu kamar Hasya.

"Hmm?" tanggap Hasya yang baru saja ingin bersiap tidur.

Dengan langkah yang pelan tapi pasti, Harsa menghampiri Hasya pun dia duduk di pinggir tempat tidur Hasya. Hasya yang tadinya sudah terbaring itu pun mendudukan kembali posisi tubuhnya.

Kedua mata sayu Harsa menatap penuh ke arah Hasya, lebih tepatnya ke bagian dahi Hasya yang dihiasi oleh sebuah plester bergambarkan bunga matahari. Rasa bersalah itu pun muncul lagi di dalam dadanya. Jika saja Harsa lebih berhati-hati lagi mengatasi tangan aliennya, mungkin Adiknya tidak akan terluka seperti ini. Dengan keberanian yang dia miliki, tangan kanannya mulai mengelus pelan kepala Sang Adik. Dia tersenyum. "Kenapa kamu belum tidur? Apa karena dahinya sakit?" tanyanya kemudian dengan nada yang super lembut.


Hasya terdiam, dia bisa merasakan kehangatan yang sangat dia rindukan saat diperlakukan seperti itu oleh Harsa. Bahkan rasa sakit yang sempat hinggap di hatinya mendadak lenyap begitu saja, dia merasa bahagia. Saking bahagianya dia sampai tidak bisa menahan air matanya.

"Kakak minta maaf ya, karena sudah melukai dahimu tadi. Kakak juga minta maaf untuk semua air mata yang jatuh dan rasa sakit yang kamu rasakan selama hampir sepuluh tahun ini. Kakak benar-benar minta maaf karena belum bisa menjadi Kakak yang baik untuk kamu, terkadang rasanya Kakak ingin menyerah saja supaya kamu tidak menangis dan merasakan sakit hati lagi. Tapi, Kakak memutuskan untuk tetap bertahan dan terus berjuang menghadapi penyakit terkutuk ini, karena Kakak tahu hari itu pasti akan tiba, hari di mana nafas Kakak berhenti dan dinyatakan sembuh. Kakak tahu, kamu pasti kecewa sama Kakak atau mungkin benci, tapi kamu harus tahu satu hal kalo Kakak sayang sama kamu," tutur Harsa dengan suara yang bergetar, matanya pun mulai berkaca-kaca.

Hasya menggelengkan kepalanya. "Kakak gak usah minta maaf karena Kakak gak salah, Hasya tahu kondisi Kakak seperti apa jadi Kakak gak perlu merasa bersalah sama Hasya." Air mata Hasya terus bercucuran, dadanya tiba-tiba saja terasa sesak setelah mendengar Harsa berbicara seperti itu. "Tolong jangan bicara kayak gitu, Kak! Kakak gak akan pergi ke mana-mana, Kakak bakalan sembuh. Pokoknya Kakak harus terus sama Hasya di sini. Satu lagi, Hasya lebih menyayangi Kakak melebihi hal apapun di dunia ini. So, keep your heartbeat beating, okay?" lanjutnya sambil menatap Harsa.

Harsa tersenyum, dia merasa senang. Dia tidak menyangka jika Adiknya akan mengatakan hal itu kepadanya. Ternyata apa yang dikatakan Gara selama ini memang benar. Hasya tidak pernah membencinya. Harsa pun mengusap air mata Hasya menggunakan ibu jarinya, lalu dia mengoleskan air mata Hasya itu tepat di bawah kedua matanya. Pun dia membawa Hasya ke dalam pelukannya yang hangat, pelukan yang sangat dirindukan oleh Hasya.

ETERNITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang