When pride builds me up till I can't see my soul,
Will you break down these walls and pull me through?
[Angela Zhang-Journey]
"Datang, datang."
Di kelas sepuluh atau sebelas, kata-kata itu biasanya disebut saat ada guru yg datang. Namun, di kelas dua belas ini, Freen cukup yakin kata-kata itu ditujukan kepada pasangan Becca dan Lisa. Freen menggeleng pelan, tak habis fikir dengan kelakuan orang-orang kaya ini.
Dari sudut mata, Freen bisa melihat Lisa menahan pintu untuk Becca yg melenggang masuk. Freen berusaha untuk kembali berkonsentrasi pada buku Biolagi saat harum lembut shampo Becca memenuhi udara disekitar hidungnya. Becca sendiri tidak langsung duduk dan menyempatkan diri untuk memperhatikan Freen dengan penuh minat.
"Murid genius memang beda, ya"
Walaupun tak ingin, Freen mendongak juga, menatap sepasang mata cokelat yg tampak berbinar itu. Mungkin kata-kata Lisa kemarin ada benarnya. Mungkin Becca hanya seorang anak perempuan kaya yg berkata apa adanya tanpa memikirkan perasaan lawan bicaranya, tetapi tidak bermaksud buruk.
"Aku bukan genius," tandas Freen, dia tidak pernah merasa genius. Dia mendapatkan semua prestasi ini dengan kerja keras.
"Lalu, kenapa kamu belajar sebelum kelas mulai? Apa supaya terlihat genius?"
Dalam hati, Freen merancang umpatan paling sopan yg bisa dia lontarkan pada anak perempuan ini. Mungkin Lisa salah. Mungkin Becca benar-benar ingin menghinanya dengan cara yg paling polos yg dia bisa.
"Kamu be-"
"Pagi semua!" suara Saint memotong kata-kata Freen.
"Oke! Sekarang, tutup buku kalian!"
Semua siswa mengernyit heran. Becca malah belum membuka tas sama sekali, mejanya masih bersih.
"Kita adakan pop quiz!" seru Saint lagi, membuat sebagian siswa menjerit kaget dan sisanya pasrah menerima nasib.
"Tenang...kuis ini sudah pernah kalian pelajari di kelas sebelas, aku hanya ingin mereview!"
"Lebih baik tidak usah saja....," erang seorang siswa yg duduk dibelakang Lisa.
"Aku hanya ingin tahu, sejauh mana kalian mengingat pelajaran kelas sebelas, lagipula pertanyaannya mudah-mudah" Saint berusaha menenangkan anak muridnya.
Riuh penuh kecemasan terus menggema, rupanya mereka sama sekali tidak merasakan perkataan Saint menenangkan. Saint sampai harus mengetukkan spidol pada papan tulis untuk kembali mendapatkan perhatisn mereka. Sekarang, kelas sudah cukup tenang, tetapi semua menghindari pandangannya. Semua, kecuali Becca yg menatap nya lurus dan Freen yg menatapnya menantang. Saint mengenal mereka dari kelas sepuluh. Satu adalah anak orang kaya yg terlalu naif hingga kadang tak tahu sopan santun, satunya lagi adalah anak kurang mampu yg penuh ambisi hingga bersedia melakukan yg dia bisa untuk mencapai sesuatu.
"Baiklah, Freen." Saint memutuskan. Setidaknya mereka bisa mencontoh sesuatu dari Freen.
"Apakah kamu masih ingat, ada berapa jaringan pada tumbuhan?"
Semua ssiwa segera berkasak-kusuk hebat, mencocokkan jawaban satu sama lain atau sekedar mengeluh tidak tahu. Namun, Saint bisa melihat Freen tetap tenang di bangkunya, sudut bibirnya sedikit terangkat keatas seolah meremehkan. Saint sudah terlalu biasa dengan ekspresi itu hingga tak pernah mengambil hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
I FOR YOU (END)
RomanceSuatu hari dalam hidupku, kamu dan aku bertemu. Masih jelas di ingatanku sosokmu yg memukauku. Lidahku jadi kelu, mulutku terkatup rapat karna malu. Setiap malam, bayangmu menari-nari dalam benakku. Ada sejuta alasan mengapa aku begitu memujamu. Kam...