Terlambat 5 Menit

1.8K 23 0
                                    

Suara alarm berbunyi nyaring, membuat sang gadis yang sedang tertidur dengan pulas bergerak gelisah. Tangannya bergerak mencari sumber suara itu, hingga ia berhasil meraihnya. Ia mematikan alarm yang ia pasang setiap harinya. Ia kemudian melanjutkan tidurnya yang tadi sempat terjeda. Hingga, suara wanita paruh baya berhasil mengacaukan tidurnya.

"Arin! Bangun hei!" ucapnya sambil menarik selimut yang masih menutupi sempurna tubuh Arin.

"Eunghh," racaunya.

"Bentar lagi ma!" sambungnya sambil membenarkan posisi senyaman mungkin.

"Enggak! ini udah jam berapa?" tanya Sukma, sang ibunda.

"Baru juga jam lima," jawab Arin dengan cepat.

"Jam lima apanya?ini udah jam enam empat puluh," ucap sang ibunda sambil menyeret selimut milik putrinya itu.

"Hah? ihh mama kenapa enggak bangunin aku dari tadi sih?" Arin beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi miliknya. Sukma, selaku ibundanya pun hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Arin, Arin, udah kelas sebelas masih aja manja," keluhnya sambil melipat selimut kesayangan putrinya itu.

"Ma! handuknya ketinggalan!" teriak Arin dari balik kamar mandi. Sukma kembali menggelengkan kepalanya, 'Dasar gadis teledor,' batinnya.

Sukma mengambil handuk milik Arin, mau bagaimana pun Arin itu anak kesayangan Sukma. Arin anak satu-satunya yang ia punya, Sukma dan Hendri selalu menganggap bahwa Arin itu anugrah terindah yang pernah tuhan berikan.

Sukma menuruni tangga, ia menuju ruang makan menyiapkan bekal untuk sang suami dan anak kesayangannya.

"Loh ma, Arin mana?" tanya Hendri yang kemudian duduk di samping kursi milik Sukma.

"Lagi mandi pa, biasa," jawab Sukma sambil mengambilkan nasi untuk Hendri. Mereka memakan sarapan dengan khidmat.

"Ma, pa Arin berangkat dulu ya!" ucap Arin sambil mencium tangan kedua orangtuanya. Sukma dengan cermat memasukkan bekal kedalam tas berwarna merah muda milik Arin.

"Hati-hati loh! jangan ngebut!" ucap Hendri.

"Iya pa! Assalamualaikum," ucap Arin , sambil menyomot roti panggang diatas piring miliknya.

"Waalaikumussalam," ucap keduanya secara bersamaan.

Arin mengemudikan motornya dengan kecepatan rata-rata, ia sudah berjanji bahwa tidak akan membawa motor dengan kecepatan diatas rata-rata.

***

Sudah 30 menit Arin berdiri di depan gerbang sekolah SMA Siamouniti. Seolah-olah sudah terbiasa dengan keadaan ini, Arin hanya menghembuskan nafasnya kasar saat ia sedang merayu sang Satpam.

"Pak ayo dong bukain gerbangnya! ini baru telat lima menit doang," rayu Arin kepada Pak Ulin selaku satpam disekolah.

"Enggak bisa mbak, lagian mbak ini sering banget terlambat. Coba kalau ini baru satu atau dua kali, saya langsung bukain. Lah, ini udah ke yang berapa mbak!"

"Pak, semua orang itu enggak luput dari kesalahan! Ayo dong, plis...," ucap Arin yang tak mau kalah dari satpam.

"Pokoknya kalau saya bilang enggak, ya enggak!" tegasnya. Arin menghembuskan nafas, terpaksa ia menggunakan cara terakhirnya.

"Pak satpam, 'Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa menyulitkan orang lain maka Allah akan mempersulitnya pada hari Kiamat' hadist riwayat Al-Bukhari nomer 7152," ucap Arin sambil tersenyum datar.

Chandra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang