You came along just like a song,
And brighten my day.[Barry Manillow-Can't Smile without You]
Becca menatap kecambah sepanjang sepuluh sentimeter yg bermunculan pada pot yg terpapar matahari. Ini hari keempat, dan kecambah-kecambah itu tumbuh dengan baik. Becca benar-benar merasa takjub melihatnya, sekaligus terharu. Padahal bukan dia yg menanamnya.
"Ayo, tumbuh lebih tinggi lagi," gumam Becca penuh harap.
"Kalian juga ya, semangat!" Becca mengelus sebuah kardus tempat pot satunya lagi berada.
Dari belakang, Lisa memperhatikannya dengan seulas senyum. Selama beberapa hari ini, Becca begitu ceria. Menanam kacang hijau dan melihatnya tumbuh ternyata benar-benar menjadi pengalaman baru bagi gadis itu. Selama ini, dia tidak pernah memperhatikan apa pun saat praktikum dan menyerahkan semuanya kepada Lisa, terutama saat membedah katak dan ikan.
"Lisa, punya kelompokmu ada dimana?" tanya Becca, menyadarkan Lisa.
"Di dekat kelas," jawab Lisa sambil melempar senyum pada beberapa junior yg lewat.
Mereka sedang berada di taman depan perpustakaan, tempat Freen memutuskan untuk meletakkan kedua pot miliknya dan Becca. Becca sendiri belum pernah kesini sebelumnya, jadi dia merasa takjub saat melihat taman milik sekolah yg penuh akan apotek hidup dan beberapa spesies burung.
"Ayo, kita lihat punya kalian." Becca menggandeng tangan Lisa.
Lisa mengangguk, lalu mulai melangkah bersama Becca. Baru beberapa meter berjalan, Freen muncul dari koridor sebelah. Matanya menatap Lisa dan Becca dengan pandangan tak suka. Lisa sendiri jadi tak menyukai Freen karna kejadian tempo hari di laboratorium. Lisa tak suka caranya mengetuk kepala Becca, seolah mengatai gadis itu otak udang. Becca mungkin tak sadar, namun Lisa tak akan pernah memberitahunya.
Becca sendiri tampak lebih tertarik pada buku yg di pegang Freen.
"Sepuluh sentimeter!" serunya, membuat Freen dan Lisa mengernyit bersamaan.
"Kamu mau mencatat pertumbuhannya, kan? Aku sudah lihat, sepuluh sentimeter!"
"Terimakasih. Tapi aku mau hitung sendiri." Freen menatapnya sengit.
Lisa segera menahan Freen yg hendak melewati mereka.
"Tidak dengar? Dia sudah menghitungnya,"
Sambil mendesah, Freen melirik Becca yg tampak bingung.
"Aku lihat dia tidak membawa penggaris. Aku tidak suka perkiraan. Aku mau ukuran yg pasti,"
Setelah menepis tangan Lisa, Freen melanjutkan langkahnya menuju pot kecambah. Lisa menatapnya sebal.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Lisa, takut hati Becca terluka karna perkataan Freen tadi.
"Tidak apa-apa. Kemarin dia sudah bilang, aku tidak boleh ikut campur. Aku juga yg salah," kata Becca, tak terlihat sedih atau tersinggung.
"Ayo, kita lihat kecambah kelompok kamu saja."
Lisa mengangguk. Terkadang, dia makan hati dengan sifap Becca yg begitu lurus dan seperti tak pernah berfikir. Namun, disaat-saat seperti ini, dia bersyukur Becca memiliki sifat itu. Malah, Lisa berharap Becca tetap seperti itu sampai kapan pun. Karna dengan begitu, semuanya akan tetap terkendali. Tidak ada yg perlu dikhawatirkan. Setidaknya, untuk saat ini.
*****
Becca menatap sketsa truffle skirt dibukunya, lalu tersenyum puas. Di waktu luang, hanya tiga hal yg gemar dia lakukan. Menonton Disney Channel, bermain game, dan membuat sketsa pakaian. Becca tumbuh dengan melihat Ibunya mendesain pakaian. Selain karyanya yg mendunia, Ibunya adalah wanita yg berkepribadian hangat yg membuatnya dikagumi semua orang. Sekarang, saat Ibunya telah tiada, Becca hanya bisa membuat pakaian yg terlintas di benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I FOR YOU (END)
RomanceSuatu hari dalam hidupku, kamu dan aku bertemu. Masih jelas di ingatanku sosokmu yg memukauku. Lidahku jadi kelu, mulutku terkatup rapat karna malu. Setiap malam, bayangmu menari-nari dalam benakku. Ada sejuta alasan mengapa aku begitu memujamu. Kam...