BAB 21

2.3K 240 13
                                    

I didn't think that love was painful, that love was this sad.
Truthfully, I only thought about you.

[HY--366 Days]



Sudah dua minggu, Becca terbaring koma di rumah sakit. Walaupun lukanya sudah menutup dan pendarahannya sudah berhenti, namun kesadarannya belum kembali. Seantero sekolah sudah mendengar tentang hal itu, dan sekarang semua orang mulai merasa bersalah pernah menyangka yg tidak-tidak tentang Becca.


Penyakit Becca yg jarang didengar pun menjadi bahan pembicaraan. Tak seorang pun pernah mendengar nama Von Willebrand sebelumnya. Setelah melakukan pencarian di internet, barulah orang-orang mengetahui bahwa Von Willebrand merupakan penyakit kelainan platelet darah saat luka tak bisa lekas menutup seperti kebanyakan orang normal. Kekurangan faktor dalam Von Willebrand dalam darah Becca membuat darahnya sukar membeku. Gejalanya mirip dengan Hemofilia, tetapi penyakit ini lebih banyak ditemukan pada kaum wanita.


Semua orang pun mulai memahami, bahwa penyakitnya-lah yg selama ini membuat Becca tampak kelewat manja. Keberadaan Lisa disampingnya pun masuk akal. Selain memiliki golongan darah yg sama, Lisa juga menjaga Becca dari hal-hal yg bisa membahayakannya. Karna jika Becca mengalami pendarahan, lukanya akan susah menutup. Jika dia menggunakan sendinya untuk hal-hal yg terlalu berat, darah bisa mengumpal dan dia bisa saja cacat selamanya.


Saint sekarang sedang mengisi kelas. Suasana mencekam yg ditimbulkan dari dua bangku kosong diantara mereka membuat kelasnya tidak nyaman selama dua minggu ini. Dia masih ingat bagaimana kelas ini dihebohkan dengan pesan Becca di papan tulis sehari sebelum kepindahannya. Sebulan setelahnya, gadis itu mengalami kecelakaan yg membuatnya koma. Tak seorang pun dikelas ini yg tidak menyesal karna telah begitu buruk memperlakukan Becca.


"Sebentar lagi, kalian akan menghadapi Ujian Nasional." Saint membuat perhatian kelas kembali padanya.


"Aku yakin kalian pasti bisa, sesuai pesan Becca."


Semua anak sekarang menatapnya nyalang. Hanya Freen yg tampak tertunduk, berpura-pura membaca buku. Seluruh sekolah juga sudah tahu bahwa Freen ada di samping Becca saat kecelakaan itu terjadi, dan dia sudah sebisa mungkin menolong Becca. Namun, Freen tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri.


Saint menatap anak-anak muridnya. Selama ini, dia tidak pernah menyangka bahwa Becca memiliki penyakit itu. Becca dan orangtuanya hanya memberitahu kepala sekolah dan guru olahraga, sementara guru-guru lain hanya diinstruksikan tidak memisahkan Becca dan Lisa dalam kelompok macam apa pun. Dia pikir, itu sekadar permintaan egois dari donatur, ternyata salah.


"Kaliah harus tahu bahwa---"


"Becca sudah sadar!" seru Sasha, membuat semua orang tersentak menoleh padanya, termasuk Freen.


"Aku mengirim pesan kepada Lisa, dan dia menjawabnya!"


Freen menghempaskan punggung kesandaran bangku, kabar itu membuatnya kembali bisa bernapas normal setelah dua minggu yg berat. Dia merasa lega, tetapi disaat yg sama, seluruh tubuhnya terasa lemas.


"Ayo kita jenguk Becca." ajak Friska yg disambut dengan anggukan mantap teman-temannya. Freen menatap pemandangan itu, lalu teringat pada latar ponsel Becca.


Becca pasti akan sangat gembira.


*****


Koridor rumah sakit dipenuhi suara berisik anak-anak XII 2. Saint menggiring mereka semua ke dalam satu barisan dan menuyuruh untuk tidak ribut, namun percuma. Mereka sudah begitu bersemangat untuk bisa melihat Becca lagi.



I FOR YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang